Chereads / No Past and No Future / Chapter 21 - My Beloved New Family (1)

Chapter 21 - My Beloved New Family (1)

Malamnya, Hadrian masuk ke kamar yang ditempatinya dengan Rheannon.

Rheannon yang sedang membaca langsung menutup bukunya begitu Hadrian duduk di sampingnya.

"Saya kira kamu sudah tidur," kata Hadrian.

Rheannon menggeleng. "Saya menunggu Anda," katanya. Dia pun menyingkirkan bukunya ke samping. "Bagaimana Dokter?"

"Pangeran Axelle pasti merawatmu dengan sangat baik." Sampai sudah bisa berbicara dan berjalan seperti ini, tambah Hadrian dalam hati. "Dokter bilang keadaan awal saat kamu ditemukan cukup…"

"Mengerikan. Parah. Tidak tertolong," sambung Rheannon tenang.

"Ya." Tenggorokan Hadrian tersekat untuk melontarkan pertanyaannya, "Apakah saya boleh tahu bagaimana?"

"Tidak akan… saya jawab." Rheannon berdeham. "Nanti."

Perlahan Hadrian mengembuskan napas panjang. Nanti, ulangnya dalam hati. Entah "nanti" akan pernah datang pada mereka atau tidak. "Kenapa nanti?" lanjutnya menyelidik.

Rheannon mengangkat bahunya. "Orang percaya… Raja baik," jawabnya. "Termasuk Marquis."

"Jadi, menurutmu Raja tidak baik?"

[Kalau saya menajwab iya, apakah Anda akan membunuh saya?]

Senyum Rheannon membuat Hadrian mengernyitkan alisnya. "Perintah Yang Mulia Raja tidak seperti itu," tekannya dengan setitik nada kesal.

"Apa perintahnya?"

"Saya tidak akan menjawabnya," Hadrian mengembalikan jawaban Rheannon tadi.

[Sepertinya kita sudah tahu posisi kita masing-masing dalam pertarungan ini.] Rheannon perlahan membaringkan tubuhnya di kasur. Matanya masih menatap Hadrian. "Saya benar, kan?"

Hadrian juga masih balas menatap matanya. "Saya melakukan apa yang terbaik untuk Rexton," katanya. "Jika Raja Rexton V menunjukkan ketidaklayakan, bisa saja saya berpaling."

"Ada keraguan… di hati Anda."

"Ya, itu benar," Hadrian membenarkan tanpa ragu. "Sejak melihat Pangeran Axelle dan…" mata Hadrian menatap lebih lekat ke dalam mata keemasan Rheannon, "bertemu denganmu."

"Dengan keadaan seperti ini," sambung Rheannon.

"Bolehkan saya meminta sesuatu sebagai suamimu? Tolong berhenti membaca pikiran saya."

[Saya tidak membaca pikiran Anda, Marquis Hadrian. Pikiran dan isi hati Anda yang merembes kemana-mana.] Kalimat itu dibisikkan Rheannon dengan nada geli. "Kuatkan hati Anda," tambahnya. "Yakinlah."

Maksudnya, yakinlah pada satu hal. Teguhlah pada satu pendirian. Jangan berdiri di tengah-tengah.

"Hati saya selemah itu?" bisik Hadrian.

"Yakinlah, Marquis," ulang Rheannon dengan lebih tegas. Namun kemudian dia tersenyum. [Lebih baik Anda beristirahat sekarang. Ini pasti hari yang melelahkan juga bagi Anda. Atau Anda masih ingin melakukan hal lain?]

Hadrian memejamkan mata sesaat, lalu berbaring di samping istrinya. "Dokter bilang tidak bisa dan tidak boleh."

"Oh, ya?" Rheannon tampak geli. "Maafkan saya… jika itu mengecewakan."

"Saya tidak akan kecewa karena hal seperti itu," kata Hadrian. Entah kenapa dia jadi malu sendiri. "Yang terpenting saat ini adalah kesehatanmu. Duke Colton dan Dokter sudah memperingatkan saya."

"Saya senang… Anda pengertian." Rheannon terdiam lama. "Karena saya… juga tidak… ingin melakukannya."

Sepertinya benar dugaan Hadrian, jika Rheannon sudah menebak (atau bahkan sudah tahu) apa tujuan Raja yang sebenarnya. Raja menginginkan seorang pengendali iblis lain, yaitu anak mereka. Tapi memangnya apa yang bisa Hadrian lakukan? Ini juga menyangkut anaknya kelak. Hadrian sama sedihnya dengan Rheannon memikirkan nasib anak mereka.

"Sebaiknya kita tidak memikirkan itu sekarang." Hadrian memiringkan tubuhnya, menghadap Rheannon. "Ini baru hari pertama pernikahan kita, kan? Seharusnya kita berbahagia."

Tangannya perlahan menjulur, kemudian mengusap kepala Rheannon lembut. Rheannon beringsut mendekat, menyurukkan kepalanya semakin dekat dengan tangan kasar Hadrian. Respon seperti itu sama sekali tidak Hadrian antisipasi.

"Tangan Anda kasar," komentar Rheannon. "Tapi saya suka."

Malam itu, Hadrian terus mengusap kepala Rheannon sampai istrinya itu tertidur.

***

Karena keadaan Rheannon kemarin tidak baik, Desmond kehilangan kesempatan untuk dekat anggota keluarga barunya. Keesokannya pun, hari ini, Desmond belum juga bisa mendekati Rheannon.

Kelihatannya, istri pamannya itu sangat sakit.

Tapi, yang diam-diam Desmond pertanyakan, mengapa pamannya yang seorang marquis kuat penjaga perbatasan itu mau menikahi seorang wanita lemah? Bukannya Desmond membenci Rheannon–Chas bilang wanita itu adalah sepupunya yang baik hati, jadi Desmond pun percaya. Desmond juga senang-senang saja dekat dengan seorang pengendali iblis karena berbagai macam alasan. Hanya saja…

"Eh? Soal itu? Hahaha. Sebaiknya–ehm–Tuan Muda tanyakan sendiri pada Marquis." Itu adalah jawaban Ichabod saat Desmond bertanya.

"Nanti jika sudah waktunya, Paman akan memberitahumu." Dan, itu adalah jawaban dari Hadrian.

Desmond bisa merasakan jika orang-orang di sekitarnya menyembunyikan sesuatu soal keberadaan Rheannon. Mereka waspada, gelisah, dan, anehnya, sedikit ketakutan. Kemunculan Rheannon dan segala berita yang beredar tentangnya memang terdengar mengerikan, tapi Desmond rasa Rheannon tidak semengerikan itu.

Rheannon hanya wanita biasa. Saat ini dia bahkan sedang sakit, sedang sangat lemah.

Desmond justru merasa nyaman berada di dekat Rheannon. Aura yang berada di sekitar Rheannon terasa berbeda dari kebanyakan orang. Aura yang… sudah lama tidak Desmond rasakan dari orang lain selain mendiang ibunya.

Tapi kenapa orang-orang takut pada Nona? pikir Desmond

"Yana, apakah saya benar-benar tidak boleh menemui Nona Rheannon sekarang?" tanya Desmond sambil memetik dedaunan di taman.

Pelayan yang sedang menemaninya itu langsung kebingungan. "Maafkan saya, Tuan Muda. Marquis sendiri yang mengatakan pada saya agar Tuan Muda tidak dekat-dekat dulu dengan Nyonya Rheannon," jawab Yana. "Nanti pasti akan ada waktunya."

Nanti itu kapan? batin Desmond. Padahal besok mereka sudah akan memulai perjalanan kembali ke Paiton.

"Ba-bagaimana kalau Tuan Muda meminta izin lagi pada Marquis?" saran Yana. "Saya dengar dari pelayan yang lain, keadaan Nyonya sudah lebih baik daripada kemarin."

"Benarkah?" Mata Desmond berbinar seketika. "Sekarang Paman ada di mana?"

Hadrian sedang ada di istal, mengecek langsung keadaan kuda-kudanya yang akan mengantar rombongannya pulang ke Paiton besok. Itu membuat Desmond segan untuk mendekat, takut mengganggu. Tapi sebelum dia sempat pergi, Hadrian sudah keburu memanggilnya duluan.

"Ada apa?" tanya Hadrian.

Desmond memperhatikan pamannya sesaat. Sejak kemarin Hadrian sedikit berubah. Aura gelap di sekitarnya tidak sepekat dulu. Desmond pikir itu karena benda suci yang dikenakannya. Tapi… sepertinya ada penyebab lain.

"Apakah saya boleh menemui Nona Rheannon siang ini? Sebentar saja untuk menyapanya," tanya Desmond.

Ichabod yang ada dalam jarak dengar terbatuk mendengarnya.

Hadrian memberi tatapan tajam pada Ichabod sebelum kembali pada Desmond. "Kamu benar-benar ingin menemuinya, ya?" tanyanya. Desmond mengangguk mantap sebagai jawaban. "Baiklah, kamu bisa menemani Rheannon makan siang di ruangannya. Tapi kamu harus ingat kalau dia tidak bisa banyak berbicara dan bergerak."

"Saya akan mengingatnya. Terima kasih, Paman!"

Desmond segera berlari ke dapur dan menanyakan makan siang Rheannon. Dia ingin dirinyalah yang mengantar sendiri makan siang itu.

***

"Parah sekali," decak Ichabod. "Tuan Muda Desmond memanggil ibunya dengan sebutan 'Nona'?"

Hadrian mendengus. "Desmond memannggil saya dengan sebutan 'Paman'. Apa salahnya?"

"Kalian kan keluarga. Masa mau memanggil seperti itu terus?"

"Kau tahu sendiri apa perintah Yang Mulia Raja," kata Hadrian mengingatkan. "Saya rasa tidak terlalu baik mengembangkan perasaan yang terlalu dalam di antara Desmond dan Rheannon."

"Maaf, Marquis. Tapi dari apa yang saya lihat, Tuan Muda Desmond sudah terlanjur menyukai Nyonya Rheannon."

Nyonya Rheannon, ulang Hadrian dalam hati dengan perasaan janggal. Karena Rheannon sudah menjadi istrinya, maka sekarang dia adalah Nyonya Melchoir. Semua orang di townhouse-nya sudah menyebutnya demikian walau kadang terdengar canggung–mungkin belum terbiasa. Tapi bahkan Hadrian masih menyebut Rheannon dengan nama, "dia", maupun "Putri", yang kemudian diteladani oleh Desmond.

"Tidak ada salahnya merubah panggilan tersebut, Marquis," celetuk pengurus istal yang kebetulan ikut mendengarkan. "Tuan Muda Desmond kan masih kecil. Dia pasti butuh sosok ibu."

"Juga seorang ayah," tambahn Ichabod. "Kedengarannya ini waktu yang bagus untuk merubah panggilan Anda sekalian."

Jujur saja, yang seperti ini tidak pernah terpikirkan oleh Hadrian sebelumnya. Dia tidak masalah mau dipanggil apa saja dengan Desmond asal bukan "Tuan" atau "Marquis".

"Merubah panggilan bisa membuat Marquis lebih dekat dengan Tuan Muda Desmond, lho."

Lebih dekat dengan Desmond! Itu kan tujuan awal Hadrian membawa serta Desmond jauh-jauh ke ibu kota ini. Yah, walau pada akhirnya Desmond juga mendapat ibu baru sekaligus.

"Baiklah, nanti akan saya pikirkan," kata Hadrian. Dalam hati dia masih kebingungan bagaimana cara memulai perubahan panggilan di antara keluarga barunya ini.

Seakan bisa membaca pikirannya, pengurus istal menyeletuk, "Sebagai permulaan, Marquis bisa merubah panggilan Anda pada Nyonya Rheannon di depan Tuan Muda Desmond."

"Apa maksudnya?"

Pengurus istal tersenyum penuh arti. "Mulailah memanggil Nyonya dengan sebutan 'istriku' atau 'Sayang'."

HAH?!