"Almira kamu masih marah sama saya?" tanya Fabian sambil melirik kearah Almira.
Almira terdiam lalu menghela nafas dan menatap wajah tampan Fabian. Ia langsung menggelengkan kepalanya. "Udah enggak cuma ya masih kesel aja si Pak, soalnya kenapa sih bisa-bisanya Pak Fabian misahin aku sama temen-temen lain," ujar Almira.
"Sebenarnya saya juga enggak ada niat bikin kamu kesel gini dan saya juga tadinya emang mau ajak David tapi dia ada tugas lain jadinya batal ikut," ucap Fabian.
"Saya minta maaf," lanjutnya.
"Iya enggak apa-apa kok, Pak," balas Almira.
Lalu ia menatap kembali wajah Almira yang tampak murung padahal ia sudah meminta maaf. "Terus kenapa kamu kayak orang galau gitu? Ingat ya kita kesini itu mau ada urusan kerja sama dengan perusahaan lain jadi mood kamu haru baik karena kita bakalan ketemu petinggi-petinggi penting perusahaan yang cukup besar di Surabaya," jelas Fabian.
Almira langsung terdiam. "Oh iya dari tadi aku diem terus," batinnya.
"Apa emang ada masalah lain yang saya enggak tahu?" tanya Fabian lagi.
"Enggak kok Pak, aku cuma enggak tenang aja ninggalin Medina di rumah sendirian selama satu Minggu kedepan," ucap Almira yang mulai mau menceritakan keluh kesahnya pada Fabian.
"Oh gitu, tapi kamu punya saudara yang deket kan?" tanya Fabian.
"Iya ada sih Pak, tapi aku ngerasa enggak tenang aja," ucap Almira.
Fabian langsung tersenyum lebar sementara itu Almira merasa heran kenapa Fabian bisa-bisanya tersenyum saat ia sendiri kebingungan memikirkan nasib Medina disana tanpa dirinya.
"Pak Fabian kenapa? Kok malah senyum-senyum gitu sih," ucapnya dengan nada yang tampak kesal.
"Kamu itu lucu ya."
"Lucu?"
"Ya iyalah lucu, lagian adik kamu itu udah kuliah dan dia udah besar bisa apa-apa sendiri, tapi kamu memperlakukan adik kamu seolah-olah adik kamu itu masih anak TK."
Dengan refleks Almira tersenyum tipis, bukan pertama kalinya orang seperti Fabian yang berbicara seperti itu karena sudah banyak orang yang menganggap Almira terlalu berlebihan dalam mengkhawatirkan Medina.
"Iya sih Pak, banyak yang bilang kayak gitu. Tapi, gimana ya kadang-kadang kalau Medina udah malam tapi belum pulang aku terus telepon dia suapaya cepet pulang. Dia itu adik aku satu-satunya apalagi setelah Mama meninggal aku ngerasa udah enggak punya siapa-siapa lagi kecuali dia," jelas Almira.
"Iya saya paham, makanannya sekarang kita kan udah sampe di Surabaya. Kamu kalau masih enggak tenang coba telepon aja Medina."
Almira yang sejak tadi terus memegang handphone miliknya tidak sadar hingga ia lupa mengabari adiknya. Ia pun langsung mengirim pesan pada Medina.
"Enggak usah Pak, aku udah kirim pesan aja sama dia kalau aku udah sampai di Surabaya."
Fabian teus menatap kearah sorot mata Almira yang begitu indah, rasa syukur begitu menggema dalam hatinya karena bisa dekat dengan Almira seperti sekarang ini apalagi saat ini Almira sudah tidak sungkan lagi untuk bercerita kepada dirinya, tidak seperti dulu yang terlalu cuek dan kaku.
"Semoga kedepannya kita bisa semakin dekat lagi ya Almira dan maaf sampai saat ini saya masih belum bisa mengungkapkan perasaan saya sama kamu," batinnya.
Saat ini pun didalam mobil suasananya tidak sedingin yang dibayangkan oleh Fabian. Apalagi keberadaan Almira sungguh sangat membuat hatinya bahagia karena kalau di Jakarta dia tidak bisa berduaan dengan Almira seperti saat ini, entah itu tidak ada alasan ataupun ada David yang selalu mengikuti setiap langkahnya ketika ia berniat untuk berduaan dengan Almira.
"Oh iya Pak Fabian, emangnya Pak David itu lagi sibuk banget ya? Sampai-sampai dia enggak bisa ikut kita kesini atau jangan-jangan emang mau nyusul besok?" tanya Almira penasaran karena biasanya Fabian memang selalu berdua jika kemana-mana, ibaratnya mereka berdua adalah paket lengkap dan jika salah seorangnya tidak ada maka akan terlihat dan teras kurang lengkap.
"Bukan sibuk sih cuma ada urusan mendadak aja. Jadi, adik saya mau pulang dari Amerika katanya jadi saya minta David untuk mempersiapkan semuanya," jelas Fabian.
"Oh, jadi Pak Fabian ini punya adik perempuan yang tinggal di luar negri?" tanya Almira sedikit terkejut karena ia mengira jika Fabian adalah anak tunggal.
"Aku kira Pak Fabian itu anak tunggal loh," lanjutnya lagi.
Fabian tersenyum simpul. "Enggak Almira jadi memang saya itu punya adik perempuan yang tinggal di Amerika, keluarga saya memang banyak yang tinggal diluar negri berbeda dengan saya yang lebih nyaman tinggal di Indonesia. Ya, meskipun disana mereka juga ngurusin beberapa cabang perusahaan," jelas Fabian.
Setelah menggobrol seperti itu tiba saatnya Fabian berbicara tentang kinerja Almira yang sangat baik di perusahaan.
"Almira saya itu mau berterimakasih banget loh sama kamu yang selalu semangat dan rajin dalam bekerja hingga kamu bisa membuat perusahaan jadi semakin berkembang pesat," jelas Fabian, sebenarnya sudah saat lama ia ingin mengucapkan terimakasih pada Almira namun ia baru sempat sekarang.
"Iya sama-sama Pak, tapi perusahaan semakin maju dan berkembang bukan karena aku tapi emang Pak Fabian memimpin Perusahaannya juga jago banget. Aku sampai salut karena diusia yang sangat muda, Pak Fabian udah bisa memimpin Perusahaan besar," jawab Almira yang malah balik memberikan pujian pada Fabian.
"Kamu itu bisa aja Almira," ucap Fabian tersenyum.
"Saya rencananya juga mengangkat kamu menjadi Direktur utama di Perusahaan saya kamu bersedia kan?" sambung Fabian.
Lantas Almira langsung menatap cukup tajam kearah Fabian karena ia terkejut dan tidak menyangka. "Apa? Direktur Utama?"
"Iya Direktur Utama," balas Fabian.
"T-tapi Pak, saya kan bekerja di Perusahaan Pak Fabian ini belum cukup lama. Masih banyak Staf yang lain yang udah lama bekerja disitu bahkan ada yang sudah sampai tujuh tahun, jelas mereka jauh lebih berpengalaman dibandingkan aku yang masih belum ada apa-apanya," jelas Almira merendah.
"Almira, jujur awalannya saya juga sempat meremehkan kemampuan kamu di kantor tapi semakin kesini kamu justru menunjukkan semua prestasi kamu di kantor. Kamu juga sering berhasil mendapatkan tender-tender besar, saya rasa Direktur Utama cocok untuk posisi kamu di kantor. Saya mohon kamu mau menerima tawaran saya ini, saya mau kamu ikut membantu saya lebih banyak lagi dalam memajukan Perusahaan," ujar Fabian.
Almira terdiam karena bingung harus menjawab apa, disatu sisi ia sangat senang karena dengan cepat kariernya bisa naik namun disatu sisi lain ia juga masih belum merasa pantas ketika duduk dibangku Direktur Utama.
"Gimana ya?" batin Almira.
Melihat raut wajah Almira yang tampak kebingungan menjawab tawarannya membuat Fabian memakluminya.
"Kalau kamu enggak jawab sekarang juga enggak apa-apa, kamu bisa pikir-pikir lagi," ucap Fabian.
Almira masih juga terdiam sambil menatap wajah Fabian.
Dalam hatinya, Fabian terus berharap agar Almira mau menerima tawarannya itu. Karena jika Almira sudah menjadi Direktur Utama di Perusahaan, ia akan mendapatkan banyak keuntungan. Bukan hanya Perusahaannya akan bertambah maju lagi kedepannya, ia juga pasti akan semakin banyak kesepakatan untuk berduaan dengan Almira karena ruangan mereka juga bisa berdekatan nantinya.
Fabian kembali melanjukan mobilnya. Mereka pergi kesalah satu penginapan mewah yang ada di Surabaya guna meletakan koper dan mengganti pakaian.