Tepat pukul 07.25. Almira sudah berada di Bandara Soekarno-Hatta. Hari ini adalah hari dimana ia dijadwalkan untuk pergi ke Surabaya. Mau atau tidak mau ia harus pergi karena sebelumnya Fabian juga sudah memberi tahu dirinya terlebih dahulu.
Ada rasa kekhawatiran dalam dirinya karena ini adalah kali pertamanya ia meninggalkan Medina sendirian di rumah. Sebelumnya ia memang sudah pernah pergi ke luar kota untuk urusan kantor namun saat itu Medina tidak sendirian di rumah karena ada Mama Alda. "Semoga aja Medina baik-baik aja di rumah dan enggak ada apa-apa," batinnya.
Selang sepuluh menit disaat ia sedang duduk dengan keadaan gelisahnya karena ia tidak tega untuk meninggalkan adik perempuan satu-satunya di rumah sendirian, ia juga harus kebingungan karena sampai saat ini ia masih belum bertemu dengan teman-teman kantornya termasuk juga Fabian.
"Temen-temen kantor aku yang lain dimana ya? Masa belum datang sih, apa ini karena aku yang kecepatan aja," gumamnya sambil menekuk keningnya.
"Coba aku cek dulu aja waktu di keberangkatan tiket pesawat," ucapnya pelan.
Dengan buru-buru ia mengeceknya dan disitu tertera jelas waktu keberangkatannya pukul 08.00 artinya dua puluh lima menit lagi akan berangkat. Ia semakin dibuat bingung hingga akhirnya memilih untuk check-in duluan.
Ia menatap jam tangan yang dipakainya, saat ini tinggal lima belas menit lagi sebelum keberangkatan. Sampai saat ini tim kantornya masih belum terlihat batang hidungnya.
"Almira," ucap seorang pria dengan nada suara tegas namun lembut. Mendengar ada suara orang yang memanggilnya membuat Almira langsung menengok kearah dimana asal suara tersebut.
Saat ia menengok kearah belakang ternyata yang memanggilnya adalah Fabian. Spontan ia langsung tersenyum lega. "Pak Fabian, akhirnya datang juga," ucapnya.
"Maaf, tadi saya sempat ada urusan mendadak, kamu udah nunggu lama dari tadi ya?" tanya Fabian dengan raut wajah bersalah.
Jika bukan karena insiden hampir menabrak orang, ia mungkin tidak akan datang terlambat. Ya, ia cukup dikagetkan dengan rencana adik perempuannya yang tiba-tiba ingin pulang ke Indonesia secara mendadak, padahal sudah cukup lama adiknya itu menetap di Amerika.
Seharusnya saat ini David ikut bersamanya untuk pergi ke Surabaya namun ia terpaksa tidak bisa ikut karena harus mengurus kepulangan adik perempuan Fabian dari Amerika. "Pak?" ucap Almira ketika melihat Fabian terdiam.
"I-iya," jawab Fabian.
"Temen-temen yang lain mana ya kok belum pada datang?" tanya Almira dengan polosnya.
"Kalau yang lain jadwal keberangkatannya memang kemarin," ucap Fabian dengan tenangnya.
"Mending sekarang kita langsung aja masuk ke pesawat karena sebentar lagi mau take-off. Jangan sampai kita ketinggalan pesawat," lanjutnya.
Sementara itu Almira cukup kaget dengan apa yang barusan dikatakan oleh Fabian dengan santainya. "Apa? Jadi temen-temen yang lain udah berangkat dari kemarin? Itu artinya sekarang aku berangkat cuma berdua sama Pak Fabian doang?" batin Almira yang jadi semakin degdegan.
Ia memandang wajah pria yang sangat taman itu dengan ekspresi kebingungan. Takut salah paham ia mencoba untuk bertanya lagi pada Fabian. "Pak, apa aku ada salah sampai-sampai ditinggal berangkat sama temen-temen yang lain? Atau gimana Pak? Kok bisa temen-temen yang lain malah udah duluan berangkat kemarin," jelas Almira.
Fabian langsung tersenyum simpul menderita pertanyaan yang diberikan oleh Almira. "Dia pikirannya kemana-mana," batin Fabian.
"Sudah, Almira. Kamu jangan mikir yang macam-macam, lebih baik sekarang kamu ikut saya," ucap Fabian sambil menarik tangan Almira.
Almira akhirnya mengikuti Fabian meskipun dengan perasaan tidak menentu. Setelah sampai didalam pesawat, Almira masih terus merasa gelisah. "Duh aku bener-bener gugup dan enggak tenang banget," batin Almira. Otaknya terus berpikir agar ia bisa menghilangkan rasa gugupnya.
Akhirnya membaca novel favoritnya yg berganre romance adalah opsi pilihan terbaiknya. Meskipun tidak fokus karena banyak pikiran dan ada perasaan yang mengganjal dalam hatinya. Ini memang bukan kali pertamanya ia ditugaskan untuk pergi ke luar kota karena urusan kantor tapi sebelum-sebelumnya ia selalu pergi dengan teman-teman satu teamnya bukan dengan sang CEO.
Setidaknya kalau bersama dengan teman-temannya yang lain tidak akan sekaku dan setegang ini karena ia masih bisa bercanda. Fabian yang sejak tadi ternyata terus memperhatikan Almira yang gelisah hanya dapat tersenyum tipis sambil mengerutkan keningnya. "Almira pasti degdegan, ini adalah pertama kalinya dia keluar kota untuk urusan kerjaan sama saya," batinnya.
"Seandainya kamu tahu kalau saya mulai suka sama kamu Almira, tapi saya takut kamu menjauhi saya karena trauma kamu dimasalalu," ungkapnya dalam hati.
Sudah cukup lama Fabian mengenal Almira, sejak awal Almira bergabung ke Perusahaan yang dipimpinnya, Almira memang dikenal karena prestasinya dalam bekerja hingga membuat Fabian yang awalnya kagum dan sekarang diam-diam ia mulai mencintai stafnya itu.
Namun disatusisi ia juga merasa kasihan dengan Almira yang harus terpisah dengan tame yang lain karena ulahnya. "Meskipun ini sengaja karena saya pengen sama kamu tapi kalau lihat kamu galau karena terpisah sama temen-temen yang lain saya kasihan juga lihatnya. Tapi niat sebenarnya saya juga mau ngajak David suapaya kita enggak berdua disini tapi ya mau gimana lagi tiba-tiba aja David ada urusan lain," batin Fabian sambil terus menatap kearah Almira.
Almira terlihat menatap kearah jendela, telinganya ia tutup dengan earphone, dan matanya fokus tearah pada novel yang dibacanya. Hal itu membuat Fabian sedikit kepo dengan apa yang sedang dipikirkan oleh Almira.
Hingga akhirnya setelah pesawat mendarat. Almira masih saja terdiam, ia nampaknya masih sedikit kesal dengan Bosnya itu. Tidak ada komplenan apapun yang keluar dari mulutnya, tidak terdengar suara keluhan-keluhan dari dirinya hingga membuat Fabian semakin merasa bersalah. Karena memang ia ingin berduaan bersama dengan Almira tapi suasana yang ia inginkan bukan seperti ini tapi yang ia harapkan adalah keceriaan dari Almira.
Fabian melalu stafnya yang lain sudah memesan sebuah mobil mewah yang akan digunakannya selama satu Minggu di Surabaya. Padahal sudah disediakan sebuah mobil yang tidak kalah mewah oleh perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaan yang dipimpinnya. Namun ia tidak mau, kali ini ia ingin berkendara dengan lebih leluasa tanpa didampingi oleh supir ataupun asisten pribadi yang selau mengikuti langkahnya kemanapun.
Pikirannya melayang saat inget dimana momen pertama dirinya bertemu dengan Almira di kantor. Banyak momen-momen yang dulunya terasa biasa saja namun ketika dingat-ingat sekarang justru terasa sangat manis dan indah. Awalnya ia yang sempat meremehkan Almira hingga ternyata Almira membuktikan prestasinya dengan membuat perusahaan semakin maju. Tentang rencananya untuk menaikan posisi Almira sebagai Direktur Utama di Perusahaannya juga belum sempat Fabian bicarakan dengan Almira tapi ia sudah meminta pendapat David dan tentunya David setuju.
Fabian mulai menepikan mobilnya ketika melihat ada rest area didepan sana. Almira yang sejak tadi juga melamun sontak tersadar mengalihkan kepalanya.