Jam menunjukkan pukul tiga sore, Nurma yang terlelap tidur sejak beberapa jam lalu pelan-pelan mulai membuka matanya.
Namun, ia tak menemukan suaminya berada di sampingnya.
Ia bergegas bangun dari tempat tidurnya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari arah luar kamar.
"Sebentar!" kata Nurma yang berjalan menuju arah pintu sembari mengikat rambutnya yang indah.
Dengan pelan-pelan ia membuka pintu.
"Silakan ma.." ucap Nurma tak menyelesaikan ucapannya.
"Nggak ada siapa-siapa, siapa ya tadi yang ketuk-ketuk pintu?" ucap Nurma yang penuh dengan pertanyaan.
Gadis itu menutup pintunya lagi, ia pergi ke tempat tidurnya untuk merapikan bed cover yang ia tiduri tadi.
Selang satu menit, ditengah-tengah ia merapikan kamar tidurnya, terdengar lagi suara ketukan pintu dari arah luar.
Dengan sigap ia bergegas membukakan pintu.
Dan sekali lagi, ia tak menemukan siapa-siapa di luar pintu.
"Aneh sekali, ada yang mengetuk, tetapi tidak ada orangnya" gumam Nurma.
"Apa jangan-jangan hotel ini.." pikir Nurma yang tak karuan.
Nurma membayangkan macam-macam, ia pikir hotel yang sedang ia tempati dihuni oleh makhluk yang tak kasat mata.
"Tuan Fawwaz kemana, sih?" batin Nurma yang merasa agak merinding.
Bulu kuduknya berdiri, wajahnya terlihat ketakutan.
Selang tiga menit, suara ketuka pintu itu terdengar lagi.
Nurma mengambil telepon selulernya, ia putar ayat-ayat suci Al-Qur'an yang ada dalam ponselnya.
Sambil berkomat-kamit membaca doa, ia membuka pintu kamarnya.
Badannya agak gemetar, ia tutup matanya sambil membaca ayat kursi.
"Allahu Akbar!" ucap Nurma dengan keras selesai berkomat-kamit.
"Kau kenapa?" ucap Fawwaz yang tampak bingung dengan perilaku istrinya itu.
Pelan-pelan Nurma membuka matanya, ternyata seorang pria rupawan sedang berdiri di depan pintu.
"T-tuan! Tuan ke mana saja?" tanya Nurma yang tampak lega melihat keberadaan sang suami.
"Sudahlah jangan banyak tanya! Ayo pergi ke pantai!" ajak Fawwaz.
"Saya mandi dulu, ya!" ujar gadis cantik bermata kecil itu pada sang suami.
Fawwaz memberi Nurma waktu sepuluh menit untuk membersihkan diri.
Sementara ia akan menunggu sang istri di lobi hotel bersama Ajeng dan Mas Andi yang sudah siap untuk pergi.
"Jangan lama-lama!" peringat Fawwaz pada sang istri.
"Saya tunggu di lobby" ujar Fawwaz.
Nurma menganggukkan kepalanya, ia bergegas menuju ke kamar mandi.
***
"Ponselmu bunyi tuh, Yang!" kata Mas Andi pada Ajeng yang sedang duduk di sampingnya.
"Sayang-sayang, sejak kapan aku jadian sama kau?" ujar Ajeng kesal.
"Angkat! Siapa tau penting" ujar Mas Andi.
Terlihat sebuah nama terpampang di layar ponsel Ajeng.
Ternyata panggilan telepon dari Nyonya Raline.
Ajeng menerima panggilan masuk tersebut, "Halo, Nyonya!" sapa Ajeng memulai pembicaraan.
"Halo! Ajeng! Saya minta kamu selalu laporan dengan saya, ya!" ujar Nyonya Raline pada Ajeng.
"Laporan apa, Nyonya?" tanya Ajeng kebingungan.
"Jadi, setiap jalan-jalan, kamu kirimkan foto mereka ke saya! Saya hanya ingin memastikan jika Fawwaz dan Nurma hubungannya baik-baik saja" ujar Nyonya Raline.
"Baik, Nyonya!" kata Ajeng menyanggupi permintaan dari sang majikan.
"Saya akan selalu melaporkan kegiatan Tuan Fawwaz dan Nona Nurma selama bulan madu" ucap Ajeng.
Setelah selesai berbincang dalam telepon, Nyonya Raline mengakhiri obrolannya dengan Ajeng.
"Apa kata Nyonya?" tanya Mas Andi.
"Kau ini tidak dengar atau pura-pura?!" kata Ajeng sewot Andi.
Mas Andi mencoba mengeluarkan jurus gombalannya untuk kekasih hatinya.
"Semakin marah, kau terlihat semakin menawan" ucap Mas Andi sambil menyunggingkan senyum manisnya pada Ajeng.
"Amit-amit, Ya Allah, jauhkan aku dari makhluk ini" kata Ajeng sambil menggetok meja dengan tangannya.
Tak habis-habis, meskipun selalu mendapatkan penolakan dari Ajeng, Mas Andi tetap tak menyerah, ia masih bertekad kuat untuk mendapatkan hati sang pujaan hatinya.
"Sekeras-keras batu, jika ditetesi air setiap hari, maka akan berlubang juga, Yang! Apalagi kamu, sebenci-bencinya Ajeng Sayang dengan Mas, mas akan selalu menyiraminya dengan cinta dan kasih sayang, pasti suatu saat hati Ajeng akan luluh" kata Mas Andi sambil melirik pada Ajeng.
"Amit-Amit!" gumam Ajeng.
"Amit-amit apa?" kata Fawwaz yang tiba-tiba berada di belakang mereka.
"T-tidak, Tuan!" kata Ajeng.
"Kita tunggu Nurma di sini!" ucap Fawwaz pada kedua pegawainya.
Kedua pegawai keluarganya itu menganggukkan kepalanya sebagai isyarat setuju.
***
Tampak Nurma sedang asyik mengalirkan air ke seluruh tubuhnya.
Terasa menyegarkan, apalagi air yang di pakai di hotel ini berasal dari mata air pegunungan yang tak hanya menyegarkan, tetapi juga menyehatkan kulitnya.
Karena waktu yang diberikan Fawwaz untuk Nurma terbatas, menyebabkan gadis itu tak bisa berlama-lama menikmati kesegaran air di kamar mandi.
Tepat enam menit, ia selesai mandi.
Ia bergegas mengeringkan badannya dan berganti pakaian yang pantas ia gunakan ke pantai.
Seperti perempuan pada umumnya, tampaknya Nurma bingung memilih pakaian yang akan ia kenakan untuk pergi ke pantai.
"Yang mana, ya?" gumam Nurma memilih pakaian yang sudah ia tata tadi pagi.
"Ini aja deh!" ucap Nurma sembari mengambil pakaian panjang berwarna putih tulang yang ia padukan dengan pashmina berwarna coklat susu. Maklum saja, Nurma sedang berusaha agar teguh untuk memakai hijab.
Tak lupa ia juga memakai topi pantai yang dibelikan oleh ibu mertuanya sebelum ia berangkat bulan madu ke Bali.
Memang setelah menjadi menantu konglomerat, sedikit demi sediki Nyonya Raline mengajari Nurma untuk berpakaian modis.
"Oh ya! Jangan lupa pakai kacamata hitam seperti turis-turis asing biasanya" gumam Nurma yang sedang bercermin ketika ia memakai kacamata.
Tok..tok...tok..
Suara ketukan pintu terdengar.
Nurma membuka pintu tersebut dan berkata, "Tuan, tidak perlu ketuk pintu jika ingin masuk, kan Tuan pegang kuncinya" ujar Nurma.
Namun, lagi-lagi Nurma tak menemukan seorang pun berada di depan pintu.
Gadis itu mulai cemas dan ketakutan, ia menemukan sebuah kertas di depan pintu yang membuatnya ketakutan.
"Celaka, Kau!" Isi kertas yang terlipat rapi yang memakai tinta merah seperti darah.
Gemetar dan gugup, keringat mulai membasahi wajahnya, Nurma segera menutup pintu kamar.
Selang satu menit kemudian, ketukan pintu yang sama terdengar dari luar.
Karena takut akan kejadian yang sedang ia alami, Nurma memutuskan untuk tidak membuka pintu.
Tiba-tiba sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya.
Pesan dari sang suami, isinya " Buka pintu! Lama sekali kau."
"T-tuan!"
Nurma spontan memeluk Fawwaz yang berada dihadapannya.
"Lepaskan!" ucap Fawwaz yang merasa risih dengan pelukan sang istri.
"T-tadi ada yang mengetuk pintu, pas saya buka, ternyata sepi, tidak ada orang!" jelas Nurma pada sang suami.
"S-saya takut! Ada orang jahat yang ingin mencelakai saya" Nurma mengadu.
Gadis penakut, pikir Fawwaz.
"Sudahlah! Jangan mengada-ada! Kau hanya buat alasan untuk memeluk saya, kan?!" kata Fawwaz menunjuk wajah Nurma dengan jari telunjuknya.
"Saya ingin pulang ke Jakarta" pinta Nurma.
"Diam! Ayo pergi!" kata Fawwaz sembari menarik tangan Nurma dengan kuat.
Tarikan yang kuat itu membuat gadis itu merasa kesakitan.
Tangannya terlihat memerah, "Aw..sakit! Lepaskan!" kata Nurma meringis kesakitan.