Tiga hari kemudian, Nian memulai pekerjaan sebagai seorang manajer.
Hari ini, Nian pergi ke sebuah perumahan kumuh yang terletak di ujung kota A, tempat dimana orang-orang miskin dan terlantar tinggal. Tujuannya tidak lain, untuk menjemput calon artisnya sendiri.
Sebelumnya, Nian kesulitan untuk menemukan calon artisnya dengan jangka waktu tiga hari yang diberikan oleh Zeran, oleh karena itu dia meminta bantuan teman satu Klannya dan akhirnya mendapatkan kandidatnya di ujung kota ini.
Nian lalu sampai ke sebuah rumah yang atapnya hampir runtuh, terdengar suara ribut-ribut dari dalam, "Aku sudah memberimu tenggat waktu yang panjang, dan kau masih belum bisa membayar utangmu?!"
"To—Tolong beri kami waktu lagi, mi—minggu depan akan kami lunasi," ucap suara terdengar dari balik pintu.
"Kalau kau tidak bisa membayarnya, biarkan putrimu saja yang membayarnya, dia akan ikut dengan kami dan akan kami kembalikan setelah kami puas bermain dengannya."
"Tidak, kalian tidak boleh membawa putriku !"
Nian yang semakin penasaran dengan apa yang terjadi di dalam, langsung membuka pintu begitu saja, terlihatlah beberapa pria kekar sedang menarik tangan seorang gadis muda dan seorang ibu yang sedang menahan anaknya di bawa pergi. Tentu semua orang yang ada di situ kaget melihat sosok Nian.
"Siapa kau !?" tanya para preman itu.
Meski begitu, Nian mengabaikannya dan langsung berbicara pada anak gadis itu, "Apa kau sepupunya Ming Xina?" tanya Nian.
"I—Iya, dia sepupuku," jawab gadis itu.
"Aku ke sini datang untuk menjemputmu dan ibumu."
"Hey ! beraninya kau mengabaikanku, kau bosan hidup ya?!" preman berdarah tinggi itu, dia pun hendak menangkap Nian, tapi dengan kemampuan bela diri Nian yang di atas rata-rata, cukup dengan satu tangan sudah cukup untuk mengalahkan Preman-preman pasar seperti mereka, dan dalam sekejap, preman-preman itu sudah terbaring tak berdaya di atas tanah, Nian lalu mengeluarkan sebuah cek bernilai 200 juta dan melemparnya ke wajah para preman itu. "Ambil sisanya dan jangan pernah menampakkan wajah kalian lagi."
Gadis malang dan ibunya itu terbingung-bingung dengan sosok Nian yang tiba-tiba datang membantunya, "Ka—Kakak, siapa kau ini?"
"Tak perlu memanggilku kakak, umur kita hanya beda satu tahun. Namaku Nian, aku temannya Xina, dan tujuanku datang kemari adalah untuk menjemputmu menjadi artisku," ucap Nian tersenyum.
"A—Artis," ucap gadis itu setengah terkejut.
"Aku dengar dari Xina, kau pandai berakting dan juga bernyanyi."
Gadis itu lalu memasang ekspresi murung seperti sedang mengingat sesuatu. "I—Itu adalah masa lalu, aku tidak tahu dengan kemampuanku yang sekarang."
Dari informasi yang kudapat dari Xina, sepupunya ini adalah seorang pemain drama nomor satu di sekolahnya, saking hebatnya, teman-temannya memberikan julukan Drama Queen padanya.
"Namamu, Ming Eri, bukan?"
"B—Benar."
"Sekarang lihatlah kondisi Ibumu, dari yang kulihat, dia menderita beberapa penyakit yang harus segara diobati, apa kau ... tak ingin mengubah hidupmu, apa kau ingin tetap hidup di tempat seperti ini, hidup di antara orang-orang berbahaya seperti mereka ini," ucap Nian sembari menginjak punggung salah seorang preman yang berbaring di tanah.
"Tidak ! tentu saja tidak !" jawab Eri cepat, "a—aku juga ingin mengubah hidupku. Memberikan yang terbaik untuk ibuku, tapi, a—aku masih belum yakin kalau orang seperti diriku ini mampu...," ucapnya murung.
"Kau tak perlu menjadi mampu untuk melakukan sesuatu. Pada awalnya, tidak ada orang yang mampu di dunia ini dalam melakukan hal apapun, tapi mereka menjad mampu karena mereka belajar, mereka bekerja, mereka mencoba, oleh karena itu, alasanmu mengatakan dirimu tidak mampu itu terdengar aneh di telingaku."
Nian lalu berjalan mendekati Eri lalu mengulurkan tangannya ke depan, "Sekarang, aku ingin mendengar jawabanmu, bukan jawaban mampu atau tidak, tapi jawaban mau atau tidak."
Eri lalu memandang lurus ke arah Nian, dia lalu mengambil nafas panjang dan menghembuskannya cepat, dan tiba-tiba dia langsung mengambil tangan Nian yang menggantung itu dan berkata, "Aku berjanji akan mencoba, dan mulai dari saat ini, akan kubuat kehidupanku jadi lebih baik lagi dan menciptakan tempat yang layak untuk ibuku."
Setelah mengeluarkan kata-kata indah itu, Eri langsung berbalik dan memeluk ibunya erat, mereka berdua pun menangis karena sekarang mereka berdua bisa melihat masa depan mereka berubah. Nian hanya memandangi momen haru itu dengan tersenyum tipis. Aku ... sedikit iri.
......
Nian yang kembali melapor kepada Zeran, kembali dibuat kesal oleh tingkah Zeran yang seenaknya.
Brakkkk ! Nian kembali memukul meja.
"Zeran ! apa maksudnya ini?"
"Kau sangat suka memukul meja ya?"
"Kau yang memberiku kebebasan untuk mencari artisku sendiri, dan aku pun mencarinya. Tapi kenapa sekarang kau mengatakan kalau kau sudah menemukan artis untukku !" ucap Nian sembari menunjuk ke arah gadis cantik berpenampilan stylis ala model yang tengah duduk dengan santai di dalam ruangan Zeran itu.
Gadis stylis itu kemudian bangkit dan berjalan ke samping Zeran sembari menatap Nian dengan tajam. "Hey gadis kampung, berhenti berteriak begitu pada kakak Zeran, bicaralah yang baik, apa kau tak pernah diajari untuk sopan pada atasan?"
Mendengar dirinya diceramahi membuat Nian makin kesal.
"Dia ini keponakan temanku, temanku memintaku untuk membimbingnya menjadi seorang artis, namanya Ghea."
Ghea, kenapa wajahnya tak asing ya...
"Lalu sekarang bagaimana, aku sudah menemukan artisku sendiri, jadi kau bisa carikan manajer lain untuk Ghea."
"Hmmm, soal itu, aku ingin kau yang menjadi manajernya," ucap Zeran.
"Huh?! Kau gila, bagaimana aku bisa fokus memanage dua artis sekaligus?!" ucap Nian kesal.
"Aku percaya kau bisa. Aku akan mengatur jadwal mereka berdua agar sesuai dan tak bertentangan, bagaimana?"
Nian akhirnya menyerah dengan sikap pemaksa Zeran, "Ahh, baiklah, terserah kau saja, tapi urusan mengatur jadwal kau yang pegang," ucap Nian masih dengan nada kesal, dia tak ingin berdebat terlalu jauh karena dia tahu dia takkan bisa mengalahkan sifat keras kepala Zeran.
"Baik baik, serahkan padaku, kelinci kecilku."
"Siapa yang kelinci kecil?!" ucap Nian menarik tangan Eri keluar dari kantor Zeran.
"Paman Zeran, bisakah kita makan malam berdua nanti?" ucap Ghea malu-malu.
"Tentu, kita akan makan malam di restoran terkenal."
Ghea tak berubah sedikitpun, meskipun bertahun-tahun telah berlalu, dia selalu seperti anak manja padaku. Zeran tersenyum sembari mengelus pelan kepala Ghea.
Ghea hanya tersenyum-senyum sendiri diperlakukan seperti itu. Sudah kuduga, meminta bantuan Paman Yi untuk mendekati Paman Zeran adalah pilihan yang tepat. Sekarang, aku bisa mendekat Paman Zeran hingga suatu saat nanti aku bisa mengambil hatinya.
.....
Di luar ruangan, Nian berjalan dengan wajah lemas bersama dengan Eri. Eri yang melihat Nian yang lemas merasa khawatir. "K—Kak Nian, a—apa kehadiranku membuat masalah?"
"Tidak tidak," jawab Nian cepat, "bukan kau yang salah, melainkan si brengsek Zeran itu. Kau tak perlu khawatir, aku sudah janji padamu akan menjadikanmu artis terbaik, dan janji itu pasti akan kutepati."
"Be—Begitu ya ... ta—tapi kurasa, President Zeran tak bermaksud buruk, da—dan dia terlihat seperti orang baik," ucap Eri dengan wajah sedikit tersipu.
"Apa kau menyukainya?" tanya Nian dengan wajah datar.
"Ti—Tidak, tentu tidak, bagaimana mungkin orang sepertiku layak?!" jawab Eri cepat.
Nian hanya memandang Eri yang tersipu-sipu dengan wajah datar. Sudah jelas dia menyukainya. Mengatakan laki-laki itu orang baik!? Ughhh dia lebih pantas disebut reinkarnasi iblis. Kau belum melihat wujud aslinya makanya kau bisa berpikir begitu. Kalau berbicara tentang orang baik, sudah pasti 'dia' lah yang terbaik.
"Berhenti berkhayal. Ayo, aku akan mengantarkanmu dan ibumu ke rumah singgah milikku," ucap Nian.
"Baik, te—terima kasih."
.....
Setelah semua yang terjadi hari ini, Nian pun pulang ke rumah. Saat dia membuka pintu, sosok Yunfei yang mengenakan celemek telah siap menunggunya di dapur sembari membawa dua piring makanan yang baru saja selesai dia masak. "Ah, Nian kau sudah pulang. Aku memasakanmu daging untuk memulihkan energimu. Tapi aku tidak tahu kau suka daging ayam atau sapi, jadi aku memasak keduanya. Jika kau tidak suka salah satu, kau boleh tidak memakannya," ucap Yunfei tersenyum.
Disambut seperti itu oleh calon suaminya, membuat Nian tersenyum-senyum sendiri. Benar, satu-satunya orang terbaik adalah Yunfei. Dia tak pernah memaksaku akan pilihan yang dia buat. Dia benar-benar lelaki idamanku.
"Aku akan makan semuanya !" jawab Nian bersemangat.