Tidak lama Selena selesai mengganti pakaiannya. Dia pergi mengikuti Edison dan Mia ke area pacuan kuda.
Selena benar-benar terlihat seperti ahli berkuda padahal ini pertama kalinya ia akan menunggangi hewan ahli berlari itu.
"Selena ayo naik!" Ajak Edison, lelaki yang sudah berada di atas kuda itu menjulurkan tangannya agar gadis itu bisa naik ke atas kuda.
Mia tidak habis pikir, Jack benar-benar menyentuh gadis itu seperti ia menyentuh seorang wanita yang disayangi nya.
Selena mulai memegangi tali pacuan, Edison juga memegangi tangan Selena yang sedikit bergetar karena ia takut.
Edison juga tida segan melontarkan tawanya begitu melihat ketakutan dan sesekali menjerit. Pemandangan itu membuat Mia yang sedang menunggangi kuda sendirian sedikit geram.
Karina merasa Edison tertawa di atas penderitaan nya, karena itulah dia memilih diam dan turun dari atas kuda kemudian duduk di kursi di are luar.
Angin yang berhembus membuat Selena menelungkup kan wajahnya dan tertidur di meja. Sementara Edison fokus memacu kudanya tanpa memperhatikan Mia.
Satu jam berlalu, Edison keluar Drai area pacuan dan membiarkan kudanya di masukan ke kandang oleh para pegawai. Matanya tertuju pada Selena yang tertidur.
Nyonya Nana ada di sana, "Tuan, Selena sepertinya terlelap dia belum istirahat dari semalaman! Dia keluar dari kamar Tuan jam 6 pagi kemudian langsung bekerja." ucap Nyonya Nana.
Perkataan itu membuat Edison membelalakkan matanya. Ia mengira Selena keluar dari kamarnya setelah ia tertidur.
Tanpa aba-aba Edison menggendong tubuh Seelna dan membawanya ke dalam rumah. Pemandangan itu jelas membuat Mia mengepalkan tangannya.
Edison bahkan langsung membawa Selena ke kamarnya, dan membuat tatapan semua orang membelalakkan mata.
Mia bergegas masuk kedalam rumah namun begitu ia melangkahkan kakinya Jhon segera menarik tangan Mia.
"Jangan pergi ke atas!" ucap Jhon.
"Kenapa?"
"Kamu tidak akan tahu semarah apa Edison jika terganggu,"
"Aku Mia, bagaimana bisa dia marah padaku?"
"Dia bukan Edison yang dulu, dan kamu juga Mia yang baru,"
Tatapan Mia seakan ingin menampar Jhon, ia mengibaskan tangan Jhon dari tangannya.
Mia langsung pergi ke lantai atas. Pintu kamar Selena yang terbuka benar-benar membuatnya penasaran, lalu sebuah pemandangan terhampar. Edison mengecup kening Selena dengan lembut. Sontak hal itu membuat Mia berteriak sedikit.
Suara Mia membuat Edison membalik tubuhnya, namun dengan replek Edison menutupi tubuh Selena dengan selimut. Kemudian menghampiri Mia yang mematung di ujung pintu.
Dengan pelan menutup pintu kamar, Edison menarik tangan Mia sampai ke ujung tangga! Pemandangan itu di saksikan langsung oleh Jhon yang masih berdiri di lantai bawah.
"Jangan berteriak, nanti Selena bangun. dia belum beristirahat!" Gerutu Edison dan melepaskan tangan Mia.
"Apa kau tidak salah lihat? kamu mencium dia?"
"Mengapa? apa itu salah?"
"Apa dia menggoda mu Edison?"
"Tidak, aku yang tergoda olehnya. Dia bahkan tidak membuka hati untukku bahkan mungkin tidak akan."
"Aku juga mendengar kamu berganti-ganti perempuan, apakah dia salah satu pemuas nafsu mu?"
"Hentikan ucapan mu Mia!" Suara Edison meninggi.
"Aku kaan memaafkan mu Edison, aku bisa menerima mu kembali."
Edison menyeringai."Aku yang seharusnya menerima permintaan maaf mu, bukan kamu! Gila." ucapan Edison di akhiri dengan umpatan kemudian ia memasuki kamarnya.
Mia berdiri dengan tatapan kosong, tak menyangka Edison mengatakan itu padanya. Perempuan itu melangkahkan kakinya menapaki anak tangga.
Melewati Jhon begitu saja dengan tatapan kosong. Kemudian ia memasuki kamarnya. Sarah mulai menangis, padahal ia sudah tidak berhak menangisi Edison namun lelaki itu masih menyediakan tempat untuknya di rumah besar itu.
Hari menjelang malam, Selena baru saja terbangun terperanjat dari kasurnya. "Astaga ini jam berapa?" Gadis itu benar-benar kaget melihat jendela yang sudah gelap karena malam hari.
Dia berlari dan menuju kamar Edison, tanpa aba-aba Edison sedang mengenakan celana dalamnya dan Selena mematung sembari berteriak. "Astaga Tuan, maafkan aku!" ucapnya sembari membalikan tubuhnya dan langsung menutup pintu.
Edison langsung kelabakan menutup daerah sensitifnya.
Edison menggigit bibir bawahnya, ia seperti baru saja tersudut oleh sebuah masalah yang mengalahkan nya.
Selang sekitar 10 menit Edison selesai memakai baju, Selena kembali mengetuk pintu kamar Edison.
"Tuan, apakah boleh saya masuk?" ucap Selena dari balik pintu.
"Ya!" jawab Edison singkat.
Dengan mata tertunduk Selena mendekat ke arah tuannya itu. "Tuan, apakah anda memerlukan sesuatu?" tanya Selena.
Edison menggeleng. Tiba-tiba tangan Edison refleks menarik tangan gadis itu sehingga membuatnya duduk di ranjang tepat di hadapan Edison.
"Aku ingin menanyakan sesuatu!"
Selena menatap mata Edison dengan mengerjap kan matanya beberapa kali.
"Selena, aku tidak pernah ingin menanyakan hal ini kepada siapapun dan gadis manapun. Tapi, kamu berhasil membuatku ingin sekali bertanya sampai penasaran."
"Apa itu Tuan?" hati Selena hampir ketakutan, tetapi ia tidak memperlihatkan nya.
"Apakah kamu tidak pernah tertarik padaku?" tanya Edison, ia merasa sangat penasaran dengan jawaban Selena, Edison sangat menghargai dirinya sampai-sampai ia tidak sadar bahwa tidak semua manusia akan menyukainya, terutama wanita lugu seperti Selena.
"Apakah Tuan mengira saya menyukai anda karena kita pernah tidur bersama?"
Jawaban Selena membuat Edison melepaskan pergelangan tangan gadis itu.
"Apakah kamu tidak merasakan apapun setelah kita menghabiskan waktu bersama?" tanya Edison lagi.
"Aku melakukan itu karena ingin tahu keberadaan kakak ku, jika saja aku tahu sampai sekarang tidak mendapatkan kejelasan dimana kakak Devan berada, mungkin aku tidak akan pernah melakukan hal itu bersamamu Tuan."
Selena merasa arah pembicaraan Edison keluar dari batas, ia bangkit dari duduk nya dan berjalan menuju keluar dari kamar itu.
"Apakah kamu menyesal bersamaku, DNA melakukan itu Selena?" ucapan Edison cukup lantang, membuat Selena menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah pria itu.
"Aku menyesal!" jawab Selena, kemudian ia langsung keluar.
Selena menapaki anak tangga turun ke lantai satu, pikirannya terus merujuk menyesali ucapannya pada Edison, bagaimana jika pria itu tidak mau lagi membantu nya mencari Devan.
Selena mengalami dilema, ia terus bolak-balik di ujung tangga.
Hari berganti, seluruh pegawai sudah bersiap di meja makan untuk menyiapkan sarapan tuan Edison. Tentu saja Selena yang bertanggungjawab. Gadis itu sudah menyiapkan baju untuk di pakai Edison, kemudian ia menyiapkan makanan.
Satu jam kemudian Edison turun dari lantai dua. Mata Selena terbelalak bingung. Edison turun menggunakan pakaian lain, bukan pakaian yang ia siapkan.
Pria itu juga bahkan tidak melirik ke arah meja makan, apalagi pada Selena. Dia langsung pergi keluar, dan mengajak Jhon segera berangkat ke kantor.
Semua pegawai langsung kebingungan. Mia juga seperti itu, ia langsung berlari ke arah Edison sebelum ia memasuki mobil.
"Edison, bawa ini untuk sarapan di jalan!" Denan sigap Mia memberikan sebuah kotak makan siang.
Edison melihat ke arah para pegawai yang melihat kepergian nya, terutama melihat ke arah Selena. Dengan sengaja ia mengambil ukuran makanan dari Mia. "Terimakasih!" sebuah senyuman lebar ia lontarkan pada Mia.
Selena merasa ada yang aneh, mengapa Edison kaku padanya bahkan tidak menegur nya sama sekali.