"Pasti sudah sangat lama. Aku harus memberi pelajaran yang setimpal. Akan tetapi tanpa bantuan Nadira pasti akan sangat sulit membalas mereka. Aku tidak akan tenang jika mereka menggunakan uang yang aku cari dengan susah payah untuk kesenangan pribadi. Aku tidak akan tinggal diam."
Tiba-tiba Radit terbayang adegan Rayyan dan Disya. "Kurang ajar! Beraninya mereka bercocok tanam di kamarku! Agrrr! Ahhh!" Radit benar-benar masih dikuasai kemarahan.
Pengusaha ini lalu menemui raganya. "Hai kamu, yang tidak menerimaku untuk masuk lagi. Tidak papa, tapi asal kamu tahu, selama ini kita telah mencintai orang yang salah. Wanita itu murahan, hina dan sangat menjijikan, betapa bodohnya kita sudah mencintainya bahkan rela melakukan apa pun untuk bersamanya. Mungkin kali ini aku benar-benar gila karena sudah berbicara dengan ragaku sendiri. Jika nanti aku bisa kembali masuk ke dalam tubuh ini, semoga aku ingat kejahatan Disya dan Rayyan. Namun jika aku tidak dapat masuk kembali, aku akan berusaha agar Rayyan dan Disya tidak akan mendapatkan apa yang mereka inginkan!"
"Oooh. Jadi kamu sudah mengetahui kebenarannya, bagus! Tanpa aku berbicara kamu pasti akan percaya sendiri karena kamu melihat dengan mata kepalamu, bukan dari omonganku. Jadi sekarang aku tidak perlu menemui Disya lagi kan? Untuk menjelaskan siapa Rayyan sebenarnya, karena memang yang bekerjasama dengan Rayyan adalah Disya sendiri. Kamu itu dibutakan cinta sejak SMA, sudah menjadi rahasia umum perselingkuhan mereka sejak SMA kamu saja yang tidak tahu, dan tidak mau tahu walau sebenarnya ada rasa curiga. Emmm. Jadi urusan kita bereskan?!"
Setelah berbicara panjang lebar Nadira hendak melangkah, Radit menarik lengannya dan betapa magicnya, dia bisa menyentuh Nadira. Nadira yang terkejut lantas menghempaskan tangan Radit.
Keduanya masih merasa keheranan dengan kejadian itu, mereka saling menatap dan waktu hening beberapa saat.
"Maaf ... awalnya, ketika aku membujuk kamu itu adalah rasa manusiawi, tetapi sekarang aku menganggap itu hutang, kamu berhutang kepada ku dan aku ingin kamu membantuku." Radit berterus terang.
"Aku tidak bisa, lagian aku_!"
"Aku mohon!" Radit menatapnya penuh harap. Nadira terlihat berfikir. "Nadira, aku sangat tidak rela jika segala milikku akan digunakan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Jikalau aku harus mati aku akan lebih tenang jika uang itu aku berikan ke panti asuhan atau sosial lainnya. Tolong, aku tidak tahu aku bisa hidup atau tidak, aku sekarang sudah pasrah, aku mati pun, aku rela! Asal peninggalanku tidak digunakan untuk sesuatu yang buruk. Mereka itu serakah, hasil jarih payah ku itu pasti akan digunakan untuk bersenang-senang. Nadira ..." panggil Radit menatap Nadira.
Dokter cantik itu terlihat berfikir. 'Kenapa aku jahat, kenapa tiba-tiba aku berfikiran untuk menerima membantunya, lalu membuat dia cinta kepadaku kemudian aku mencampakkannya setelah dia cinta kepadaku. Kenapa aku ingin dia merasakan apa yang yang aku rasakan saat aku mencintainya. Kenapa aku ingin dia merasakan rasa sakit itu? Nadira ... ada apa denganmu?' batin Nadira.
"Kamu mau kan membantuku." Radit menatap Nadira penuh harap.
"Maaf, tidak." Nadira menolak dengan tegas. Radit lalu berdiri di depan Nadira dan menatapnya. Nadira melihat tatapan Radit yang melas.
"Hah ... kamu membuat aku tidak tega. Jangan pikir aku masih ada rasa setelah mengatakan tidak tega. Ini sesama manusia ya. Karena aku sudah mati rasa kepadamu, jadi jangan kepedean," ungkap Nadira sangat judes.
"Tetapi kenapa aku bisa menyentuhmu, ya?" tanya Radit yang lalu menunjuk lengan Nadira dan memang dia dapat menyentuh Nadira. Nadira menepuk lengan Radit.
"Mana aku tahu. Jangan colek dan sentuh! Aku mau membantumu karena satu hal juga. Seperti katamu tadi, kamu tidak akan rela jika hasil jerih payah mu digunakan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Emmm, ternyata kamu orang baik juga ya. Jadi segera pikirkan strategi bagaimana agar semua asetmu tidak jatuh ke tangan Rayan. Sementara kamu memikirkan rencana, aku akan pergi melakukan operasi. Oh ya, aku sudah meminta seseorang untuk memasang CCTV di ruang inap mu, hanya ada dua orang yang tahu dan dua orang itu kepercayaanku. Kita lihat siapa saja yang berniat jahat kepadamu."
"Terima kasih sudah peduli."
Radit menatap Nadira dengan tersenyum.
"Kamu pasien di rumah sakit ini. Imej rumah sakit dipertaruhkan. Jadi mau tak mau ya harus peduli."
"Setidaknya kamu tulus dan hangat kepada pasien lain, sekali lagi terima kasih," kata Radit, Nadira mengangguk lalu pergi dari ruangan itu.
Radit duduk dan berfikir. "Kenapa aku bisa menyentuhnya? Apa alasannya? Sangat aneh. Ahhh. Aku terus memikirkan sesuatu yang tidak ada jawabannya." Radit berbaring dan memejamkan mata sambil terus membuat rencana.
Kreakkk!
Suara pintu terbuka membuat Radit bangun. Disya datang dengan membawa bunga. "Sayang ..." panggil Disya membuat Radit sangat muak.
"Semoga kamu mimpi indah, maafkan aku ... aku tidak bisa menahan lagi. Dan ... aku sudah melalui hari terindah bersama Rayyan. Aku sangat bahagia. Jika aku bahagia pasti kamu akan bahagia kan? Maaf, ketika aku tahu kamu akan melamarku aku tidak tinggal diam. Karena aku cintanya kepada Rayyan, dan untukmu hanya uangmu saya yang menarik hatiku. Maafkan aku sudah membuatmu seperti ini, ini semua aku lakukan agar aku bisa hidup bahagia bersama Rayyan."
Radit yang mendengar itu ingin mengambil vas bunga namun nikhil, dia tidak dapat menyentuh vas bunga itu. Radit merasa sangat kesal karena dia tidak berguna sama sekali.
"Radit ... heh, aku merasa kasihan sekali kepadamu. Tapi, bagaimana lagi. Aku berhak bahagia kan?" tanya Disya lalu membelai pipi Radit.
"Najis!!!" teriak Radit yang tidak rela disentuh Disya. Radit berusaha menjambak rambut Disya. Dia sangat kesal karena dia adalah sebuah bayangan yang tidak tersentuh dan tidak menyentuh. Radit yang kesal sendiri akhinya jongkok.
Radit ingat jika Disya mengakui kejahatannya. "Setelah ini aku akan meminta Nadira mengecek CCTV."
Drettt!
"Iya sayang. Apa? Kamu harus mencarinya, agar urusan cepat beres. Jadi kamu akan menemui Ditia? Dan akan membujuk Ditia untuk tanda tangan palsu? Kamu yakin akan berhasil?" tanya Disya.
"Ditia saudara kembarku?" tanya Radit yang bingung. "Bukankah Ditia sudah meninggal 12 tahun lalu? Apa sebenarnya Ditia selamat? Jika hanya bertanya-tanya aku tidak akan menemukan jawaban. Lebih baik aku mengikuti Rayyan." Radit pun segera pergi.
Radit pergi mencari Rayyan di kantornya, namun dia tidak melihat Rayyan. Radit mencari ke tempat-tempat yang sering di kunjungi Rayyan. Di sebuah diskotik terlihat pemuda yang sangat mirip dengannya. Radit terdiam seketika dan terus menatap pemuda itu.
"Benarkah itu Ditia saudaraku?" gumam Radit yang lalu mendekat. Radit semakin mendekat dan tiba-tiba Ditia pingsan.