Ketika sampai di kantor pribadinya, Abimana langsung menerjang kursi kerjanya. Marah dan kesal masih terasa kental, sampai emosi yang tak kunjung mereda itu membuatnya tak segan untuk menendang setiap barang. Suara erang geram, desah kecewa, dan pekikan penuh amarah memenuhi seluruh penjuru ruangan. Abimana tidak pernah merasa direndahkan seperti barusan. Apalagi oleh seorang wanita yang ia yakini tidak memiliki daya apa-apa. Namun, nyatanya wanita yang menemaninya dalam membangun sebuah bahtera rumah tangga selama satu tahun itu justru jauh lebih tangguh dari yang ia pikirkan.
Memang benar, sejak awal Abimana tahu jika Kinara merupakan wanita yang cerdas, berharga diri tinggi, serta kuat. Namun, kemampuan Kinara dalam menyudutkan seseorang jauh lebih dari ekspetasi yang selalu dibayangkan oleh Abimana saat ini. Tak hanya membuat Abimana kalah dalam niat mempertahankan pernikahan, Kinara bahkan bisa saja membuat Abimana mengalami kerugian yang besar. Mungkinkah Diamond Palace bisa sesukses saat ini berkat sifat serakah yang Kinara miliki? Yang tentu saja wanita itu dapatkan dari sikap keras kepala milik sang ayah?
"Sial! Memangnya ada gunanya bagiku, selain hanya untuk merugikanku? Haruskah aku berakhir kalah seperti ini?! Bagaimana … bagaimana, jika aku kembali disalahkan lagi oleh—"
Ucapan Abimana harus terhenti ketika pintu ruang kerjanya itu tiba-tiba saja didobrak oleh seseorang. Hampir saja Abimana meluapkan emosinya, sebelum ia mengetahui akan siapa tamu yang datang. Rodian Erlangga—ayah Abimana. Pria tua itu memasuki ruang kerja sang putra dengan kondisi wajah yang tidak perlu diragukan lagi; bahwa ada kemarahan besar yang terlukis di parasnya tersebut.
"A-ayah ...?" Abimana menelan saliva. Ekspresi marah di wajahnya berubah menjadi ekspresi kebas. Tubuhnya menegang, ditambah debaran jantung yang semakin tak karuan. Akan lebih bagus jika debaran itu menandakan bahwa dirinya sedang kasmaran, sayangnya justru cenderung menggambarkan sebuah kecemasan.
"Bodoh kau, Abimana!" Suara Rodian terdengar keras. Bersamaan dengan itu terdengar pula suara berkas yang dibanting di atas papan meja. "Bagaimana bisa kau menyerah untuk mempertahankan pernikahanmu dengan Kinara, Abimana?! Kita sudah berjalan sejauh ini dan merger sudah di depan mata! Tapi, kenapa kau justru menghancurkan semuanya?! Apa kau tidak ingin mewarisi perusahaan yang sudah Ayah bangun dengan susah-payah ini, hah?!"
Abimana gemetar. Oh tidak, ia tidak memiliki alasan tepat yang masih belum dipersiapkan. Meski sudah memprediksi jika ayahnya akan marah besar, Abimana tetap tidak mampu berkata-kata untuk memberikan sanggahan. Ia bahkan tidak menyangka jika ayahnya akan datang secepat ini.
"A-ayah ...!" Sesaat setelah menyebut nama ayahnya, Abimana segera bersimpuh. "Saya minta maaf, Ayah. Saya tidak tahu semuanya akan berakhir seperti ini. Sa-saya sudah berusaha. Ta-tapi, Kinara benar-benar tidak ingin memaafkan saya."
"Kau memang tidak berguna! Gadis secantik itu, secerdas, dan sekaya itu, kenapa bisa kau khianati, Abimana?! Hanya demi wanita penghibur yang miskin itu?!" Rodian benar-benar masih tidak habis pikir dengan sikap Abimana. Baginya, Abimana sudah membuang sebongkah berlian yang berkilau hanya demi mendapatkan sebongkah batu kali. "Tak hanya Kinara yang tidak ingin berhubungan denganmu lagi, Abimana. Bram dan Meysa pun tidak ingin mengenal keluarga kita lagi. Merger itu batal!"
Rodian mengambil langkah maju. Geram. Rasanya ia ingin menampar keras pipi Abimana. Namun, sebisa mungkin ia berusaha menahan diri agar tidak melakukan kekerasan. Maklum, ia masih di kantor. Citranya akan tercoreng jika seseorang melihat luka memar di pipi Abimana setelah bertemu dengan dirinya.
"Kau ... jika kau tidak bisa mempertahankan gerai perhiasan yang mulai membesar itu, lebih baik kau keluar saja dari perusahaanku. Menghilanglah dari pandangan mata ayah, Abimana! Kau akan benar-benar menjadi anak yang tidak berguna! Hanya wanita saja yang kau pikirkan, bukan masa depanmu sendiri, sekaligus masa depan perusahaan yang akan kau warisi! Kau benar-benar bodoh, Abimana! Aku nyaris menyesal memiliki anak seperti dirimu! Benar-benar tidak berguna!" ucap Rodian yang sudah sangat jengkel.
"Ingat kau, Abimana!" lanjut Rodian.
Setelah itu, Rodian memutuskan untuk pergi dari ruang kerja yang telah ia serahkan pada Abimana sejak lama. Dan setiap ancaman serta cercaan yang ia berikan pada Abimana bukanlah omong kosong belaka. Meski ia tidak tahu realita yang akan terjadi di depan nanti, memberikan peringatan keras rasanya tidak masalah.
Lagi pula, kesalahan Abimana sudah terbilang fatal. Selain berselingkuh dan mencurangi Kinara, kesempatan untuk menggabungkan kedua perusahaan pun hanya akan menjadi angan belaka. Ditambah dengan tuntutan Kinara tentang gerai perhiasan yang omsetnya semakin besar di setiap harinya. Dapat dibayangkan berapa kerugian yang Erlangga Real Estate alami, selepas kasus itu terjadi.
Napas Abimana terengah-engah. Tubuhnya berangsur melemah dan akhirnya ia terduduk di lantai tempat itu setelah ayahnya menghilang dari balik pintu. Salah satu sebab mengapa dirinya begitu bersikeras untuk mempertahankan pernikahan memang bukan hanya karena keegoisannya semata. Ayahnya selalu mendesaknya berbuat sesuatu demi perusahaan, dengan iming-iming soal pewarisan mutlak atas segala aset yang dimiliki oleh ayahnya itu.
Sebagai anak yang tidak pernah berjuang sendirian, tentu saja Abimana harus menurut. Ia mengakui tentang situasi dirinya yang memang nyaris sama seperti Kinara, bedanya Kinara terlalu patuh dan sulit dihasut untuk berbuat curang.
"Aku harus merebut gerai itu. Kinara, kau boleh menghilang dari sisiku, tapi kau tidak pantas untuk mendapatkan segalanya yang kau mau! Bahkan rumah yang kita tinggali itu, tidak akan pernah aku serahkan padamu, Wanita Serakah!" ucap Abimana dengan tegas.
Hingga suara dering ponsel membuat Abimana segera bangkit dari posisinya. Ia meraih ponsel itu dari dalam saku blazer yang masih ia kenakan. Saat menatap layar dari benda pintar tersebut, Abimana mendapati nama Bianca sebagai sang penelepon yang menurutnya cukup untuk menghibur gundah gulana di dalam hatinya saat ini.
"Halo, Sayang!" sapa Abimana begitu manis. "Bersabarlah sedikit lagi. Aku pasti akan menjemputmu. Tenang saja ... ya, aku juga rindu padamu."
***
Konferensi pers langsung Isabela atur sesuai permintaan Kinara. Tentu saja Kresna ikut andil dalam pelaksanaan kegiatan tersebut nantinya. Tak sulit mengundang para wartawan, sebab nama Kinara pun sudah tidak asing lagi bagi mereka. Meskipun bukan seorang artis atau penyanyi, nama Kinara sering disebut-sebut sebagai CEO muda nan cantik yang telah memimpin Diamond Pelace, dan bahkan berhasil mengembangkan bisnis perusahaannya di bidang real estate tersebut. Sosok Kinara menjadi idaman bagi sebagian besar pengguna sosial media yang telah menjadi trend di masa sekarang.
"Benarkah tidak apa-apa?" gumam Kresna yang sejujurnya masih ragu untuk mengungkapkan segala fakta yang ada. Ia jarang sekali bermain menyerang secara terbuka seperti sekarang, apalagi melibatkan para pencari berita. Posisi Kinara sebagai pesohor pun akan memperbesar pemberitaan. Meski ada bukti yang akurat mengenai perselingkuhan Abimana, tetap saja Abimana bisa mencari celah untuk menyalahkan Kinara yang justru tak bisa menjaga rahasia.
"Tuan, Anda hanya perlu melakukannya saja. Saya harap Anda bisa memercayai ucapan Nyonya Kinara. Beliau tidak akan mengambil keputusan secara sembarangan," ucap Isabela yang masih bersama Kresna di dalam lobi kantor tersebut.
Mendengar ucapan Isabela, Kresna hanya bisa tersenyum tanpa mengatakan apa pun. Semoga saja cara untuk mengungkap kesalahan Abimana pada publik bukanlah sesuatu yang salah.
Setelah berusaha meyakinkan diri, Kresna segera mengambil langkah. Ia harus berangkat ke tempat di mana konferensi pers akan digelar. Sejumlah bukti dan data pun sudah ia persiapkan di dalam tas jinjing berwarna hitam.
"Semuanya akan dimulai dari sekarang, Abimana ...." Kinara bergumam di ruangannya sendiri sembari menatap keluar jendela dan mendapati mobil Kresna serta mobil pengacara lainnya berjalan keluar dari gerbang perusahaannya.
***