Malam ini aku duduk sendirian di dalam kamar, pada abdi pasti sudah dalam keadaan tidur sekarang ini. Bulan purnama masih benderang terang, tidak pernah bisa terbayangkan jika aku akan merasakan hal seperti ini. Ini adalah hal yang sangat ngilu, ini adalah hal yang sangat menyebalkan. Bagaimana bisa, aku harus menghadapi hal mengerikan di kampus yang sudah aku anggap sebagai tempat ternyaman di dalam hidup.
Gusti, apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku pikirkan sekarang ini, aku merasa jika semuanya dalam keadaan yang baik-baik saja, aku merasa jika hidupku tidak akan pernah baik sama sekali bahkan sampai kapan pun juga. Aku berpikir jika semuanya akan menjadi lebih baik, aku berpikir jika hidupku akan menjadi indah. Sebab kuliah di tempat jauh adalah impianku, mendapatkan wawasan baru yang sangat menyenangkan. Aku tidak mau kalau sampai ada masalah yang membentuk perilakuku berubah, aku tidak mau kalau sampai mereka adalah hal yang membuatku tidak betah kemudian memutuskan untuk berhenti kuliah. Padahal, waktu kuliahku masih begitu sangat lama. Gusti, apa yang harus aku lakukan sekarang ini? Aku benar-benar tidak bisa membayangkan apa yang terjadi, aku tidak bisa berpikir jauh lagi lebih dari siapa pun itu.
Bima, siapa sebenarnya pemuda itu? Bagaimana bisa pemuda itu adalah manusia yang paling mengerikan di dunia ini? AKu benci Bima, aku benci Bima dan aku sangat membenci Bima.
Hingga akhirnya, pikiranku dengan kebencian Bima terhenti, ketika aku membuka jendela, kulihat ada sosok yang sedang membawa kayu, sambil mengenakan topi. Sosok itu mengenakan kaus pendek, sambil celana pendek, dan kulihat sosok itu adalah Zainal. Ya, sosok itu adalah Zainal. Mataku tak berkedip melihatnya, dan sosok itu pun memandangku dengan sempurna. Kami saling pandang untuk sesaat dan aku tidak tahu apa yang ada di dalam otaknya, apa yang ada di dalam pikirannya, dia sedang memikirkan aku kah? Dia sedang memandangku kah? Dia sedang memujaku sama seperti aku memujanya kah? Gusti, aku sangat mencintai pemuda ini.