Chereads / Cinta Di Atas Dendam / Chapter 12 - Dendam Dari Sahabat

Chapter 12 - Dendam Dari Sahabat

"Aku tidak bisa memastikan."

"Oh, apa kamu mengenal perawat Hardi Sufyan?" tanya Radit, seketika Nadira menatapnya. "Kenapa tatapanmu lebih seram dari statusku yang arwah!"

"Hardi Sufyan ...? Perawat yang dipecat karena menyalah gunakan data pasien?" tanya balik Nadira, Radit terlihat bingung.

"Mungkin."

"Lha, kamu tahu nama itu dari mana?" tanya Nadira lagi dan terus menatap Radit.

"Hardi Sufyan itu ayahnya Rayyan."

Mendengar itu Nadira melotot tidak percaya, Nadira menatap Radit. Radit memandang ke depan.

"Kamu malah tidak tahu? Jadi gini Dira. Ternyata saudara kembarku yang bernama Ditia masih hidup. Ditia dirawat Hardi Sufyan dibesarkan olehnya. Aku sangat penasaran bagaimana bisa Ditia bersamanya, dan aku juga sangat penasaran motivnya apa? Sampai menyembunyikan Ditia belasan tahun dari keluarga kami. Kami tahunya Ditia sudah meninggal setelah kecelakaan, karena datanya memang Ditia yang meninggal. Kami sudah ihklas dengan yang terjadi, jadi tidak mencari Ditia lagi. Ditia salah faham. Dia mengira kami mengabaikan dan tidak pedulinya, Ditia mengira kami membuangnya. Lalu apa yang kamu tahu tentang Hardi Sufyan?" tanya Radit menoleh ke Nadira.

"Aku tidak tahu pasti, hanya saja Hardi Sufyan itu terkenal menyalah gunakan data pasien. Yang tahu lebih lanjut soal itu pasti ayahku. Nanti aku tanyakan."

"Oh ya, ayahmu juga dokter. Baiklah terima kasih, nanti aku akan mengikutimu lagi. Emmm, soal ibumu apa dia masih memintamu menikah dengan pria itu?"

"Jangan ikut campur." Nadira tersenyum remeh lalu berjalan meninggalkan Radit. Nadira menoleh ke Radit. "Hai, arwah gentayangan! Jam tujuh aku selesai operasi. Jadi jangan ganggu dulu."

"Siap dokter!" Hormat Radit membuat Nadira menahan tawa. Nadira bergegas setelah melihat jam di pergelangan tangannya.

Radit yang kesepian memutuskan untuk mengikuti Ditia. Ditia hidup penuh dengan kebebasan, mabuk dan main wanita adalah keseharianya. Radit yang melihat itu sangat tidak suka.

"Maaf Ditia." Radit masuk ke dalam tubuh Ditia. Ditia seperti orang pingsan sebentar. Ditia menggelengkan kepalanya dan menghindari dua gadis seksi yang tadi menemaninya. Ditia bangun saat itu ponselnya berdering. Sambil berjalan Ditia tersenyum setelah membaca nama kontak yang menelepon.

Radit yang ada di dalam tubuh Ditia, kini menguasai akal fikiran Ditia. Mengetahui panggilan telepon itu dari Rayyan, Ditia segera menerima.

"Hemmm."

"Kamu sekarang berada di mana. Aku akan menjemputmu." Rayyan bertanya.

"Aku baru saja keluar dari diskotik."

"Aku datang menjemputmu."

"Ya, aku tunggu."

Ditia menunggu sejenak. "Mau tidak mau aku harus merasukimu Ditia. Suatu saat aku ingin kamu tahu kalau kami semua peduli kepadamu. Aku ingin kamu tahu, kalau kamu hanya dimanfaatkan oleh Rayyan dan ayahnya. Ditia, entah bertahun-tahun kamu disembunyikan di mana. Sampai aku yang sahabatnya Rayyan tidak mengetahui keberadaanmu. Apa karena aku terlalu percaya kepadanya? Ah, bodohnya aku."

Tinnn!

"Dasar pecundang. Dia menggunakan mobil kesayanganku. Apa dia mulai bertindak?"

Mobil mewah milik Radit berhenti di samping pemiliknya. Ditia alias Radit masuk ke dalam mobil.

"Wah ... saudaraku itu ternyata sangat kaya. Ya, ah ... di pikir-pikir aku perlu uangnya untuk bersenang-senang." Radit berpura-pura menjadi pribadi Ditia.

"Makanya, kamu sekarang menjadi Radit. Aku sudah menukar identitas kamu dan Radit. Kamu bisa melakukan apa pun dengan uang Radit, asal nanti setelah di kantor kamu tanda tangan." Rayyan membelokkan mobil lalu berhenti.

"Sayang ..." panggil Disya yang lalu masuk ke dalam mobil. Ditia yang dirasuki Radit merasa muak namun harus menahan semua.

"Ternyata memang sangat mirip." Disya memperhatikan Ditia.

"Ya." Ditia memandang ke luar.

'Dasar! Tidak tahu diri, huft ... kok bisa-bisanya aku menjadi budaknya mereka. Radit sabar, sabar ...' batin Radit.

"Sayang, aku rindu," kata Disya memeluk Rayyan dari belakang.

"Hai Sya. Jangan di depanku. Nanti saja setelah masuk kamar, kalian bisa melakukan sesuatu yang kalian inginkan," tegur Ditia terus terang.

"Kamu benar. Ternyata kamu sangat berani berterus terang," ucap Disya sambil menatap Ditia yang duduk di samping kursi pengemudi.

"Hah ... aku merasa sedikit jahat. Walau keluarga Gunawan sangat tega, aku sedikit tidak tega kepada Radit, aku marah dan dipenuhi derengki."

"Ditia ..."

"Jangan bersuara manja seperti itu, menjijikan!" seru Ditia menunjukan kebencian, Rayyan meliriknya, Disya terlihat kesal dan marah.

"Dia memang seperti itu Sya, jangan diambil hati."

"Maaf," kata Ditia singkat dalam hati dia tersenyum penuh rencana.

Mobil terparkir di mall. "Disya pilihkan baju untuk Ditia. Fasion yang benar-benar menunjukkan kalau dia Radit. Lima belas menit lagi aku menyusul."

"Baik. Mari turun," ajak Disya. Ditia menuruti kemauan mereka. Dengan gaya preman Ditia masuk ke mall memakai masker dan jaket, lalu mengikuti langkah Disya

Ditia alias Radit menatap tajam Disya seperti ingin melahabnya. Radit berusaha sabar. Radit melihat jam besar.

'Sudah waktunya aku bertemu dengan Nadira. Ah, tunggu sebentar lagi. Siapa tahu aku dapat informasi. Apa baiknya aku ikuti Rayyan?' batin Radit yang lalu keluar dari tubuh Ditia.

Radit segera mencari Rayyan. Melihat Rayyan sedang menelpon, Radit mendekatinya lalu duduk di samping Rayyan.

"Ayah. Sebentar lagi semua keinginan ayah akan tercapai. Keluarga Gunawan akan menderita. Aku akan membuat semua keluarga Gunawan sengsara. Seperti tindakan pamannya Radit yang mencampakkan Tante Rianti sampai Tante menjadi gila. Aku juga akan membuat tantenya hidup seperti pembantu karena telah membuat almarhum ibu menderita sejak bekerja di rumah Gunawan bahkan sampai meninggal."

Radit yang mendengar itu, menatap Rayyan. "Sungguh diluar dugaan. Dendam Rayyan kepada keluargaku sangat besar. Tetapi siapa ibu Rayyan? Tunggu, apa ... jangan-jangan, Rayyan adalah Andra? Seingatku, asisten ibu rumah tangga saat aku kecil hanya ibunya Andre. Ah ... sebaiknya sekarang aku menemui Nadira. Siapa tahu aku akan mendapat petunjuk lagi," gumam Radit yang lalu menghilang dari tempat duduknya.

Mobil Nadira melaju dengan kecepatan sedang. "Nadira," panggil Radit dan membuat Nadira menginjak rem karena refleks.

"Kalau begini aku bisa mati muda. Huft, apa kamu tidak bisa memberi aba-aba? Aku selalu kaget!" seru Nadira yang lalu melajukan mobilnya.

"Maaf ..." Radit terlihat murung.

"Ternyata arwah juga sedih ya?"

"Jelaslah, orang terpercaya ternyata musuh dan memiliki dendam yang membara. Aku tidak tahu kesalahanku apa kepada Rayyan. Karena jika dia merasa iri karena kesuksesan. Kesuksesan yang aku raih itu hasil jerih payahku. Keluargaku, paman dan tante itu bangkrut. Aku juga pernah hidup susah saat kuliah, bayar uang kuliah telat makan juga susah. Rayyan tahu itu. Tetapi kenapa dia masih dendam."

"Jangan tanya ke aku. Aku tidak tahu. Dit, ayahnya Rayyan itu pernah dipenjara enam tahun karena tuduhan dari keluargamu."

"Apa?!"