Cuacanya begitu indah dengan cahaya rembulan yang terang dan ribuan bintang-bintang yang menemani bulan.
"Mereka di mana? Perutku sudah lapar" ujar Adis yang terus mengeluh.
"Itu mereka!" Ujar Siestina sambil melihat pada ku.
Aku dan Erina sampai di perkemahan kami. Ketika kami sampai tiba-tiba Ginny berdiri dan langsung memeluk Erina.
"Kau dari mana saja? Kami khawatir dari tadi" ujar Ginny sambil memeluk Erina.
"Maaf! Aku tadi tersangkut dan terjatuh. Untung ada Arth yang membantu ku" jawab Erina sambil mengelus-elus rambut Ginny.
"Nah, mumpung sudah datang! Aku akan makan duluan" ujar Adis yang langsung mencoba memakan ikannya. "Wah!! Ini luar biasa. Ikannya enak sekali"
"Kau sudah membakarnya. Kalau begitu aku ikut makan"
Kami memakan ikan tersebut dengan cepat, setelah itu kami berbincang dan menghadap ke api unggun. Kami berbincang dengan candaan seperti menceritakan kejadian tadi siang. Walaupun aku di malu-maluin, akan tetapi aku menceritakan kepada mereka bahwa itu salah paham.
Kami tertawa dengan riang. Dan itu membuat Erina semakin terhibur dan mengetahui apa arti dari pertemanan. Kemudian Erina memikirkan kata-kata dari ku tadi. "Jika Arth berkata biarkan waktu yang menjawab, berarti aku belum di tolak dan belum diterima. Kalau begitu, aku akan membuat Arth tertarik pada ku dan akan membuat nya menerima isi hati ku. Hehe"
"Erina! Kenapa kau tersenyum-senyum sendiri?" Ujar ku yang heran melihat Erina ketawa sendiri.
"Eh! Tidak-tidak. Tidak ada apa-apa kok!" Jawabnya dengan gugup.
************
Orba membuat rencana untuk menyerang Dewi Siestina dan yang lainnya. Dia berencana untuk mengutus orang yang pintar dalam hal itu yaitu Raka, sang dewa dengan taktik uniknya. Dia terkenal akan kelicikan dan kekejiannya.
"Kekuatan Siestina bukan masalah bagi ku, akan tetapi ada bocah itu yang menganggu ku. Jadi aku harus memanggil Raka untuk mengurusi hal ini" ujar Orba di dalam hatinya.
*********
Keesokan harinya kami bersiap-siap untuk kembali melanjutkan perjalanan menuju barat. Kami ingin segera sampai di pulau kura-kura walaupun kami tidak tahu apa kami akan di terima oleh suku-suku yang ada di sana.
Aku langsung membawa tombak ku dan di kaitkan di punggungku. "Ayo! Kita harus pergi sekarang"
Kami mulai meninggalkan tempat itu. Kami juga membawa banyak persediaan air dari danau, walaupun kami membawakan secara terbatas. Akan tetapi itu akan membantu kami.
Kami berjalan cukup jauh di padang pasir yang tandus, tidak ada apa-apa sepanjang mata memandang, cuman ada pasir yang tandus dan kering.
"Panas sekali disini" ujar Ginny sambil mengipas-gipas tangannya.
"Seluas apa Padang pasir yang tandus ini?" Ujar ku yang merasa bosan.
Kami berjalan dalam keadaan kepanasan. Tiba-tiba aku merasa bahwa kaki ku mulai tenggelam ke dalam pasir secara perlahan-lahan.
"Tunggu! Kaki kita terkubur oleh pasir" ujar Erina yang juga menyadarinya.
Tiba-tiba ada sebuah lubang besar yang berada di depan kami dan pasir-pasir mulai tersedot ke lubang itu secara besar-besaran, termasuk pasir yang menutupi kaki kami.
"Sial! Kita terkena sihir pasir hisap" ujar Siestina.
"Ternyata ada sihir semacam itu? Terus apa yang harus kita lakukan agar tidak terbawa juga" ujar Ginny yang mulai panik.
"Jangan banyak bergerak Ginny. Itu malah mempercepat mu masuk ke inti pasir hisap" ujar ku memberikan saran pada Ginny.
"Setahu aku! Sihir pasir hisap di kendalikan oleh iblis yang ada di bawah pasir yang kita injak dan setahu aku iblis itu pasti bersembunyi di bagian intinya" ujar Siestina "kalau keluar dari sini itu hal yang mudah bagiku" tiba-tiba Siestina mengeluarkan akar besar yang muncul dari bawah sehingga akar itu mendorong kami ke tempat yang tidak terjangkau oleh pasir hisap.
"Bagus!" Ujar Adis yang semangat.
"Jika itu memang sihir pasir hisap, berarti ada yang mengendalikannya" ujar ku untuk memastikannya.
"Seperti yang ku bilang sebelumnya. Orang yang mengendalikannya bersembunyi di bawah inti pasir hisap" ujar Siestina kepada ku.
"Jika begitu. Berarti mustahil manusia yang melakukannya. Baiklah, aku akan mencobanya" aku langsung memegang tombak ku dan langsung melemparkannya ke bagian inti dari pasir hisap tersebut sehingga tombak ku menancap masuk ke dalam pasir hisap.
"Tidak terjadi apapun"
Tiba-tiba kami merasakan sebuah getaran dari pasir yang kami injak. Pasir hisap juga berubah menjadi pasir biasa.
"Apakah itu artinya yang mengendalikan pasir itu sudah mati?"
Tiba-tiba sebuah ledakan di pasir itu sehingga pasir-pasir yang ada di sana pada berterbangan.
"Apa itu?"
Tiba-tiba keluar kalajengking besar dari bawah tanah setelah ledakan terjadi. Dan kami melihat bahwa tombak aku ada tertancap di atas kepala kalajengking itu.
"Arth! Kau membuatnya marah" ujar Siestina yang sambil mengejek ku.
"Lagian kalajengking itu mempunyai niat untuk membunuh kita. Apa susahnya tinggal aku hancurkan pakai tombak ku" ujar ku sambil mengeluarkan energi sihir ku.
Aku mengeluarkan sihir ku dan di pancarkan ke tombak yang tertancap di kepala kalajengking tersebut. "Meledak lah" tiba-tiba tombak ku meledak dengan hebat sehingga tempat itu seketika hancur dan begitu banyak angin yang disertai pasir akibat erosi dari ledakan tersebut.
Aku langsung memanggil tombak ku kembali.
"Satu masalah sudah selesai. Ayo kita lanjutkan" ujar ku.
"Tunggu! Ada seseorang disana" ujar Siestina sambil menunjuk ke arah yang dia maksud.
Aku melihat seseorang di atas batu yang sedang memerhatikan kami. namun, aku tidak bisa melihatnya dengan jelas dan aku tidak yakin bahwa itu manusia karena seseorang tersebut memiliki aura sihir hitam yang sangat besar.
"Siapa dia sebenarnya? Kenapa dia memerhatikan kita" ujar Erina.
Tiba-tiba ia pergi menjauh dari kami.
"Apa dia punya rencana jahat pada kita?" Ujar Ginny yang ketakutan.
"Ku kira bukan! Karena dia pergi tanpa melakukan apapun kepada kita" jawabku dengan niat menghibur dirinya. "Kalau begitu! Mending kita melanjutkan kembali perjalanan kita"
************
"Aku akan membunuhmu! Dan membawa semua energi sihir mu" ujar seseorang yang memperhatikan Arth dan yang lainnya.
************
"Ini waktu yang tepat untuk membuat topik bersama Arth" ujar Erina di dalam hatinya. Dan itu kesempatan bagi Erina karena Arth berada di sampingnya sedangkan yang lainnya berada di depan mereka.