Chapter 6 - TAK INGIN ADA KONTAK FISIK?

Amelia dibawa begitu saja pergi bagaikan orang yang telah melakukan kesalahan.

"S-sial! Tidaaakkkkk!"

***

Beberapa saat kemudian, Amelia pun tiba di sebuah penthouse mewah milik Aiden.

Ya, tentu saja itu adalah rumah pribadi pria tampan itu, yang selama ini digadang-gadang memiliki 1001 barang limited edition do dalamnya.

Aiden pun melepaskan tangan Amelia yang saat itu dia ikat karena terlalu banyak merontak.

"Lepaskan aku! Hey, pria gila, apakah kau sama sekali tidak mendengarkan apa yang aku katakan? Lepaskan aku!"

"Nah, sudah kan?" Tanpa suara dan tanpa Amelia sadari, ternyata ikatan yang ada di tangannya itu telah terlepas beberapa saat yang lalu.

Wanita itu pun segera mengusap-ngusap pergelangan tangannya yang terasa sedikit sakit, sambil melemparkan tatapan kematian pada pria tanpa tatapan dosa yang ada di hadapannya.

"Pria ini! Kalau dia sama sekali tidak kaya dan juga memiliki wajah yang tampan, maka aku sama sekali tidak akan pernah mau berurusan dengannya. Dasar!" Gerutunya.

Tiba-tiba saja, Aiden pun langsung dibukakan pintu oleh sekretaris pribadinya. Setelah pria tampan itu turun dari atas mobil dia pun langsung melangkahkan kakinya ke sisi pintu di mana Amelia akan turun nantinya.

"Turun!" Perintahnya.

Amelia kembalian yang bisa menggerutu di dalam hatinya. "Dasar! Dia sama sekali tak membukakan pintu untukku akan tetapi dia menyuruhku untuk turun begitu saja? Aku benar-benar sangat kesal!" Pikir wanita cantik itu di dalam hatinya.

Setelah memikirkan hal seperti itu Amelia pun langsung melangkahkan kakinya turun dari atas mobil. "Sudah, jadi-" baru saja wanita itu ingin menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja matanya pun terbelalak sempurna saat ia melihat penthouse yang luar biasa mewah di hadapannya itu.

"K-k-kita akan tinggal di sini?" Tanyanya dengan mulutnya Yang menganga.

Aiden dengan lagak bosnya, kemudian hanya mengatakan sesuatu yang singkat sebagai jawaban dari pertanyaan Amelia.

"Ya!"

"L-luar biasa!" Di tengah-tengah kagakuman yang sedang Amelia rasakan, tiba-tiba saja ia pun langsung mendekatkan wajahnya ke arah Aiden yang sontak membuat pria tampan itu pun gugup tanpa alasan. "Kau ..." Amelia berharap dengan tajam, seakan sedang mencari sesuatu kesalahan pada diri Aiden.

"A-apa?" Tanya Aiden dengan terbata.

"Kau ... Kau tidak pernah melakukan korupsi, kan?"

Jleb!

Aiden yang tadinya berdebat tanpa alasan tiba-tiba saja langsung merasa kesal dengan pertanyaan Amelia.

Tak!

Dia pun menyentil dahi Amelia seperti biasa.

"Bodoh! Sejak kapan kau mendengar bahwa Tuan muda kaya raya mendapatkan segala kekayaannya itu dari hasil korupsi? Jangan pernah samakan aku dengan orang-orang lainnya yang rendah! Paham?" Aiden sontak langsung berjalan terlebih dahulu meninggalkan Amelia di tempatnya berdiri. "Langsung masuk saja! Kau terlalu lama berdiri di situ!" katanya, yang sontak membuat Amelia pun beranjak mengikuti dirinya masuk ke dalam penthouse miliknya.

"Ya, ya!

***

Setelah sampai di dalam sana, masih dalam keadaan yang sama, Amelia tetap saja terpesona walaupun ia sudah berputar-putar rumah itu sekaligus mengamati setiap sudutnya dengan teliti.

Barang mewah kelas atas, lukisan limited edition yang hanya satu saja di seluruh dunia, bahkan sampai kerangka telur hewan purba dan pedang dari samurai terkenal juga ada di sana.

"Oh astaga! Apakah semua ini sungguhan? Kau benar-benar luar biasa! Haha." Amelia memberikan jempolnya pada Aiden.

Deg!

"Ada apa ini?" Saat pria itu melihat senyuman yang benar-benar tulus pada wajah Amelia, jantungnya sontak berdebar tanpa alasan.

"Perasaan apa ini? Apakah ini adalah perasaan yang biasanya dirasakan oleh setiap orang? Apakah ini ..." Pria tampan itu pun tiba-tiba saja mengingat sesuatu dari masa lalunya. Sesuatu yang menjadi alasan dirinya sekarang terkena penyakit yang menumpulkan seluruh Indra kasih sayang yang ada di tubuhnya.

Hal itu masih terlihat jelas dalam ingatan Aiden, di mana sebuah panah perlahan ditancapkan oleh seseorang yang amat dekat dengan dirinya.

Dada Aiden pun sesak. Pria itu sudah tak bisa berdiri lagi dengan tegak.

"Hehe, hey kau tahu kan, aku ini-" baru saja Amelia ingin menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja ia pun terkejut karena saat ia berbalik, Aiden sudah tersungkur di atas lantai dengan tangannya yang memegang ke arah dada.

Napas pria itu sama sekali tak beraturan. Dan beberapa saat kemudian, seorang dokter pria pun langsung datang, dokter pria yang kemarin menjelaskan penyakit yang diderita oleh Aiden.

"Oh tidak! Cepat bantu dia! Ini adalah serangan panik." Dokter itu memberikan isyarat kepada Amelia untuk melakukan sesuatu.

Akan tetapi Amelia benar-benar bingung saat itu. Dia sama sekali tak pernah membayangkan bahwa ia akan membantu orang yang sama sekali tak pernah ia ketahui penyakitnya itu seperti apa.

Sambil menaruh kepala Aiden di pangkuannya, Amelia pun berusaha melakukan sesuatu yang entah apakah itu berhasil ataukah tidak.

"Oh my god! Sebenarnya apa yang harus aku lakukan? Aish, sudahlah!" Wanita itu pun langsung memeluk Aiden yang saat itu sedang menidurkan kepalanya di pangkuannya.

Amelia memeluk dengan serat eratnya. Dia sama sekali tak menyadari apa yang sedang ia lakukan dan apa yang terjadi saat itu.

"Hangat! Ini adalah perasaan yang waktu itu aku rasakan saat berada di dalam lift. Perasaan hangat yang memenuhi hatiku dan juga sekujur tubuhku. Ini ... Sangat nyaman." ujar Aiden di dalam hatinya.

Tanpa sadar, pret tampan yang saat itu telah sedikit berkurang nafas, sontak mengangkat kedua tangannya dan memeluk Amelia.

"Hah!? A-ada apa?"

Pada saat yang sama, dokter pria yang saat itu merupakan dokter pribadi Aiden sejak lama—dokter yang telah ia anggap sebagai saudara sekaligus sahabatnya sendiri, hanya bisa tersenyum dan berkata di dalam hatinya bahwa, ternyata hari itu akan tiba juga. Hari di mana Aiden akan merasakan kasih sayang dari seorang wanita.

"Oh, tidak! Aku rasa aku akan menangis!" Dokter pria itu pun mengambil sapu tangan yang ada di saku jas kedokterannya, kemudian menggunakan sapu tangan itu untuk mengusap air mata yang sama sekali tak tumpah itu.

"H-hey, apakah kau baik-baik saja?" Jantung Amelia benar-benar berdebar dengan sangat kencang saat itu. Akan tetapi pada saat yang sama, Amelia juga kebingungan karena ia bisa merasakan dengan jelas debaran jantung pada tubuh Aiden.

"H-hey? Apakah kau baik-" belum sempat Amelia menyelesaikan ucapannya, Aiden tiba-tiba saja tersadar dan langsung mendorong tubuh Amelia begitu saja menjauhinya.

"Apa yang kau lakukan?" Aiden mengerutkan dahinya sambil berusaha untuk mengatur nafasnya sekali lagi dengan tenang.

Sementara itu bagai Amelia, wanita yang pada dasarnya hanya berniat untuk membantu pria yang ada di hadapannya itu, benar-benar kesal dengan sikapnya yang sama sekali tak tahu terima kasih.

"Hey! Padahal aku baru saja menyelamatkan nyawamu. Dasar!" Gerutunya, yang sama sekali tak mendapatkan respon apapun dari Aiden yang telah bangkit kemudian berdiri dengan tegap.

"Ekhem!" Pria tampan itu pun sedikit berdehem, untuk menyesuaikan suara dan juga image yang ia pelihara selama ini. "Sudahlah! Apapun itu, aku tidak akan pernah memaafkanmu jika kau melakukan hal seperti itu lagi! J-jika kau ingin cari cara untuk menyembuhkan penyakitku, maka carilah cara dengan tidak melakukan kontak fisik secara langsung denganku. Paham?"