Bagaikan tersambar petir dan ditimpa tangga setelah jatuh pada saat yang sama. Amelia tak pernah menyangka bahwa dia akan bertemu dengan wanita yang menjadi musuhnya sejak SMP itu.
Wanita yang selalu beradu argumen sekaligus musuhnya sebagai sesama model.
"Sia!" Amelia memutar bola matanya, sambil berdecak kesal. "Kenapa aku harus ditakdirkan bertemu dengan Mak lampir ini? Kenapa langit tak pernah berpihak padaku?" Dia pun berbalik dengan elegan, sambil memperbaiki rambutnya sendiri.
"H-hey, a-apa kabar, Jane," sapanya dengan sopan.
Jane kemudian menyermik. Di dalam hati wanita itu, dia sudah menyiapkan perangkap tikus untuk Amelia agar dia terlihat menyedihkan dimana pun dia berada.
"Hmm? Hehe, Bagaimana kabarmu? Apakah kau baik-baik saja setelah kemarin terkena skandal? Apakah ... Kau masih bisa menatap dunia? Kalau aku sih, bahkan tak mau keluar rumah lagi karena malu."
Amelia tahu, bahwa skandal sebagai pelakor yang baru saja dia terima karena kesalahan Katy—sahabatnya itu, juga bukan sepenuhnya salahnya.
Katy hanya ingin membantu Amelia karena selalu dikejar lintah darat. Tak hanya dikejar, namun dia juga ditaksir oleh kepala lintah darat itu, yang sudah tua, botak, jelek, pokoknya berbanding terbalik dengannya. SANGAT TIDAK PANTAS.
"A-aku ... Aku-"
"Oh, jangan-jangan ... Itu adalah perbuatan agensymu yah? Karena kalian sama sekali tak ada fans dan juga tak ada sponsor? Oh, astaga! Kasihan sekali. Aku ... Turut prihatin, yah!"
"A-ah, i-iya, terima kasih," gumam Amelia dengan tangannya yang digenggam erat.
Sementara itu, pada saat yang sama, Aiden bisa melihat dengan jelas kekesalan dan juga rasa malu yang ada di raut wajah Amelia.
Wanita itu benar-benar sangat malu. Padahal dia sudah mengatakan pada Aiden bahwa dirinya itu banyak fans dan juga adalah model papan atas. Namun nyatanya? Semua itu hanyalah kebohongan.
Dengan hinaan seperti itu, Amelia bahkan tak sanggup untuk menangis karena tak mau terlihat lebih menyedihkan dari yang sedang dia rasakan saat ini.
"Tahan Amelia, Tahan! Kau sama sekali tak bisa menangis sekarang. Kalau kau menangis sekarang, tandanya kau kalah dari Mak lampir ini! Kau-" baru saja Amelia ingin menyelesaikan apa yang dia pikirkan, tiba-tiba sebuah tangan yang hangat pun menggenggam telapaknya dengan lembut.
Deg!
"Huh!!" Wanita yang sedang menahan air matanya itu pun berbalik ke arah Aiden. "Apa yang sedang dia laku-"
"Kau salah!" Bantah Aiden, dengan senyuman arogannya yang tetap tampan dan maskulin.
"Siapa pria tampan ini? Kenapa aku sama sekali tak pernah melihatnya di mana pun?" Jane menerawang wajah Aiden, berusaha menentukan siapakah pria tampan yang ada di samping Amelia itu dan menjatuhkannya di hadapan Aiden, seperti yang sering dia lakukan pada siapapun yang dekat dengan Amelia.
"Oh, kau pasti salah satu dari pria yang ingin Amelia mintai tolong yah. Kau sangat menderita selama ini. Pastinya-"
"... Pacarnya!" Seru Aiden.
"Ya, kau adalah ... APA? PA-PA-PACAR?" Jane terlonjak kaget. Dia tak pernah mengira bahwa Amelia akan bertemu dengan pria yang setampan itu. "Kau bercanda, kan?"
"Tidak! Aku dan ..." Aiden kemudian menjeda ucapannya, sambil melihat ke arah Amelia dengan tatapan penuh kasih sayang. "Aku dan Amelia saling mencintai sejak lama. Apakah kau ini temannya? Oh, iya. Kau sama sekali belum tahu saya siapa, kan? Ini!" Aiden kemudian menyerahkan kartu bisnisnya pada Jane, yang sontak membuat wanita itu hampir saja serangan jantung.
"A-apa? GOLDEN IMPERIAL? CEO? WHAT THE-" Jane sudah tak bisa berkata-kata lagi saat itu. Bagaikan tersambar petir, dia pun memegang kartu bisnis Aiden dengan tangannya yang bergetar kesal.
Sementara itu pada saat yang sama, Amelia tak kalah terkejutnya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Aiden di depan Jane.
"A-apa yang kau lakukan? Kau gila?!" Amelia berusaha untuk melepaskan tangan Aiden yang saat itu menggandeng bahunya. Namun, Aiden pun hanya tersenyum saat itu.
"Kau diam saja! Serahkan padaku!" Aiden malah kembali merangkul Amelia, bahkan lebih erat dari sebelumnya yang membuat Jane semakin membara.
"Jadi, benar apa yang dikatakan olehnya? Kau berpacaran dengan Aiden Rhivano ini?" Jane kembali bertanya padanya dengan kesalnya.
"Amelia katakan padanya! Kita kan sangat mencintai," kata Aiden, sambil tersenyum.
Amelia hampir saja menghantam kepalanya di depan penjuan ice cream itu. "Gila! Pria ini pasti dulunya mantan aktor papan atas. Lihat saja aktingnya, luar biasa. Siapa pun yang tak tahu sifat aslinya pasti akan langsung percaya."
"Ameliaaa!" Seru Aiden, dengan isyarat bahwa dia harus mengikuti apa yang Aiden rencanakan saat itu.
"I-iya! Kami saling mencintai."
"Sejak kapan?" Jane kembali mengajukan pertanyaan mautnya yang membuat Amelia keringat dingin.
"Haha, k-kapan, yah?" Amelia melemparkan tatapannya pada Aiden.
"Katakan saja Amelia! Jangan malu-malu! Karena dia adalah temanmu jadi katakan saja semuanya dengan jujur! Walaupun kita merahasiakan hubungan kita dari orang luar, tapi dia adalah orang yang bisa dipercaya." Aiden pun melihat ke Jane. "Benar, kan? Jane."
Jane pun tak punya pilihan lain selain mengikuti alur permainan Aiden. Dengan anggukan terpaksa, dia pun tersenyum pahit. "I-iya benar. K-kita adalah teman baik."
"S-sudah sejak sehari la-"
"Awww!" Amelia pun dicubit oleh Aiden. "Apakah kau gila!?"
"Amelia Sayang. Kita sudah jadian sejak setahun yang lalu. Bukan sehari, kan? Oh, Maksudnya kita baru saja memperingati anniversary yang ke satu tahun kemarin, kan?"
"I-iya, hahahaha, benar!" Tawanya dengan terpaksa.
"Wah, s-selamat." Jane saat itu masih mempertanyakan hubungan mereka, namun Aiden sudah terlebih dahulu menghadapi wanita gila seperti Jane ini, maknanya dia pun sudah sangat hapal dengan tingkah lakunya dan bagaimana pula cara agar dia bisa dibalas.
"Sial! Aku tidak percaya dia bisa mendapatkan pria sebaik dan juga sekaya ini. Apakah dia sedang memainkan peran? Tidak! Aku harus mengujinya." Pikir wanita itu di dalam hati, yang kemudian mengajukan permintaan gila yang membuat Amelia hampir saja tercekek.
"Coba kalian berdua ciuman! Hehe," dia menyermik. "Kalau kalian berdua benar sedang dalam hubungan. Pasti ... Permintaan seperti ini tidak akan susah, bukan? Ayo, buktikan!"
"A-apa?!" Jantung Amelia hampir saja lompat dari tempatnya. "T-tidak mungkin kita melakukan hal itu di-"
"Ayo, Sayang! Lakukan seperti biasanya!" Aiden pun tersenyum sembari menghadapkan tubuhnya Amelia di depan tubuhnya.
"A-apa yang kau katakan? Kita tak bisa melakukan hal seperti ini disini." Sanggah Amelia. "Kita bukan pasangan sungguhan, bodoh! Kenapa kau bertindak sejauh ini?" Gerutu Amelia dalam hatinya sambil melemparkan tatapan mautnya.
Namun, bahkan setelah mendapatkan tatapan maut dari Amelia, Aiden malah tersenyum sembari semakin mendekatkan bibirnya pada bibir Amelia.
"T-tunggu dulu ... Kau tak bisa ... Ciuman pertamakuuuuu!" teriaknya dalam hati, ketika bibir Aiden semakin mendekat.