Panti Asuhan Gagak, sebuah panti asuhan kecil yang berdiri tak jauh dari rumah keluarga Fu. Di sinilah Nian sering menghabiskan waktunya sewaktu dia masih kecil, bermain dengan anak-anak panti seolah dia adalah bagian dari panti tersebut. Dari banyaknya teman Nian di sana, Nian memiliki seorang yang sangat dekatnya, seorang anak laki-laki pemalu yang selalu mengikuti kemana pun Nian pergi, namanya Ivan.
Di bawah pohon apel yang rindang, Ivan dan Nian bermain bersama membangun kastil dari pasir sembari bernyanyi dengan riang, namun Ivan masih tidak bisa melepaskan wajah gelisahnya karena dia memikirkan posisi Nian. "Nian, a—apa kau tak apa bermain bersamaku dan mengabaikan temanmu yang lain, a—apa kau tidak takut mereka nanti marah padamu?"
"Ivan, kenapa kau selalu berpikir negatif? Teman-teman yang lain bukanlah seburuk pikiranmu, mereka sangat baik, kau juga harus mencoba akrab dengan mereka."
"Be—Benarkah, tapi aku pernah dengar dari yang lain, ka—kalau mereka sering membicarakan hal buruk tentangku di belakang," ucap Ivan terlihat ragu.
Nian mengusap pasir yang ada di wajahnya lalu berkata dengan wajah penuh percaya diri, "Jangan mudah terpengaruh dengan perkataan orang lain, kau harus memastikannya sendiri baru berbicara, itulah yang bibiku ajarkan padaku."
"Be—Begitu ya, kalau begitu, mulai sekarang aku akan mendengarkan perkataanmu Nian."
"Bagus, mulai sekarang, kau adalah temanku dan aku adalah temanmu, dan teman-temanku juga adalah temanmu," jawab Nian.
Ivan hanya tersenyum mendengar perkataan Nian itu, tak peduli di manapun dan kapanpun, Ivan akan selalu tersenyum setiap berada di sekitar Nian. Namun itu semua berubah, ketika Oliv ikut bermain di panti itu. Senyuman yang dulunya biasa selalu menghiasi wajah Ivan, berubah menjadi tatapan dingin yang tajam kepada siapapun, dan itu ... bertahan sampai sekarang.
.....
Nian hanya bisa menatap sahabat lamanya itu dengan tatapan sayu karena telah lama sekali dia tak pernah melihat wajahnya yang bisa dibilang tampan itu. Ivan sekarang sudah setinggi ini, padahal dulu, pohon apel itu seperti pohon kelapa baginya.... tatapan matanya, sekarang sudah benar-benar berbeda, Ivan yang dulunya aku kenal, sudah tak ada lagi, aku hanyalah orang asing baginya sekarang.
Ivan pun berjalan mendekati Nian tanpa menunjukan ekspresi apapun selain ekspresi kebencian terhadap Nian, "Nian ! kenapa kau datang ke sini?" tanya Ivan kasar.
Nian tak menjawab apapun selain mengabaikan Nian dan terus berjalan ke arah Hana. Dia tak ingin berdebat dengan Ivan karena dia tahu itu tak ada gunanya. Terlebih, dia masih berada di panti, dia tak ingin menakuti anak-anak terutama guru Lee.
"Nian ! kau adalah wanita yang buruk !" teriak Ivan sekali lagi.
Karena mulai kesal dipanggil begitu di depan putrinya, Nian pun tidak bisa menahan kekesalannya yang telah meluap-luap, dan akhirnya, meskipun enggan, dia pun meladeni Ivan. "Itu bukan urusanmu, kenapa kau repot-repot mengurus kemana aku melangkah," jawab Nian sinis.
"Kau ! kau benar-benar berubah, kau telah menjadi wanita yang kasar. Apa jangan-jangan, kau ke sini ingin menghancurkan panti ini?"
Mendengar dirinya dituduh seperti itu, tentu membuat darah Nian naik, dia langsung berbalik dan memegang kerah kemeja Ivan dengan kasar. "Dengarkan aku, aku tidak berniat merusak apapun, justru aku ingin membantu panti ini agar bisa terus berdiri. Dan aku tak ingin ada hubungan apapun denganmu lagi, jadi, jaga mulutmu baik-baik, Ivan."
Ivan dengan cepat menepis tangan Nian, lalu kembali memandangnya dengan dingin dan tajam sembari membenarkan bajunya yang sedikit kusut. "Kau membantu? Orang kasar dan pembohong sepertimu? Kau hanyalah lelucon Nian. Akulah yang membantu panti asuhan ini sampai sekarang, jika bukan karena aku, panti asuhan ini takkan berdiri seperti ini," ucap Ivan dengan nada sombong.
Nian hanya bisa menepuk kepalanya sendiri sambil menghela nafasnya karena melihat kebodohan teman masa kecilnya itu. "Kau menyebut bantuanmu solusi? Lalu kenapa sekarang mereka semakin menderita, kenapa bu guru Lee harus sampai menangis karena semua ini, pernahkan kau mengerti akan hal itu?"
"Menderita? Anak-anak di panti selalu tampak bahagia setiap kali aku datang, kau memang sangat pandai berbohong Nian, sama seperti saat kau masih kecil, kau tak berubah sedikitpun."
Apa yang kau lihat hanya dari permukaan saja Ivan, tapi jika kau melihat dari dalam panti ini, sesungguhnya mereka sedang benar-benar menderita sekarang, hanya saja, mereka sangat baik dalam menutupi penderitaan mereka itu dengan senyuman. Nian kembali menghela nafas karena sikap Ivan yang mulai benar-benar terlihat seperti orang bodoh. Dia tak lagi memperdulikan Ivan dan hendak pergi.
"Mami, siapa orang ini?" tanya Hana yang datang menghampiri maminya. Sontak, Ivan terkejut melihat sosok putri Nian tersebut, dia benar-benar tak menyangka, Nian yang pernah dia kenal sekarang sudah memiliki seorang putri. Saat itu juga, entah apa yang merasuki Ivan, dia terlihat sangat marah mengetahui fakta tersebut, dan dalam kekesalannya itu, Ivan berjalan dengan tergesa-gesa menuju Nian dan langsung memegang pundaknya dengan kasar.
"Nian, siapa anak ini!? kenapa dia memanggilmu Mami? Apa kau benar-benar ibunya?!" teriak Ivan di depan wajah Nian. Pertanyaan Ivan yang bertubi-tubi membuat Nian kebingungan. Cengkraman tangan Ivan membuat Nian sedikit kesakitan.
"Apa urusannya dengamu!?" jawab Nian kembali dengan nada yang lebih tinggi, "Kita tak punya hubungan apa-apa, kenapa urusanku menjadi urusanmu?"
"Kau !" Ivan mulai sadar kalau perkataan Nian ada benarnya.
Aku sendiri tidak mengerti, aku sangat membenci Nian karena dia adalah seorang pembohong, tapi hatiku tiba-tiba jadi perih ketika mengetahui dia telah memiliki putri. Ivan kembali mengencangkan tangannya di pundak Nian.
"Cepat katakan, siapa ayah anak itu?!" ucap Ivan semakin memaksa.
Nian yang pundaknya mulai kesakitan, hendak melepaskan tangan Ivan dengan paksa, namun, tepat sebelum itu terjadi, sebuah tangan lainnya mendarat di atas tangan Ivan, menarik tangan Ivan lalu mendorongnya agar mundur, kemudian, pemilik tangan itu berkata, "Aku adalah ayah dari anak itu," ucap orang itu sembari tersenyum menatap Ivan.
Nian sendiri pun terkaget-kaget karena tiba-tiba saja, Zeran bisa muncul di hadapannya. Zeran tak membuang kessempatan itu, dia langsung memeluk perut Nian sembari menatap ke arah Ivan sambil tersenyum menang.
"Zeran..."
"Nian, apa benar yang di katakan orang ini!?"
Nian tak punya pilihan lain selain ikut dalam drama yang baru saja dibuat Zeran, karena Nian sadar kalau anak-anak panti yang lain mulai takut karena pertengkaran antara dirinya dan juga Ivan, jadi dia berniat menyelesaikan perselisihan ini secepatnya.
"Benar, dia adalah ayah dari putriku, dia adalah suamiku."
Dipanggil suami, membuat Zeran sedikit tersipu dan tersenyum, dia pun mengeratkan pelukannya di perut Nian. Nian yang diperlakukan seperti itu tentu saja merasa kesal dan ingin sekali memukul Zeran, hanya saja dia menahan kekesalannya itu dengan sesekali menyubit perut Zeran diam-diam.
Ivan semakin di buat kesal dengan kehadiran Zeran, dia hanya terus menatap Nian dan Zeran dengan tatapan dingin nan tajam. Jadi dia orang yang sudah menodai Nian dan membuatnya melahirkan anak sialan ini?!
Ivan pun tampak seperti ingin memulai perkelahian dengan Zeran, namun Nian segera maju dan menghentikannya. "Ivan hentikan, kau menakuti anak-anak yang lain."
Saat sadar tingkahnya itu menakuti anak-anak panti, dia lalu mengurungkan niatnya untuk menyerang Zeran. Dia lalu mencoba keras untuk menenangkan dirinya.
Nian menghembuskan nafas lega. Syukurlah dia dapat menahan diri, sehingga tak terjadi perkelahian di panti ini. Aku harus cepat-cepat pergi dari sini, sebelum bu guru Lee sadar apa yang baru terjadi.
"Ayo kita pergi." Nian menggendong Hana pergi sembari menarik tangan Zeran untuk mengajaknya pergi, melewati Ivan yang hanya bisa terdiam melihat teman masa kecilnya itu pergi sembari menggandeng tangan pria lain.
Bu guru Lee yang dari tadi mengintip dari jendela pun keluar dan menghampiri Ivan. "Aku penasaran, apa yang terjadi di antara kalian, padahal sewaktu kalian kecil, kalian begitu akrab layaknya keluarga."
Jangankan bu guru, aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi padaku. Kenapa aku merasa sangat kehilangan saat melihat Nian pergi seperti tadi. Padahal, aku sudah jelas-jelas tahu, kalau dia adalah wanita terburuk, pembohong dan suka mencuri. Ivan menggeramkan tangannya keras untuk menahan kekesalan di dalam hatinya, namun jauh di dalam itu, dia benar-benar merasakan sesuatu yang kosong di dalam hatinya kian membesar, entah apa itu, dia sendiripun tak dapat menjelaskannya.
"Sudahlah ayo masuk, aku akan membuatkan teh untukmu," ucap bu guru Lee.
....
Nian yang hendak masuk ke dalam mobil Zeran pun berpikir. Aku tidak menyangka aku akan bertemu seorang kenalan saat aku sedang keluar bersama Hana. Meski begitu, aku tidak perlu khawatir jika Ivan menyebarkan berita kalau aku sudah punya anak, faktanya, aku dan Hana telah lama berdiskusi untuk tidak mendaftarkan dirinya di kartu anggota keluarga, dan menganggapnya hanya sebagai anak angkat, itu semua dilakukan untuk mencegah musuh-musuhku menargetkan Hana nantinya.