Cielo menggelengkan kepalanya. "Tidak usah, Justin. Aku lebih suka kita melakukannya secara biasa-biasa saja. Tidak usah terlalu heboh. Aku tidak suka ada banyak orang yang melihatku saat ada pria yang berlutut sambil menyerahkan cincin di hadapanku. Tidak, tidak. Aku bukan tipe wanita seperti itu."
"Benarkah?" Justin melebarkan matanya.
Cielo pun mengangguk. "Ya. Aku lebih suka kita melakukannya secara kekeluargaan. Orang tuaku bisa melihatnya dan ya, mereka menyukaimu dan setuju dengan hubungan kita. Itu sudah lebih dari cukup. Cincinnya bisa kamu simpan untuk acara pertunangan nanti."
"Baiklah. Sekarang aku tahu salah satu dari keinginanmu." Justin tersenyum sambil menggenggam tangan Cielo.
Malam itu, terasa begitu indah karena ada Justin di sisi Cielo.
***
Beberapa minggu berlalu dan tibalah saat ulang tahun Cielo. Adiknya, Cedric telah mempersiapkan banyak hal untuk pesta ulang tahunnya. Justin dan Cedric diam-diam telah bekerja sama dan mungkin nanti akan ada kejutan.
Cielo pikir, Justin sudah paham jika ia tidak suka kehebohan dan keramaian. Namun, menurut Cedric, ini adalah ulang tahunnya yang kedua puluh delapan, usia sebelum Cielo resmi akan menikah dengan Justin.
Jadi, Cielo harus merayakannya dengan besar-besaran. Akhirnya, Cielo pun menyerah. Terserah apa saja yang akan Cedric lakukan padanya, ia akan menerimanya.
Sore itu, Cielo sedang dirias di Hotel Poseidon karena memang acaranya akan digelar di sana. Di lantai enam ada ruangan luas terbuka dengan kolam renang yang bagus. Tempat itu sudah dihias dan dipasang panggung untuk para artis ibukota yang akan menyanyi, mengisi acara.
Tempat itu begitu privat, tidak boleh ada orang lain yang masuk jika tidak memiliki undangan. Cedric, Justin, dan Septiani yang mengurus undangannya. Cielo hanya tahu beres saja.
Nayra baru saja kembali entah dari mana, lalu ia masuk ke dalam kamar Cielo, tempat ia sedang dirias.
"Cielo, tempatnya bagus sekali. Kamu sebaiknya bergegas. Nanti kita akan foto-foto dulu di sana!" seru Nayra.
"Iya, iya. Tunggu sebentar. Aku masih sedang dirias ini, belum selesai," ujar Cielo sambil memejamkan mata karena sang perias wajahnya sedang memulaskan sesuatu di kelopak matanya.
"Baiklah. Aku akan menunggumu di sini."
Cielo mengenakan gaun berwarna krem muda yang berkilauan. Rambutnya ditata seperti peri dengan mahkota mungil yang amat berkilauan karena terbuat dari berlian asli.
Ayahnya telah menyiapkan penjaga bersenjata untuk melindungi Cielo kalau sampai ada orang jahat yang mengincar mahkotanya yang bernilai milyaran rupiah.
Usai dirias, Cielo berjalan menuju ke tempat yang telah disiapkan. Rencananya ia akan berjalan menuju ke karpet merah dan disambut oleh Justin di tengah-tengah dengan buket mawar.
Musik klasik bergaya dramatis pun dimulai. Suara biola bercampur dengan drum yang tempo yang sesuai, terdengar begitu elegan sekaligus modern. Cielo berjalan perlahan memasuki karpet merah.
Seluruh tamu undangan langsung bertepuk tangan dan converti pun ditembakkan ke udara. Gelembung-gelembung sabun yang jumlahnya ratusan entah ribuan, terbang di udara, tertiup oleh angin.
Lampu-lampu digantung di atasnya hingga membuat suasana semakin indah. Di bagian depannya terdapat panggung yang sudah dihias dengan bunga-bunga dan ada tulisan namanya; Cielo, yang terbuat dari dari styrofoam yang dicat dengan warna emas berkilauan.
Orang tuanya berdiri di bawah panggung sambil bertepuk tangan. Lalu ada Justin yang berjalan menyambutnya dan menyerahkan sebuah buket sambil berlutut. Cielo tersenyum dan menerimanya. Lalu mereka melakukan sedikit dansa dan Justin mengantarkan Cielo sampai ke panggung.
Acara ulang tahun pun dimulai. Sang pembawa acara kondang dari ibukota memberikan kata sambutan dan kemudian tiba saatnya bagi Cielo untuk maju ke depan.
Sebuah kue tiga susun telah disiapkan. Kue itu begitu cantik dengan hiasan bunga-bunga yang melingkarinya. Lalu ada hiasan berbentuk bulat yang berbentuk namanya, melengkung di bagian puncak kuenya.
Angka dua puluh delapan bertengger di dekat sana. Semua orang bernyanyi sambil bertepuk tangan. Justin, orang tuanya, dan Cedric ada di sana, ikut bernyanyi bersama. Lalu Cielo meniup lilinnya.
Setelah itu, mereka semua melakukan prosesi cheers. Sang petugas telah membagikan gelas anggur pada semuanya dan mereka sama-sama bersulang.
Usai acara doa, maka dilanjutkan dengan acara ramah tamah. Acara ulang tahun kali ini mirip seperti acara pernikahan, pikir Cielo. Ia sudah sering sekali melihat acara pernikahan orang-orang dan merasa takjub setiap kali melihatnya.
Namun, usianya yang kedua puluh delapan tahun ini masih bisa merayakan ulang tahun semeriah ini, rasanya Cielo beruntung sekali. Selama ini, ia selalu saja memilih untuk makan-makan keluarga di rumah atau mereka akan makan malam di rooftop hotel.
Cielo sangat menyayangi keluarganya. Merayakan momen terindah bersama keluarga adalah yang terbaik daripada harus pesta pora. Namun, semua orang setuju dengan pesta ini, pesta yang juga mirip seperti saat ia berulang tahun yang ketujuh belas tahun.
Hanya saja, kali ini terasa lebih mewah dan spesial karena ada kehadiran Justin.
Selesai berpesta, ayahnya, ibunya, dan Cedric pulang ke rumah. Sementara itu, Cielo dan Nayra akan menginap di hotel.
Namun, Cielo tidak menemukan Nayra di mana pun. Sepertinya, sahabatnya itu sedang ke toilet atau sedang bersama teman-teman yang lain. Meski pesta telah usai, tapi masih ada beberapa teman-teman yang mengumpul.
Cielo sudah lelah dan ingin segera beristirahat ke kamarnya. Ia berjalan diikuti oleh pengawal, lalu masuk ke dalam kamar. Di sana, ia melepaskan mahkota berlian itu dan memasukkannya ke dalam safety box dan dibawa oleh para pengawal. Septiani yang mengurus semuanya itu agar disimpan di tempat yang aman.
Cielo sendirian di kamarnya dan telah melepaskan gaunnya. Ia mengenakan kimono satinnya dan kemudian duduk di depan cermin sambil membersihkan riasan di wajahnya.
Tiba-tiba, sebuah ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya. Cielo pun membukakan pintu dan terkejut ketika Justin menghambur masuk. Badannya bau alkohol.
"Justin!" seru Cielo. "Apa yang kamu lakukan di sini?"
Justin masuk ke dalam sambil jalan sempoyongan. Cielo masih berdiri di depan pintu sambil menahannya. Jantungnya langsung berdetak cepat. Ia tidak akan membiarkan dirinya berdua saja di kamar dengan Justin, apalagi pria itu dalam keadaan mabuk.
"Justin! Sebaiknya kamu keluar!" seru Cielo.
Justin menoleh dan menatap Cielo sambil mengerjap-ngerjapkan matanya. "Hai, Sayang. Kamu terlihat cantik dan seksi sekali mengenakan kimono itu."
"Justin, kamu sedang mabuk. Sebaiknya kamu masuk saja ke kamarmu dan beristirahat."
"Aku pikir, ini kamarku."
"Bukan, Justin."
Lalu Justin mendekat dan merengkuh wajah Cielo. Pria itu mencium Cielo dengan paksa. Mulutnya bau sekali alkohol hingga Cielo tidak tahan lagi. Ia melepaskan diri dengan cepat sambil mendorong dada Justin dengan keras.
Kekuatan Justin begitu kuat. Pria itu terus menerus mencium Cielo dengan paksa. Pintu masih setengah terbuka.
Cielo pun menjerit. "Justin! Lepaskan aku! Justin!"