Chereads / Rahasia Pernikahan Zahra / Chapter 18 - Tak Bisa Mengantar

Chapter 18 - Tak Bisa Mengantar

"Ada apa Pak?" daniel yang melihat wajah Arya yang berubah pun bertanya. Pemuda tampan itu hanya menggeleng, ekspresi yang ditunjukkan oleh Arya mengundang kecurigaan sang asisten pribadinya. Daniel bisa melihat Zahra yang tiba-tiba salah tingkah. Wanita menggenggam kedua tangannya sambil menatap ke arah yang tidak jelas.

"Bagaimana? Apakah kamu sudah menyelesaikan registrasinya?" Tanya Arya.

"Sudah, Pak!" Jawab pria itu.

"Baiklah, Ayo kita pulang!" Ajak pemuda tampan tersebut. Mereka bertiga meninggalkan kampus itu untuk kembali pulang ke rumah. Di dalam mobil wanita tersebut mencoba menyembunyikan wajahnya. Dia bahkan tidak memiliki keberanian untuk menatap wajah suaminya. Yang bisa dia lakukan untuk saat ini hanyalah menghindar. Semua itu terjadi karena dia sudah melakukan sesuatu yang memalukan.

Arya juga melakukan hal yang sama, dia bahkan tak berkata apapun meski sesekali dia terus mencoba melirik istrinya. Sementara Daniel terus memperhatikan tingkah laku pasangan suami istri itu. Daniel mencurigai bahwa telah terjadi sesuatu diantara keduanya. Tindakan kedua orang itu begitu mencurigakan karena itulah daniel merasa ada sesuatu yang tidak beres diantara keduanya. Pria itu tidak tahu apakah kecurigaannya kuat atau tidak namun dia bisa memastikan bahwa ada sesuatu yang baru saja terjadi.

Mereka tiba di sebuah rumah besar dan segera keduanya turun dari dalam mobil sementara itu Daniel pergi meninggalkan itu untuk kembali ke rumahnya. Mereka berdua tidak menyadari jika seorang wanita paruh baya sedang menatap mereka dengan sangat marah. Wanita itu berdiri di balkon rumah besar tersebut. Dia tidak bisa menahan emosi yang ada di dalam dirinya akibat ulah dari pasangan suami istri itu. Dia sudah berusaha keras untuk menyiksa menantunya tersebut tetapi lagi-lagi Arya mencoba menyelamatkannya.

***

Pagi itu mereka kembali berkumpul di ruangan makan untuk menikmati sarapan bersama seperti biasa. Zahra juga duduk di sisi suaminya tetapi kali ini penampilannya sudah berbeda karena dia akan mulai mengikuti studinya. Wanita paruh baya yang ada di hadapannya masih terlihat kesal, Zahra bahkan tidak memiliki kemampuan untuk menatap wajah wanita paruh baya itu.

"Pa, aku sudah menemukan universitas untuk Zahra!" Arya memberitahukan kepada sang ayah tentang perkembangan pendidikan istrinya.

"Uhuk.. huk...." wanita paruh baya yang duduk di sebelah itu terbatuk mendengar penuturan dari Arya.

"Kenapa ma?" tanya suaminya.

"Tidak, aku baik-baik saja pa," jawabnya. Arya menatap wanita paruh baya itu, dia menatapnya dengan penuh kecurigaan karena tindakan yang ditunjukkan oleh wanita paruh baya tersebut benar-benar berbeda.

"Apakah itu benar Arya? Syukurlah kalau begitu," jawab pria paruh baya itu.

"Hari ini dia akan mulai sekolah di sana," lanjut Arya.

Wanita paruh baya itu kembali terbatuk. Dia bahkan tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk menyiksa Zahra dan memberikannya hukuman atas tindakannya yang semakin berani. Wanita paruh baya itu mencoba berpikir keras untuk bisa menghentikan rencana mereka menyekolahkan Zahra. Dia harus bisa menyiksa wanita itu. Namun sepertinya keinginan wanita paruh baya tersebut tidak bisa terwujud dengan mudah.

"Apakah kamu yakin akan membiarkannya mengikuti perkuliahan?" tanya sang ibu.

"Tentu saja Ma, bukankah papa sendiri yang menginginkannya," jawab Arya.

"Tetapi, bukankah itu melanggar kebiasaan dan adab dari keluarga kita. Apa yang akan dikatakan oleh orang-orang nantinya tentang menantu yang melanjutkan pendidikan. Bukankah seharusnya dia belajar menjadi ibu rumah tangga yang baik agar dia bisa mengurus kamu?" ucap wanita paruh baya itu.

"Kenapa kamu membahasnya sekarang? Aku sudah memutuskannya. Tidak ada yang boleh membantah!" tegas sang ayah. Wanita paruh baya itu hanya bisa diam dan menundukkan kepalanya. Dia harus bisa mencari cara lain untuk menghancurkan Zahra. Tidak tahu apa sebenarnya yang diinginkan oleh wanita paruh baya tersebut sehingga dia terus berusaha untuk menyakiti Zahra. Seakan-akan Dia memiliki dendam dengan wanita itu.

Zahra juga hanya bisa menundukkan kepala. Bisa melanjutkan sekolah adalah cita-citanya dan setidaknya salah satu impiannya bisa terwujud. Tetapi ada niat lain yang bersembunyi di dalam hati Zahra. Dia ingin menemukan keberadaan sang Ibu dan juga ayahnya jika memang kedua orang tuanya itu masih hidup dan dia juga ingin mengetahui rahasia dibalik kebakaran rumahnya dan juga rahasia di balik pernikahannya.

Zahra merasa ketakutan saat menatap wajah Ibu mertuanya. Tetapi dia mencoba memberanikan diri dan menguatkan dirinya sendiri agar dia mampu menghadapi semuanya dengan hati tenang dan damai. Dia terus mencoba beristighfar di dalam hati. Karena hanya itulah kekuatan yang dimilikinya saat ini.

Ponsel Arya berdering, pemuda tampan itu menerima panggilan telepon Yang sepertinya penting.

"Ya, katakan," ucap Arya membuka pembicaraan.

"Baik, Aku akan segera ke sana!" jawabnya kemudian setelah itu dia menutup panggilan telepon tersebut. Pemmbicaraan itu membuat Zahra ketakutan, jika Arya pergi tanpa mengantar dirinya maka masalah besar akan menimpanya. Zahra tidak tahu bagaimana dia harus menghindar dari sang ibu mertua.

Setelah menutup telepon barulah Arya menyadari bahwa dia harus mengantar Zahra berangkat ke sekolahnya. Pemuda tampan itu sedikit bingung menghadapi masalah mereka.

"Pergilah, biarkan Papa yang mengantar istrimu!" sang ayah berkata kepada putranya saat melihat kepanikan dan kecemasan yang tampak menghiasi wajah putranya tersebut. Arya menatap wajah sang ayah dengan ragu-ragu. Kemudian ayahnya menganggukkan kepala memberikan keyakinan bahwa kepada Sang putra bahwa dia pasti akan mengantarkan istrinya dengan baik. Keadaan benar-benar sangat genting karena itulah Arya harus pergi. Meski dia ragu dia tetap meninggalkan Zahra di sana. Wanita paruh baya itu tersenyum karena akhirnya dia mendapatkan kesempatan untuk melakukan sesuatu kepada Zahra.

"Pa, apakah Papa yakin Papa bisa mengantarkan Zahra? Bagaimana jika aku saja yang mengantarkannya? Bukankah aku juga adalah ibunya?" wanita paruh baya itu memberikan tawaran. Suaminya terlihat tersenyum mendengar tawaran dari istrinya. Tanpa berpikir panjang dia langsung setuju dengan tawaran itu meski tawaran itu sesungguhnya membuat Zahra ketakutan luar biasa.

"Zahra, Mama akan mengantarkan kamu ke kampus. Papa ada rapat penting, kamu baik-baik ya!" pamit pria paruh baya itu kemudian pergi meninggalkan Zahra yang berdiri dengan tubuh gemetar. Wanita paruh baya itu melambaikan tangannya melepaskan kepergian suaminya dengan bahagia. Setelah mobil menghilang dari pandangan, wanita paruh baya tersebut menarik tubuh Zahra dari teras rumah mereka kemudian membantingnya dengan sangat keras.

"Dari mana kamu mendapatkan keberanian begitu besar? Kamu tidak takut aku melakukan sesuatu yang buruk kepada ibumu?" wanita paruh baya itu berkata dengan penuh ancaman.

"Maaf! Maafkan saya nyonya! Tetapi Apa yang bisa saya lakukan?" ucap Zahra mulai bersandiwara. Dia harus bisa menaklukkan wanita paruh baya itu jika dia ingin menang.