Keesokan harinya, dimana Amelia dan juga dokter pribadi Aiden—Chris sedang membahas terapi seperti apa yang harus Amelia lakukan.
Ruang tamu yang terlihat sangat luas itu, semakin luas apalagi dengan keberadaan mereka berdua saja.
Amelia sontak melihat ke kanan dan ke kiri. "Dokter, apakah di penthouse sebesar ini, Aiden hanya tinggal sendirian saja? Sama sekali tidak pernah ada orang yang datang ke sini?" Wanita cantik itu mulai mengorek informasi apa yang bisa dia dapatkan dari dokter pribadi pria sombong dan angkuh itu. "Ya, mumpung pria itu sedang pergi ke kantor. Aku bisa dengan leluasa bertanya tentang aib pribadinya pada dokter ini. Haha, so lucky!" Pikirnya di dalam hati sambil pura-pura.
Chris pun tersentak, pria itu kemudian melihat ke arah Amelia dengan tatapan bingungnya. "Apakah kau sama sekali tidak pernah mendengarkan berita di TV? Tuan Aiden telah banyak digosipkan bahwa dia menolak segunung wanita yang datang padanya. Tentu saja wanita-wanita itu sama sekali tak bisa mendekatinya karena sakit yang dia derita. Aku rasa ... Mungkin ini ada kaitan dengan masa lalu yang sama sekali tak pernah ia ceritakan kepada siapapun."
"Masa lalu?" Pembahasan awal yang seharusnya menuntun Amelia pada aib Aiden yang nantinya bisa dia bongkar untuk memojokkan pria angkuh itu, malah menjurus pada sesuatu yang sama sekali seharusnya tak ia ketahui.
"Iya. Keluarga Tuan Aiden dulunya tidak tinggal di sini. Mereka tinggal Amerika. Dan disana, telah terjadi sesuatu kepada Tuan Aiden. Saat itulah dia pun-" baru saja Chris ingin melanjutkan apa yang ia katakan, tiba-tiba saja inti dari pembicaraan yang sedang menegang di antara mereka berdua itu pun tiba.
Tap.
Tap.
Tap.
"Apa yang sedang kalian bicarakan? Kenapa bisik-bisik seperti itu?" Pria itu bahkan masuk tanpa kedengaran suara kakinya.
"Astaga. Pria ini benar-benar! Apakah dia pembunuh bayaran? Bahkan suara langkah kakinya saja sama sekali tak terdengar," ujar Amelia di dalam hatinya, sambil menelan salivanya karena takut.
Sementara itu pada saat yang sama, Chris pun langsung melonjak kaget, dan langsung meninggalkan Amelia dan juga Aiden begitu saja di sana.
"Um, ada sesuatu yang harus aku lakukan. K-kalian berdua ngobrol saja dulu! Sebentar lagi aku akan segera kembali," kata si dokter itu yang kemudian langsung melarikan diri begitu saja.
Pada saat yang sama, Amelia yang saat itu sedang berusaha untuk mencari tahu bagaimana caranya untuk menyembuhkan Aiden, akhirnya kembali pada kertas kecil yang mana telah ia coret-coret dengan langkah-langkah yang absurd.
"Apa ini?" Aiden perlahan ingin mengambil kertas yang ada di atas meja itu, akan tetapi Amelia pun langsung merampasnya dengan terkejut.
Srak!
"Hey, apakah kau sama sekali tak mempunyai sopan santun, Aiden? Ini adalah kerjaanku. Ingat, kata mama aku jika kau ingin menyembuhkan sesuatu, kau tidak boleh memberitahukan caranya dari awal pada orang itu. Paham?" Kata Amelia sembarangan, dengan pupil matanya yang tak diam.
"B-benarkah?" Dan bodohnya Aiden, dia malah percaya.
"Kena kau!" Amelia sontak tersenyum. "Y-ya. Dan lagi, kau mengatakan kepadaku bahwa aku harus mencari cara untuk menyembuhkan penyakitmu akan tetapi tanpa kontak fisik, bukan? Ck, ck, ck!" Amelia berdecak tiga kali sambil berdiri di depan Aiden. "Semua terapi yang membuat seseorang bisa merasakan perasaan cinta adalah, ketika pria dan wanita saling bersentuhan dan mengalirkan listrik statis di tubuh mereka. Kau, belum pernah mencoba hal seperti itu, kan?" Amelia menatap Aiden dari dekat.
Sebenarnya pria itu sama sekali tidak percaya dengan apa yang baru saja Amelia jabarkan. Akan tetapi, karena hanya Amelia lah satu-satunya wanita yang bisa menyentuh dirinya dan juga memeluknya, maka dia akan bertaruh dan mempercayakan segalanya pada media.
"J-jadi ... Jadi yang harus aku lakukan apa?"
"Aha!" Sontak senyuman iblis pun terukir pada wajah Amelia yang saat itu sedang memikirkan sesuatu yang absurd.
***
Beberapa saat kemudian, Amelia yang notabenenya itu adalah model papan atas yang sangat tersohor akibat skandalnya, keluar dan berjalan bersama Aiden, dengan dirinya yang mengenakan pakaian serba hitam beserta kacamata hitam dan juga masker hitam.
Aiden memperhatikan Amelia dari atas sampai ke bawah dengan tatapan bingung. "Apa yang sedang kau lakukan dengan pakaian serba hitam ini? Apakah kau sudah gila? Maaf saja, yah! Tapi aku sama sekali tak ingin pergi bersama dengan wanita gila!" Aiden yang tadinya sudah keluar dan bersiap untuk pergi ke suatu tempat bersama dengan Amelia, sontak membalikkan tubuhnya dan bersiap untuk masuk kembali ke rumah.
"Eits! Tunggu dulu!" Amelia pun langsung menahan pergerakan Aiden dengan menarik tangannya. "Kau sama sekali tidak tahu, kan? Aku ini adalah model papan atas. Kalau aku keluar tanpa persiapan, maka aku pasti akan dikejar oleh para fans. Kau ... Sama sekali tak mengetahui betapa buruknya fans-fans Yang kumiliki itu. Mereka sangat mengerikan bahkan, ada yang terlalu memujaku dan ingin menikahiku."
"Benarkah?" Tanya Aiden, dengan tampang tak percayanya.
"T-tentu saja! Kau sama sekali tak tahu bahwa aku adalah model papan atas, kan? Ketika kau telah mengetahuinya, maka kau pasti akan sadar!" Amelia pun dengan refleks menggandeng tangan Aiden dan menariknya pergi bersama. "Ayo! Jangan buang-buang waktu lagi!"
Aiden hanya bisa mengikuti apa yang Amelia katakan demi kesembuhannya. Walaupun sebenarnya ia merasa sedikit risih dengan apa yang ingin Amelia lakukan saat itu, akan tetapi di lain sisi, juga tak terlalu membenci hal itu.
"Huft~ ya sudahlah!"
***
Akhirnya mereka berdua pun tiba di taman. Amelia terlihat sedang mengamati situasi yang ada di taman itu, karena sebenarnya tujuan utama dari perjalanan itu adalah Amelia yang mau makan ice cream, bukannya menyembuhkan penyakit Aiden.
"Jadi, sekarang apa?" Aiden bertanya, dengan Amelia yang saat itu masih menggandeng tangannya dengan erat sambil melihat kiri dan juga kanan.
Saat itu, taman yang terlihat sangat ramai perlahan membuat Aiden kesal.
"Cih! Amelia? Apakah sebenarnya wanita ini sedang mengerjaiku? Kenapa dia tidak mengatakan sepatah kata pun dan hanya melihat kekanan dan juga ke kiri secara bergantian? Awas kau!" Gerutu pria tampan itu di dalam hatinya, sambil memperbaiki gaya rambutnya.
Sementara itu, Amelia yang sedang melihat di manakah ice cream itu berada, ternyata sudah menemukannya.
"Astaga, ternyata disana!" Dia sering menonton di TV bahwa, di dekat taman itu ada ice cream walnut kesukaannya. Dan benar, orang yang menjual ice krim itu ternyata ada di sana.
"Aiden, aku mau ke sana! Ayo!" Amelia sontak menarik lengan Aiden untuk membawanya pergi ke tempat ice cream itu.
"Cih, di mana?"
"Di sana! Ayoooo!"
"Ke tempat ice cream?" Pria itu membulatkan pupil matanya sambil menatap tajam ke arah Amelia yang cengengesan.
"Hehe, maaf! Aku sama sekali tak bisa melanjutkan pekerjaan ini jika aku lapar. Ayooo!" Mau tak mau, Aiden pun mengikuti apa yang diinginkan oleh wanita yang sedang menarik lengan tangannya dengan girang itu.
Setelah tiba di sana dan memesan dua ice cream walnut kesukaannya, Amelia pun langsung bersiap untuk memakannya.
Akan tetapi tiba-tiba saja ketika ia hendak berbalik, dia pun menabrak seorang wanita yang ternyata itu adalah musuh bebuyutannya.
Brak!
"Awww! Apakah kau tak ada mata? Kau ..." Saat kacamata Amelia terjatuh dan mata mereka berdua bertemu pada saat yang sama, wanita itu pun langsung menyermik seakan ia telah mendapatkan tangkapan bagus.
"Oh, ternyata model penuh skandal, yah? Amelia Casey. Apa kabar?" sapanya, dengan nada yang benar-benar tak enak didengar.
Deg!
"Mati aku!"