Selagi menunggu pernikahannya yang mendadak dan terburu-buru Rheannon tetap "dipenjara" di Istana. Bedanya, kali ini dia menempati salah satu ruangan yang layak ditempati oleh seorang putri bangsawan, lengkap dengan pengawasan super ketat. Tidak berarti Rheannon terkekang dibuatnya; ada seorang penyusup dari keluarga Colton di antara para pengawasnya, Duke Colton sendiri pun berkunjung setiap hari untuk mengurus persiapan pernikahannya.
"Yang seperti ini memang seharusnya diserahkan pada wanita. Paman tidak mengerti soal kebutuhan pengantin wanita," desah Duke Colton, terdengar sedih dan kecewa. "Harusnya Paman susupkan sekalian kepala maid di townhouse, dia wanita paruh baya yang tahun lalu baru saja menikahkan putrinya."
Rheannon tersenyum geli. "Tidak masalah."
"Tidak masalah bagaimana? Ini pernikahanmu." Duke Colton meraih kedua tangan Rheannon yang sudah berbalut sarung tangan panjang dan menggenggamnya. "Harusnya dirayakan dengan lebih baik dan pantas–dengan gaun dan tiara baru, riasan, bunga-bunga, dan lain-lainnya."
Bukannya Rheannon tidak mengerti kecemasan Duke Colton. Beliau memiliki seorang putri yang suatu saat nanti juga akan menikah. Apalagi istrinya sudah lama meninggal, hanya selang beberapa waktu setelah melahirkan putrinya itu. Kepayahannya dalam mengurus pernikahan ini pasti sedikit mengganggunya. Ditambah dengan kebanyakan kerabat Colton yang didominasi oleh pria, siapa lagi yang akan mengurus pernikahan putrinya kalau bukan Duke Colton sendiri?
"Tapi justru di sinilah kamu sekarang. Menggunakan gaun pengantin istriku dulu tanpa tahu calon suamimu akan menggunakan pakaian yang seperti apa," lanjut Duke Colton. "Setidaknya aku ingin kalian terlihat serasi."
Baru kali ini Rheannon mendengar pamannya mengeluh selayaknya orangtua.
Duke Colton tersenyum. "Paman mengkhawatirkanmu," ungkapnya jujur. "Padahal Paman pikir, suatu saat nanti kamu bisa benar-benar bebas sebagai manusia, tanpa gelar pengendali iblis atau keluarga Whitley. Kamu bisa tinggal di mana saja semaumu dengan nama baru dan kehidupan baru. Selagi mencarimu, Paman sudah merencanakan semuanya. Tapi…"
"Aku akan kembali." Rheannon membalas senyum pamannya.
"Ya, setelah ini kamu akan kembali. Jangan kaget saat melihat wilayah Whitley dalam perjalanan ke Paiton nantinya."
"Apakah buruk?"
"Sebenarnya tidak. Wilayah itu dikelola sebaik sebelumnya. Hanya saja… tidak ada satu bangunan pun di sana kecuali rumah-rumah semi permanen milik pekerja."
"Hanya ladang?"
"Ya."
Ingatan Rheannon sudah samar. Tapi dari beberapa lukisan di kastil Axelle dulu, dia bisa membayangkan hamparan gandum dan kapas, sabana dengan hewan-hewan yang berlarian, dan perkebunan sayur. Di antara hamparan itu, akan ada sungai-sungai kecil irigasi…
Meski samar, tapi Rheannon bisa merasakan kerinduannya.
Kemudian pintu ruangannya diketuk. Seorang pengawas yang merupakan penyusup dari Duke Colton masuk sambil membawa buket bunga hydrangea putih dan biru yang mempesona.
"Pangeran Axelle memang tidak bisa hadir dalam pemberkatan pernikahanmu. Tapi dia menitipkan hadiah untukmu," beritahu Duke Colton.
[Kepada
Putri Rheannon Whitley,
Maaf karena tidak bisa hadir dalam pernikahanmu. Sebagai gantinya, saya mengirimkan buket bunga untukmu–Duke Colton dengan baik hati mengizinkan saya untuk memetik bunga di tamannya.
Doa saya yang paling tulus akan selalu menyertai Putri Rheannon. Saya berharap pernikahan Putri Rheannon dengan Marquis Hadrian berjalan dengan bahagia.
Maaf karena kita berpisah dengan cara yang kurang baik. Semoga kita bisa segera bertemu kembali.
Salam,
Axelle Rexton.]
"Pangeran Axelle sudah memilih jalannya sekarang. Kamu hati-hatilah di Paiton nanti."
"Ya. Ayo."
***
Tidak ada debaran selagi menunggu. Entah ini normal atau tidak, Hadrian justru ingin agar seluruh prosesi ini segera berakhir.
Tadi pagi-pagi buta, dia mendapat kiriman dari Axelle yang dibawakan oleh seorang dari Duke Colton. Sepasang cincin dan sepucuk surat. Pangeran berhati malaikat itu masih sempat-sempatnya meminta maaf dan berterima kasih untuk semua yang pernah terjadi di antara mereka. Axelle juga memberitahu jika cincin yang dikirimkannya sudah diberkati. Di kalimat akhir pada suratnya, Axelle berdoa untuk pernikahan Hadrian dengan Rheannon.
[... Saya harap pernikahan Marquis Hadrian dengan Putri Rheannon senantiasa diberkahi dengan segala kebahagiaan…]
Sayangnya, Hadrian tidak yakin jika pernikahannya akan "senantiasa diberkahi dengan segala kebahagiaan" oleh Dewa di atas sana. Ya ampun, apakah Dewa bahkan sudi merestui pernikahannya?
"Pengantin wanita, masuk!"
Di ujung karpet, di ambang pintu, tampaklah sesosok wanita dengan gaun pernikahan model lama Rexton. Tudung kepala menyembunyikan wajahnya, tangannya berbalut sarung tangan panjang, ekor gaun putihnya tidak sebegitu panjang tetapi tetap menyapu lantai, dan semuanya serba putih. Tangannya membawa buket bunga hydrangea biru-putih yang indah, karangan dari tangan yang sepertinya Hadrian kenali.
Duke Colton, wali nikah Rheannon, menyerahkan keponakannya dengan enggan. Dia berpesan dengan tegas dan tajam, cenderung mengancam, "Jaga Rhea baik-baik."
Semua tergantung kehendak Raja, balas Hadrian dalam hati.
"Di hadapan Dewa Yang Agung, dua insan hendak bersumpah setia," Uskup Meical memulai prosesi pernikahan.
Hadrian sempat melirik Uskup Meical sekilas, yang tengah melirik ke arah Rheannon dengan penuh arti.
"Di hari yang diberkati ini, Utusan Dewa turun ke bumi untuk menyaksikan dan mendengar langsung janji yang akan diucapkan, untuk kemudian disampaikan kepada-Nya," lanjut Uskup Meical. Kedua tangannya terulur pada Hadrian dan Rheannon. Wajah beliau tersenyum lembut saat menyebut nama mereka, "Hadrian Melchoir, Rheannon Whitley, jika ada keraguan, masih ada waktu."
Hadrian dan Rheannon menghadap satu sama lain, menyerahkan tangan mereka pada Uskup Meical tanpa berkata apa pun. Tidak ada waktu untuk ragu.
"Kalau begitu, ikuti setelah saya…"
Suara Rheannon terdengar pelan dan bergetar mengulang janji suci yang diucapkan Uskup Meical. Di akhir kalimat, dia bahkan sempat terbatuk.
Saat Hadrian perhatikan tangan dan kesuluruhan tubuhnya bergetar…
"Dengan ini, kalian telah sah menjadi suami istri," ucap Uskup Meical, sedikit mengagetkan Hadrian yang bahkan tidak ingat kapan dirinya mengucapkan janji. "Marquis boleh mencium istri Anda sekarang."
Istri?
Cium?
Di hadapannya, Rheannon tampak menanti. Jadi Hadrian bergerak menyibakkan tudung kepala Rheannon dan mengamati wajahnya sesaat. Ekspresinya kelewat tenang dengan senyum tipis, sama seperti yang telah Hadrian lihat akhir-akhir ini di penjara. Nah, tapi Rheannon sekarang tidak ada di penjara. Wajahnya jauh lebih bersih dan berwarna sekarang.
Detik itu, barulah Hadrian sadar jika orang di depannya ini adalah benar istrinya. Dan, istrinya adalah satu-satunya pengendali iblis di Rexton.
Hadrian mengecup kening Rheannon ringan, sambil berdoa dalam hati,
[Tolong lancarkan segala pilihan hidup kami, jauhkan kami dari marabahaya meski kami tidak bisa bahagia. Amin.]