"Yasa, apa boleh aku bertanya suatu hal padamu?" Ucap Pras yang sedari tadi menikmati lemon tea sambil berjemur bersamaku.
Ya, aku pergi liburan dengan keluarga Pras, hal ini kami lakukan karena sudah sangat lama tak bertemu. Prasetyo adalah sahabatku waktu masih SMA, kami berpisah saat dia memutuskan untuk mengerjar Ningrum ke Kalimantan. Memang tak main-main dia pada Ningrum kala itu, padahal sebelum bertemu dengan Ningrum, dia adalah buaya darat sejati. Tapi, mungkin benar kata orang, seorang buaya darat akan insyaf jika bertemu dengan pawangnya.
"Nanya apaan? Tumben pakek nanya-nanya segala." Kuletakkan ponselku setelah melakukan video call dengan Papa dan juga Jonathan tadi. Dan kembali fokus pada perbincanganku dengan Pras yang sempat terpotong tadi.
"Jonathan itu, anak kamu bukan sih? Kok tega banget ninggalin dia sendiri di rumah. Sedangkan kamu sama Sekar asik liburan disini?"
Hah? Kenapa Prasetyo bisa bertanya seperti itu, hanya karena Jonathan tak ku bawa liburan. Aku tak membawanya murni karena dia sudah lengah dalam menjaga Viola anaknya. Pras juga tau hal itu, karena sebelum berangkat untuk berlibur, aku sudah membicarakannya bersama dia dan juga Ningrum. Apalagi mendengar perjuangan Pras dan Ningrum yang tak mudah mendapatkan seorang anak, sama halnya denganku. Yang mendapatkan momongan setelah dua tahun memungut Jhonathan yang ku temukan setelah tiga tahun menikah dengan Sekar. Dan saat Jo berumur 2 tahun, barulah Sekar hamil Gavriel. Dan aku menganggap kehadiran Jo, memang mendatangkan berkah dalam keluarga kecilku. Karena merawatnya, akhirnya Sekar bisa hamil juga. Meski dia memang benar bukan darah dagingku.
"Bukankah sudah kita bicarakan kemarin sebelum berangkat liburan, kalau Jonathan memang tak akan aku bawa berlibur. Sebagai hukuman, karena dia lalai menjaga Viola. Aku benar-benar merasa bersalah padamu, Pras. Karena Viola adalah anakmu satu-satunya. Dan hampir mati karena Jo lalai menjaga dia. Kenapa tiba-tiba kamu menanyakan, kalau Jonathan itu bukan anakku?"
"Yah, ada beberapa hal yang menyebabkan aku menayakan itu padamu, Yasa. Salah satunya adalah karena tadi, kamu sampai tega menghukum dia dengan tidak ikut liburan dengan kita hanya karena lalai menjaga Vio. Meskipun benar, kalau Vio hampir mati tenggelam, tapi semua itu bukan salah Jonathan. Tapi Gavriel, namun yang mendapatkan hukumannya adalah Jonathan."
"Gavriel itu masih belum mengerti apa-apa, Pras. Sama halnya dengan Vio. Sedangkan Jo, dia lebih mengerti dari pada mereka berdua. Andai waktu itu Jo bisa mengambil alih untuk menggantikan Viola, sudah pasti Gavriel tak akan kesal hingga tak sengaja menyenggol putrimu."
Prasetyo mengangguk, menyetujui ucapanku. Walau bagaimanapun, Pras tak boleh tau kalau Jo hanya anak pungut. Aku tak mau sampai keluargaku terhina, jika tau salah satu anggota keluarga bukanlah darah dagingku.
"Benar apa katamu, Yasa. Tapi, hal inilah yang membuat aku semakin yakin kalau Jonathan itu memang bukan anakmu." Aku mengerutkan dahi, karena tak paham dengan ucapan Pras. Hal apa yang membuat dia yakin? Padahal sudah kujelaskan panjang lebar, bahwa Jonathan tak ikut liburan karena sebuah hukuman.
"Hal apa?" Tanya dengan sedikit rasa penasaran.
"Kamu lebih memprioritaskan Gavriel dari pada Jonathan, seakan ada celah yang kamu ciptakan dengan Jo. Dan jika itu aku, mungkin aku akan melakukan hal yang sama. Lebih membela anak kandungku sendiri meski benar ia salah, dari pada harus membela anak yang bukan darah dagingku, meski dia benar sekalipun. Lagi pula, Jonathan tak ada mirip-miripnya denganmu maupun Sekar, beda halnya dengan Gavriel yang mewarisi parasmu, dan matanya sama dengan Sekar."
Jika sudah begini, apa iya. Akan ku ceritakan saja tentang Jonathan pada Prasetyo, tapi bagaiamana nanti responnya, jika ia tau kalau Jo itu memang bukan anakku.
Pras menoleh kearahku, seakan menanti jawaban atas kepastian dari pertanyaannya tadi.
"Sudahlah, Yasa. Jujur saja padaku, tak perlu malu. Lagi pula, hal itu bisa kita nilai sendiri, dari perlakuan Sekar pada Jonathan dan Gavriel. Aku mendengar cerita Ningrum, saat dia berusaha menyelamatkan Vio. Saat itu, Jonathan juga hampir saja tenggelam karena berusaha menyelamatkan Vio. Tapi meskipun Sekar tau kalau dia hampir tenggelam, dia tak gesit sama sekali untuk menolongnya. Jika memang benar Jonathan anak kandungnya, sudah pasti Sekar akan melakukan hal yang sama dengan Ningrum. Mana ada orang tua yang mau anaknya celaka, benar bukan?" Aku tak langsung menjawab pertanyaan Pras, karena masih menimbang-nimbang apakah aku harus menceritakannya atau tidak?
"Atau, jangan-jangan Jonathan itu, anak dari selingkuhanmu? Sehingga Sekar sangat membedakan kasih sayangnya pada Jonathan dan Gavriel."
Ku getok kepala Pras dengan tanganku. Enak saja dia bilang, kalau Jo adalah anak selingkuhanku. Selama menikah dengan Sekar, belum sama sekali aku selingkuh darinya. Aku tipe pria setia bukan buaya darat seperti dia. Pras memegang kepalanya, yang mungkin masih terasa sakit karena ku getok tadi.
"Kalau ngomong tuh dijaga, jangan asal ngomong. Kamu fikir aku ini buaya darat seperti kamu dulu. Jangan salah, aku ini tipe pria setia, apalagi aku tak mau mencoreng nama baik keluarga besarku jika aku selingkuh."
"Hahaha... Yasa, Yasa. Kamu dari dulu memang tak pernah berubah, selalu saja menjaga image didepan orang-orang. Aku memang buaya darat dulu, tapi sudah ketemu sama pawangnya. Tuh!"
Pras menunjuk Ningrum yang sedang bermain dengan anak-anak dan juga Sekar. Ningrum benar-benar hebat, bisa menaklukkan buaya darat seperti Prasetyo. Entah pakai pelet apa dia, hingga pria seperti Pras bisa sangat luluh padanya.
"Hey, jangan memandangi istriku seperti itu, nanti kau suka lagi. Jawab saja pertanyaanku, Yasa. Aku benar-benar penasaran."
"Heh, siapa juga yang akan terpana dengan istrimu. Ngaco aja kalau ngomong. Sebegitu penasarannya, hingga kamu menuduh kalau Jonathan itu anak dari hasil perselingkuhan begitu?"
"Ya, makanya cepet dijawab. Biar aku tak menuduh macam-macam lagi,"
Pras memang begitu, entah berasal dari mana sifat keponya ini. Padahal dulu, yang ku tahu ibunya tak suka kepo seperti dia. Tapi anaknya satu ini, jika belum mendapatkan jawaban yang pasti, akan tetap memaksa mendapat jawaban.
"Yah, kau memang benar. Tapi, Jonathan bukanlah anak dari selingkuhanku, kamu harus tau. Kalau aku bukan pria tukang selingkuh seperti kamu."
"Lantas jika bukan anak selingkuhanmu, dia anak siapa? Ayolah, jangan bertele-tele. Aku paling tak suka orang yang basa-basi."
Benar dugaanku, dia pasti akan terus mengejar pertanyaannya padaku tentang Jonathan. Meski sudah ku katakan Jo bukanlah anak selingkuhanku, tetap saja dia tak jera dan ingin tau detailnya secara terperinci.
Ku minum lemon teaku, rasanya lelah juga menanggapi pertanyaan Pras yang sebenarnya tak ingin ku jawab. Harus dengan cara apa aku mengalihkan pembicaraan ini, agar dia tak bertanya lagi.
"Ayolah, Yasa. Mengapa kau tampak enggan untuk menceritakn kebenarannya padaku, ingat! Aku ini sahabatmu sejak dulu, jadi tak perlu sungkan untuk mengatakan yang sejujurnya padaku."
Aku menyerah, lebih baik ku ceritakan saja padanya. Jika tidak, dia akan terus menerorku dengan berbagai praduga yang tak masuk akal.