Freza dan Bagas berpandangan, heran mengapa Kamilia tidak mengenali mereka. Bagas cepat memanggil dokter.
Dokter datang dan memeriksa Kamilia. Dokter ingin berbicara empat mata dengan Tuan Freza. Sekarang dengan melihat kondisi Kamilia, dokter itu yakin dengan prediksi sebelumnya.
"Anak Bapak kena amnesia retrograde. Pada kondisi ini, penderita tidak dapat mengingat informasi atau kejadian di masa lalu. gangguan ini bisa dimulai dengan kehilangan ingatan yang baru terbentuk, kemudian berlanjut dengan kehilangan ingatan yang lebih lama. Seperti ingatan masa kecil." Dokter menjelaskan secara panjang lebar.
Freza tampak terpukul saat keluar dari ruangan dokter itu. Bagaimana nanti dia menjelaskan kepada keluarga Kamilia. Freza tidak tahu apakah keluarga Kamilia tahu kalau ternyata dia adalah bapaknya. Belum sempat Freza menanyakan kepada Kamilia. Wanita itu sudah kehilangan ingatan. Bingung sekali Freza dibuatnya.
"Dia amnesia," kata Freza kepada Bagas. Lelaki itu menyambut Freza di luar kamar.
Bagas tidak bisa berkata-kata. Dia merasa kaget dengan kondisi Kamilia kini. Bagaimana harus menjelaskannya kepada Kamilia.
Bagas dan Freza memasuki ruangan. Tatapan Kamilia masih penuh kecurigaan terhadap mereka. Bagas dan Freza maklum. Bagas menjelaskan kalau dia adalah kakaknya, dan Freza adalah ayahnya. Walau masih ragu Kamilia mengangguk tanpa membantah.
Freza menyuruh seseorang untuk menjemput Ayunina, ibunya Kamilia. Freza ingin tahu bagaimana reaksi Kamilia. Freza keluar keringat dingin saat mengingat kebersamaannya dengan wanita tersebut – Ayunina.
"Sial! Mengapa hatiku masih berdebar-debar?" tanya hatinya. Freza membayangkan wajah Ayunina yang cantik alami. Kelembutannya mampu melunakkan sikapnya yang arogan. Dulu emosi dirinya sangat meledak-ledak. Apalagi dia baru mulai terjun ke bisnis narkoba.
Freza termangu memandangi Kamilia yang tengah tertidur pulas. Raut itu mengingatnya dengan masa lalu. Betapa dulu dia tidak pernah bisa jauh dengan wajah lembut itu. Walau keluarganya menentang habis-habisan, dirinya tidak peduli. Dia memang patuh dengan rencana orangtuanya. Namun, untuk meninggalkan Ayunina Freza tidak sanggup. Malam itu, Freza tidak pernah menyangka akan menjadi malam terakhir baginya dan Ayunina. Wanita itu bercerita tentang dirinya yang telat datang bulan. Tentu saja Freza senang, sekaligus juga gelisah.
Sejak saat itu, Freza tidak lagi mencari, di mana Ayunina berada. Bukan tak ingin mencarinya, keluarganya mengancam mencoretnya dari daftar kartu keluarga.
Freza terpaksa menurut dan menenggelamkan dirinya dalam bisnis hitam. Kini, setelah ibunya Bagas tiada, tiba-tiba sosok Ayunina kembali. Sosok Kamilia adalah wujud Ayunina muda.
**
Perempuan itu kaget saat ada orang menjemput dirinya. Dirinya yang berpakaian lusuh menyambut tamunya dengan harap-harap cemas.
"Apa? Siapa Kamilia?" tanya ibu itu.
"Dia anak Ibu, ini fotonya!" kata si tamu itu bersikeras.
"Ini Kartika, bukan Kamilia!"
"Ibu harus ke Jakarta sekarang, dia mengalami kecelakaan." Orang suruhan Freza setengah memaksa agar Ayunina mau pergi dengannya.
Bapaknya Kamilia yang mendengar percakapan mereka acuh saja. Dia tidak tertarik mendengarkan berita itu. Dalam hatinya kesal, kiriman bulanannya pasti hilang.
"Gimana ini, Pak?" tanya Ayunina sambil menangis kepada suaminya.
"Dia kan anakmu! Pergi sana!" jawab Ibrahim ketus.
"Dia kan anakmu juga!"
Ibrahim mendengkus dengan kesal, dia pergi keluar. Ayunina berkemas, tamunya hanya menggelengkan kepala heran. Akhirnya mereka berangkat bertiga dengan adik Kamilia yang masih kecil.
Bagas menyambut mereka di depan rumah sakit. Ayunina tidak mengenal siapa Bagas, tetapi dari parasnya dia bisa mengenalinya. Muka Bagas persis sekali dengan Freza. Namun, Ayunina tidak yakin dengan dugaannya.
Wanita itu berjalan di belakang Bagas tanpa bicara. Dia merasa minder karena penampilannya yang lusuh. Sepanjang jalan tadi wanita itu menangis. Tidak bisa membayangkan jika Kamilia tidak ingat akan dirinya.
"Mila," panggil Bagas.
Kamilia membuka matanya. Mengernyitkan kening ketika melihat Ayunina. Rupanya dia tidak mengenali ibunya sendiri. Ayunina menangis lagi melihat keadaan Kamilia.
"Siapa?" tanya Kamilia heran. Dia memandang Bagas meminta penjelasan. Bagas malah menoleh ke arah Freza. Lalu, ke arah Ayunina.
Freza dan Ayunina bertemu pandang sesaat. Cepat-cepat wanita itu menunduk. Freza memandang wanita kesayangannya itu dengan terenyuh. Nasib baik rupanya tidak berpihak kepada Ayunina.
"Dia Ibumu," kata Bagas.
Sekali lagi Kamilia merasa heran. Pandangan dia tujukan bergantian. Satu keanehan ketika Kamilia memandang keduanya. Freza sangat rapi, terlihat kalau hidupnya bergelimang harta. Ayunina nampak kusut sekali, kumuh dan tampak kampungan. Kamilia kasihan melihatnya.
"Benarkah dia ibuku?" Hatinya bertanya, tetapi tidak berani mengungkapkan. "Ooh." Hanya itu yang terucap dari mulut Kamilia.
Betapa perihnya hati Ayunina. Anak yang selalu dirindukannya kini tidak mengenalinya lagi. Dia merasa kikuk ada di sini. Di antara mereka yang sudah melupakannya.
"Sabar, Nina!" kata Freza perlahan. Dia memanggil nama kesayangan dahulu. Ayunina tidak berani mengangkat wajahnya. Terlalu malu dia untuk sekedar bertukar tatapan.
"Aku mau pulang." Akhirnya Ayunina memecahkan keheningan di antara mereka. Dia sudah tidak tahan lagi berada di sini.
"Tidak menginap saja, Bu?" tanya Kamilia.
Ayunina tersenyum bahagia. Dia mengira kalau Kamilia sudah mengingat dirinya.
"Kau ingat pada Ibu, Nak? Engkau Kartika, anak Ibu?" kata ibunya sambil menunjuk dirinya sendiri.
Kamilia menggelengkan kepalanya. Ayunina terlihat kecewa. Akhirnya wanita itu pergi sambil menangis. Kamilia tidak tega melihatnya, Freza menyusulnya.
**
Ayunina menangis di mobil Freza. Seorang anak buah Freza mengantarkan kembali ke desanya.
"Mengapa kau lupa dengan ibumu, Nak?" Ayunina tidak habis pikir. Mengapa kemalangan demi kemalangan selalu mengakrabi Kamilia.
Sementara Kamilia hanya berdua dengan Bagas. Freza terpaksa pergi karena urusan bisnis. Dia berjanji nanti akan datang lagi.
"Mengapa aku seperti ini? Apa yang terjadi? Ceritakan padaku!" pinta Kamilia.
"Baiklah," kata Bagas.
"Saat itu aku ada beberapa pemotretan. Tiba-tiba ada seseorang yang menelpon, mengatakan kalau kau celaka di Dufan."
"Mengapa aku ke sana?" tanya Kamilia.
"Aku tidak tahu. Aku dengar kau dilamar di atas wahana oleh Hendra," jelas Bagas.
"Aku dilamar?" tanya Kamilia terkejut. Otomatis dia melihat ke arah jari manisnya. Ada cincin yang juga Kamilia tidak ingat sejak kapan ada di sana.
"Siapa tadi yang melamarku?"
"Hendra!"
Kamilia menguras seluruh pikirannya. Mencoba menghadirkan nama Hendra dari ingatannya. Tidak ingat apa pun. Malah dia mengaduh kesakitan.
"Aduh! Kepalaku … kepalaku!"
Bagas memanggil dokter yang cepat datang. Memeriksa sejenak, kemudian menyuntikkan obat agar dia tertidur. Bagas cemas, dia ingin sekali bertanya kepada dokter cantik itu. Saat ada kesempatan, Bagas cepat-cepat bertanya.
"Ada apa dengan adikku, Dok?"
"Dia hanya sakit kepala karena berusaha mengingat sesuatu. Tolong jangan biarkan dia berpikir keras untuk beberapa waktu!" perintah dokter.
"Baiklah, Dok," kata Bagas.
Bagas memandangi sosok wanita yang kini terbaring itu. Teringat dengan segala tingkahnya yang menyusahkan Kamilia dahulu.
"Kang Saiful!" Kata Kamilia. Bagas cepat-cepat bangkit dan menghampiri wanita tersebut. Rupanya Kamilia mengigau.
"Siapakah Saiful?" pikir Bagas.