Chereads / Berjodoh dengan CEO Tampan / Chapter 20 - Nurma menggodanya

Chapter 20 - Nurma menggodanya

"Pokoknya kalian ikut Nurma dan Fawwaz bulan madu, biar saya dan suami saya yang mengurus semuanya" ucap Nyonya Raline pada Ajeng dan Mas Andi.

Mendengar perkataan dari sang majikan, Mas Andi merasa senang, setidaknya ia bisa berdekatan dengan Ajeng di tempat yang romantis.

"Baik, Nyonya!" kata Ajeng menyetujui permintaan sang majikan.

"Yes! Akhirnya kita ada waktu untuk berduaan, ya sayang!" ujar Mas Andi yang memanggil Ajeng dengan panggilan romantis.

"Ew.., jika bukan karena permintaan Nyonya Raline, aku nggak sudi untuk ke Bali dengan kau" kata Ajeng memonyongkan mulutnya.

"Tunggu aja, nanti kamu juga jatuh cinta dengan Mas Andi yang ganteng ini!" ujar Mas Andi.

Sedangkan Nyonya Raline yang mendengarnya, beliau hanya tertawa melihat tingkah laku pegawainya tersebut.

***

"Ibu!" panggil Nurma pada ibundanya yang sedang sibuk memasak makanan di dapur.

"Iya, Nur!" jawab ibundanya dengan lemah lembut.

"Ibu, Nurma bingung," katanya sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal sedikitpun.

Nurma pun menceritakan pada ibundanya jika almarhum kakek dari Fawwaz akan memberikan seluruh asetnya pada Fawwaz, jika Fawwaz memiliki seorang putra.

"Lantas? Apakah kamu tidak mau memiliki anak dari Tuan Fawwaz?" tanya ibundanya pada Nurma.

"Bukan, tetapi.." kata Nurma yang tak meneruskan perkataannya.

"Tetapi apa?" tanya Ibu Ningsih.

"Ibu, matikan dulu kompornya, Nurma ingin berbicara."

Kompor yang sedang menyala itu dimatikan oleh Ibu Ningsih.

Kemudian Nurma mengajak dirinya untuk duduk bersama.

"Ibu, Nyonya Raline sangat menginginkan keturunan dari Tuan Fawwaz dan Nurma, tetapi Tuan Fawwaz tak menyukai Nurma" ujarnya.

"Maksud kamu? Tuan Fawwaz belum pernah menyentuhmu sama sekali?" tanya ibu Ningsih penasaran.

Nurma yang polos itu menganggukkan kepalanya seraya berkata, "Di malam pertama pernikahan kami, Nurma sudah cari informasi di internet tentang hal itu." kata Nurma dengan polosnya.

Mendengar sang putri yang begitu lugu menceritakan semuanya, ibu Ningsih menahan tawa.

Ia tak menyangka bahwa putrinya begitu polosnya, hingga dalam urusan malam pertama harus bertanya pada internet.

"Malam itu, Nurma beli baju seksi dan memakainya, tapi Tuan Fawwaz malah menolak." jelas Nurma pada ibundanya.

"Nurma, Nurma! Biar ibu ajarkan supaya Tuan Fawwaz tak menolak kamu lagi" ujar Ibu Ningsih yang tak kuat menahan tawa karena kepolosan putrinya.

"Pertama, sebelum tidur, kamu harus memakai pakaian yang seksi, memakai parfum yang wangi dan coba kamu dekatin Tuan Fawwaz" ujar Ibu Ningsih pada anaknya.

Nurma hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan ia berkata, "Nanti malam biar Nurma coba ya, Bu, semoga saja Tuan Fawwaz mau menerima Nurma" katanya.

"Ok, Sayang! Semoga berhasil!" kata Ibu Ningsih.

***

Matahari berganti rembulan, siang berganti malam, seperti biasanya, keluarga konglomerat itu selalu makan malam bersama.

Nurma duduk di samping Fawwaz, seperti biasanya, ia menghidangkan makanan untuk snag suami.

"Cukup!"kata Fawwaz pada Nurma ketika sang istri menghidangkan nasi ke piringnya.

"Baiklah, mau lauk apa lagi?" tanya Nurma.

"Tidak perlu! Saya bisa ambil sendiri" kata Fawwaz yang cuek.

Biasanya Fawwaz akan membiarkan sang istri untuk mengambilkan makanan untuknya, namun, entah mengapa kali ini, ia seolah enggan tatkala sang istri melayaninya.

Padahal biasanya Fawwaz berpura-pura berlaku manis terhadap Nurma saat berada di hadapan sang ayah dan sang bunda.

"Biarkanlah istrimu mengambilkan makanan untukmu, Nak! Ia ingin berkhidmat serta menjadi istri yang salihah untukmu" ujar Nyonya Raline yang memperhatikan sikap dingin Fawwaz terhadap Nurma.

"Benar, Nak! Seperti Mama kamu yang biasa menghidangkan makanan untuk Baba" ujar Tuan Hamdan.

"Baba, mau Mama suapin?" ujar Nyonya Raline yang ingin memberi contoh Fawwaz dan Nurma agar bersikap manis satu sama lain.

"Boleh, Ma" ujar Tuan Hamdan yang tersenyum manis pada sang istri.

"Nurma! Suaplah suami kamu!" kata Nyonya Raline pada menantunya.

"Masa kamu kalah dengan Mama dan Baba" timpal Tuan Hamdan.

Nurma menyendok makanan yang ada di piring Fawwaz dan menyuapi sang suami.

"Kalau saja tidak di depan Mama dan Baba, saya tidak akan mungkin mau bersikap manis terhadapmu" batin Fawwaz.

"Mau pakai lauk apa, Tuan?" tanya Nurma.

"Tuan?" potong Nyonya Raline.

"Maksudnya sayang" kata Nurma.

"Baguslah kalau kalian selalu mesra, berarti sebentar lagi, kalian bisa memberikan cucu buat Mama dan Baba" ujar ibunda Fawwaz.

"Uhuk..uhuk..," Fawwaz tiba-tiba tersedak ketika mendengar sang ibunda membahas tentang cucu, yang artinya ayah dan ibunya mendambakan seorang cucu darinya.

"Kenapa, Nak!" tanya Nyonya Raline yang khawatir.

"Minum dulu, Sayang!" kata Nurma sembari menuangkan air putih ke dalam gelas Fawwaz.

"Tidak apa-apa, Ma!" kata Fawwaz.

***

Seperti biasa, setelah makan malam, Nurma membantu sang bunda untuk membereskan seluruh peralatan makan.

Sebenarnya Tuan Hamdan dan Nyonya Raline melarang Nurma untuk membereskan semuanya, karena posisinya sekarang adalah seorang menantu, bukan lagi seorang pembantu.

Orang tua Fawwaz juga telah melarang ibunda Nurma untuk menjadi pembantu di rumahnya.

Namun, ibu Ningsih merasa tidak enak, sehingga ia tetap menjalankan tugasnya untuk melayani keluarga Fawwaz.

Sedangkan Nurma, ia selalu membantu sang bunda dalam urusan dapur.

"Ibu! Doakan Nurma malam ini!" ujar gadis yang baru berusia tujuh belas tahun itu.

"Nurma ini memang benar-benar polos, ya!" kata sang bunda pada Nurma.

Sang bunda tak bisa menahan tawa lagi, antara aneh dan lucu.

"Ibu kok tertawa?" tanya Nurma.

"Tidak, Nak! Ibu hanya tak menyangka putri ibu selugu ini" kata Ibu Ningsih.

***

Seperti biasa, sebelum tidur, Nurma menyiapkan obat-obatan yang harus di konsumsi oleh sang suami.

Kali ini ia menaruh obat dan air putih di atas meja dekat lampu tidur.

Setelah menyiapkan semuanya, Nurma bergegas untuk mandi dan membersihkan badannya.

Setelah mandi, ia memakai tank top dan celana pendek di atas lutut.

Kemudian tak lupa ia menyemprotkan minyak wangi ke seluruh tubuhnya.

Tak lupa, Nurma menyisir rambut panjang berwarna hitam itu dengan rapi.

Kali ini, pasti Fawwaz akan tertarik padanya, pikir Nurma.

Nurma juga membakar bukhur--dupa yang biasa orang Arab gunakan untuk pengharum ruangan.

Setelah beberapa saat, terdengar seseorang dari luar membuka pintu kamarnya.

Ternyata Fawwaz yang membuka pintu tersebut.

Nurma langsung menyambut sang suami, ia bergegas mendekati Fawwaz yang baru saja sampai.

Aroma wangi dari tubuh Nurma tercium oleh Fawwaz, malam ini Nurma tampak sangat cantik dan mempesona.

"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau memakai wewangian seperti ini?" kata Fawwaz pada Nurma.

Sejujurnya, sebagai laki-laki normal, ia pun tertarik pada pesona kecantikan Nurma.

Wewangian yang dipakai oleh sang istri, membuat Fawwaz gugup.

Nurma tak menjawab pertanyaan sang suami.

Ia berjalan semakin mendekat pada Fawwaz.

Hal itu membuat hati Fawwaz berdesir, ia berusaha menahan dirinya agar tak tergoda dengan pesona Nurma.

"Stop! Jangan mendekat lagi!" peringat Fawwaz.

"Saya hanya ingin bilang, Tuan waktunya minum obat" kata Nurma.

"Saya bisa minum obat sendiri" ujar Fawwaz berjalan untuk mengambil air putih dan obat yang telah disiapkan Nurma tadi.

"Tuan! Bagaimana penampilan saya malam ini?" tanya Nurma pada Fawwaz sembari memberikan senyuman termanisnya.