Chapter 45 - pedang raksasa

Arth mengeluarkan semua aura sihirnya sehingga tempat itu di kelilingi oleh aura sihir Arth.

"Bagus! Keluarkan semua sihir mu" ujar anubis tersebut sambil terus menyerap aura sihir yang keluar dari tubuh Arth.

Disisi lain, sihir yang dikeluarkan oleh Arth membantu menyembuhkan Erina dan yang lainnya. Dengan begitu, mereka bisa secepatnya sadar.

"Jika kau menginginkan sihir ku. Maka ambilah sihir yang ada di tangan ku" ujar Arth sambil memancarkan sihir ke tangannya.

"Akan ku lakukan dengan senang hati" jawab anubis.

Arth mengumpulkan sihirnya dan di pusatkan pada tangannya agar bisa menyerangnya dengan satu serangan.

"Terima ini!!"

Arth langsung bergerak secepat kilat dan tiba-tiba Arth berada di hadapan anubis tersebut dengan keadaan siap untuk memukulnya.

"Apa? Dia cepat sekali" ujar anubis dengan takjub.

"Aaaaaaa!!" Arth langsung memukulnya dengan sekuat tenaga dan anubis mencoba untuk menyerap sihir yang ada pada tangan Arth. Namun, itu tidak berhasil karena Arth memancarkan sihir pada tangannya terlalu banyak sehingga anubis tersebut kehilangan konsentrasi nya.

"Terima ini!!!"

"Brugg" anubis itu terpukul oleh pukulan sihir Arth. Kemudian Arth menambahkan sihir pada tangannya sehingga anubis itu terlempar sangat jauh. Bahkan, keluar menembus bangunan segitiga tersebut.

Lalu Arth melompat karena rasa dendamnya begitu besar pada anubis. Arth melompat menghampiri anubis sambil meninggalkan sihirnya supaya Erina dan yang lainnya bisa sadarkan diri.

"Uhuk! Kenapa tiba-tiba dia sekuat ini?" Ujar anubis tersebut yang terlempar ke luar.

"Itu karena AKU SANG RAJA IBLIS DARK FLAME" ujar Arth yang tiba-tiba berada di hadapan anubis tersebut.

"Aku tidak peduli" jawab anubis itu dengan lantang.

Mendengar itu. Arth langsung mencekiknya hingga ia berdiri.

"Mata itu?" Anubis langsung keheranan tak percaya ketika ia melihat mata Arth yang berwarna kuning.

"Aku juga akan mengeluarkan semua sihirmu yang telah ku serap dari orang-orang selama ribuan tahun!!" Ujar anubis itu sambil mengeluarkan sihir-sihirnya.

Tiba-tiba cengkraman Arth terlepas karena ada sihir yang menyelimuti tubuh anubis tersebut. Kemudian anubis itu terbang sambil di tutupi oleh asap hitam yang di barengi oleh petir.

"Sihir kau akan ku serap sebagai pengganti apa yang telah kau perbuat" ujar anubis tersebut yang tiba-tiba berubah menjadi patung anubis raksasa.

"Jadi ini bentuk aslimu! Kalau begitu, aku juga akan menunjukkannya pada mu, seberapa banyaknya sihir ku" jawab Arth dengan lantang sambil menggigit tangannya sehingga tangannya berceceran darah. Kemudian Arth merubah darah itu menjadi sebilah pedang legendaris miliknya.

"Kau akan menyesal" ujar anubis tersebut.

"Kau tahu? Pedang ini amat tajam sekali" ujar Arth.

Anubis itu langsung menghampiri Arth dalam kuda-kuda siap untuk menyerangnya. Namun, Arth menebaskan pedangnya dari jarak jauh sehingga pedang itu menciptakan ledakan yang sangat hebat pada anubis. Seketika kaki anubis patah akibat serangan dari tebasan pedang Arth dan anubis itu terjatuh.

**************

Sementara itu, Erina dan yang lainnya kembali sadar dalam keadaan ingat akan sesuatu yang telah terjadi.

"Dimana Arth?" Ujar Erina yang khawatir.

Tiba-tiba mayat-mayat yang di lilit oleh kain-kain bergerak dengan sendirinya. Dan mereka berjalan dengan pincang sambil menghampiri Erina dan yang lainnya. "Jiwa! Jiwa! Jiwa!" Mayat itu terus mengatakannya berkali-kali.

"Kita harus menyerang mereka!" Ujar Siestina sambil memanggil akarnya.

Erina langsung mengeluarkan panah sihir miliknya dan menembakkan panahnya pada mayat itu secara beruntun. Meskipun mayat itu terjatuh dan tertembak, mereka terus bangkit kembali.

"Bagaimana ini? Mereka terus hidup kembali!" Ujar Ginny.

"Terus serang!!" Ujar Siestina sambil berteriak.

*************

"Kau telah mematahkan kaki ku!!!" Ujar anubis dengan marah.

"Akan ku akhiri ini!" Jawab Arth sambil memusatkan sihir pada pedangnya.

"Apa yang akan kau lakukan?" Ujar anubis tersebut dengan penasaran.

Arth menodongkan pedangnya ke langit dan seketika langit di tutupi oleh awan hitam yang banyak sekali petir nya. "Matilah" Arth langsung menodongkan pedangnya ke tanah dan seketika ada pedang yang sangat-sangat besar turun dari langit.

"Sihir macam apa itu?" Ujar anubis yang takjub.

Namun, anubis itu mencoba untuk menahan pedang besar yang jatuh itu. Ia menahannya dengan sekuat tenaga. Akan tetapi, tangannya malah hancur dan pedang itu menindih seluruh tubuhnya. "Boom" ledakan hebat pun terjadi.

***********

Erina terus menembakan panahnya pada mayat tersebut. Namun tiba-tiba mayat itu menghilang karena tidak ada pusat sihir dari anubis. Dan ternyata mereka hidup akibat sihir yang di pancarkan oleh anubis.

"Tak" suara langkah kaki Arth yang turun dari lubang sebelumnya.

"Arth! Apa kamu baik-baik saja?" Ujar Erina yang khawatir.

"Aku baik-baik saja! Bagaimana dengan kalian?" Ujar Arth.

"Kami baik-baik saja tuan" jawab Adis dengan semangat.

"Dimana makhluk tadi?" Ujar Siestina yang penasaran apa yang sudah terjadi.

"Dia berada di luar" jawab Arth.

"Kalau begitu, kita harus cepat-cepat menjauh dari sini" ujar Erina yang ketakutan.

Kami langsung keluar dari bangunan itu dan berlari menjauh dari tempat itu.

"Apa itu?" Ujar Erina yang takjub melihat pedang besar yang menancap di tanah.

"Tidak ada waktu untuk bertanya! Kita harus pergi" jawab Ginny sambil menarik Erina untuk lari.

***************

"Kenapa aku ikut lari? Padahal anubis nya sudah mati" ujar ku yang heran pada diriku sendiri.

"Sudah cukup! Aku tidak tahan untuk lari lagi" ujar Erina yang kelelahan.

"Aku juga" ujar Ginny yang sama-sama kelelahan.

"Lagian kenapa kita lari?" Ujar ku yang langsung berhenti.

"Dasar! Katanya suruh lari" ujar Siestina yang marah pada ku.

"Kapan aku berkata seperti itu?" Jawabku.

*************

"Sementara itu Raka dan Hiuga yang baru sampai di negara api. Mereka tiba-tiba terkejut melihat ada sebilah pedang raksasa yang menindih sebuah patung.

"Apa ini? Apa yang telah terjadi di sini?" Ujar Raka yang keheranan dan takjub.

"Tidak salah lagi! Sepertinya ini pedang milik Arth" jawab Hiuga kepada Raka.

"Ternyata musuh kita sekuat itu. Aku tidak bisa meremehkan nya begitu saja" ujar Raka sambil terkekeh-kekeh. "Kalau begitu, mari kita lakukan Hiuga!"