"Jangan tanya ke aku. Aku tidak tahu. Dit, ayahnya Rayyan itu pernah dipenjara enam tahun karena tuduhan dari keluargamu."
"Apa?!"
"Ya, kekasih Rif'an juga bisa melihat sesuatu yang akan atau belum terjadi. Nanti aku telpon mereka agar segera kemari. Rif'an juga pernah mengalami perjalanan spiritual."
"Lalu?" tanya Radit.
"Waktu itu ...
Semua orang berlarian mendatangi pria yang terletak dengan penuh darah. Salah satu Suster berlari didepan Indana, dengan membawa gunting penuh darah, gunting itu baru digunakan untuk menusuk pria tadi. Seorang meonta dan menangis, sambil menunjuk Suster yang lari tadi, Indana istri Rif'an tetap diam dan tidak mau ikut campur, dia duduk dan memejamkan mata.
"Ehheh ...."
Terhembuslah napas berat.
"Tolong aku, aku tidak sengaja menusuknya karna dia mau melecehkan ku, jadi aku terpaksa menusuknya, tolong aku punya anak bayi, tolong bebaskan aku, tolong, tolong, tolong," suara itu membuat Indana bangun dengan napas tersengal-sengal, ia segera beranjak lari ke lokasi penusukan tadi, dan mencari CCTV, ia menarik lengan pemuda dengan pakaian perawatan.
"Bisa beri tau aku ada dimana tempat monitor pengawas CCTV?" tanya Dana.
"Tanya saja ke Pak yang disana," jelas pemuda itu, Indana berlari.
"Pak, dimana tempat monitor CCTV?" tanya Dana, Bapak dengan seragam hitam mengajak Indana ke ruang pengawas CCTV.
"Pak tolong putarkan gambar yang ada di lantai dua," pinta Dana, Pengawas itu memberikan petunjuk.
"Lihat Pak, Suster tadi tidak bersalah dia hanya membela diri, karna pria hidung belang mencoleknya, lihat pak, lihat ini namanya pelecehan, dan Suster tadi karna reflek tidak sengaja menusukkan gunting itu, Pak tolong bantu Suster itu, dia memiliki anak kecil, ya Pak," bujuk Indana.
"Kamu hebat Neng, baik aku akan bantu, Terima kasih ya Neng," bapak itu bergegas, Indana kembali kedepan ruang oprasi, ia tertidur ketika duduk, setelah jam satu dia bangun dan melaksanakan solat malam.
'Ya Allah Engkau Maha Baik, dimalam yang sunyi dan aku sendiri, hamba datang kepadaMu, berharap dan meminta, izinkan hamba memiliki sebentar hamba Engkau yang bernama Rif'an, satukan kami dalam ikatan suci pernikahan, ya Allah Terima kasih banyak," Indana sujud.
Waktu tidak terasa Indana terlelap dalam sujudnya, dia segera whudlu dan melaksanakan solat subuh. Tidak lama ia kembali kedepan ruang oprasi, ruangan itu sudah sepi Indana berlari ke kekamar Rif'an, langkahnya terhenti air matanya menetes dan ia mengembangkan senyum saat pemuda itu melihatnya. Indana masuk kedalam ruangan itu.
Rif'an menegakkan ranjangnya, dalam posisi berbaring namun sedikit berdiri, Indana mendekat ia segera menghapus air matanya.
"Tuh kan, kamu sudah menangis, belum apa-apa kamu sudah sedih, bagaimana kalau Allah benar men,"
"Syut ... Jangan berbicara seperti itu, aku sudah ikhlas nantinya bagaimana, yang terpenting Allah masih memberikan waktu untuk kita," sahut Dana, Indana mengambil sapu tangan dan mengusap air mata Rif'an.
"Biarkan Allah melakukan apapun, yang terpenting masih ada waktu, jadikan aku kekasih halalmu," ujar Dana.
"Apa kau yakin? Bagaimana kalau kan akan segera menjadi janda,"
"Ih jahatnya, apa aku sekejam itu dan mempercepat kepergianmu?" Indana merunduk sambil memainkan bibirnya.
"Berjanjilah padaku kau akan menikah jika sudah menjadi janda," ucapan Rif'an membuat Indana menatapnya.
"Aku memang akan menjadi janda yang tercantik," ucapan Dana membuat Rif'an mengembangkan senyum.
"Tapi aku tidak ingin menikah jika kamu sudah tiada, aku akan sendiri dan menjalani hidup sesuka hati,"
"Cantik kok nggak mau nikah? Menikah ya, aku tidak akan cemburu kok, apa alasannya hingga kamu akan tetap setia," tanya Rif'an, Indana menatap Rif'an.
"Dengarkan aku, jika didunia ini aku hanya memilikimu sebentar, itu tidak adil, aku ingin kisah kita berlanjut di sana, ditempat yang abadi disurgaNya, jadi perlu amal baik dan perbuatan baik. Jika aku menikah lagi akan tipis kesempatannya, sedang aku ingin disana bersama-sama dengan kamu, bersama ditempat yang tidak ada cobaan dan selalu bahagia. Kak jika benar kak Rif'an pergi lebih dulu ingat aku ya, jangan lupakan aku walau Kakak di sana dikelilingi oleh bidadari. Biarkan aku menjadi janda dan jangan lagi berbuat janji, karna aku sudah berjanji aku akan setia, akan setia sampai Allah yang menyatukan kita. Keinginan terbesarku adalah bersama di sana dengan kak Rif'an," ucapan Indana membuat Rif'an meneteskan air mata.
"Ih cengeng banget sih, semua biidnillah bisa saja Kak Rif'an sembuh, dan bisa juga aku yang lebih dulu pergi,"
"Sudahlah halalin saja, lama nih ... Aku sudah bawa banyak orang, ijab akan segera dimulai, siapkan mental Mas Rif'an," kata Alvin ringan, pemuda itu berdiri didepan pintu, Rif'an menatap dengan penuh tanda tanya.