Chereads / RIANTI : Dendam Terindah / Chapter 14 - BAB 14

Chapter 14 - BAB 14

"Ndhuk, setelah pulang kembali ke Kemuning, kenapa kamu tampak diam saja? Romo sudah bertanya kepadanu bahkan ketika kita berada di rumah kita yang ada di Jakarta, tentang kerisauanmu itu, tentang ketakutanmu itu, kenapa kamu tampak benar-benar begitu sangat menutup diri sekali? Kamu sudah tidak seperti biasanya yang begitu riang dan gembira. Kamu tampak begitu sangat lesu dan ndhak bersemangat sama sekali. Ada apa gerangan yang mengganggu pikiranmu, Sayang?"

Aku hanya bisa terkesiap, tatkala Romo bertanya hal seperti itu, aku sama sekali tidak menyangka jika semua ini akan terjadi, mungkin semuanya akan lebih baik jika aku diam. Menutup semua hal yang menakutkan tentang kisah pemuda jahat itu kepadaku. Pemuda yang tidak akan pernah sudi kusebut namanya, dan pemuda yang tidak akan pernah terbayangkan bahkan sampai kapan pun juga. Aku benci dia, ya … aku sangat membencinya bahkan sampai kapan pun itu aku tidak akan pernah sudi untuk sekadar menyebut namanya sama sekali. Aku kesal, kesal bukan main karena semua perlakuannya.

"Ndhuk,"

Suara itu kembali mengagetkanku, Romo memandangku dengan tatapan tajamnya itu. Aku langsung diam seribu bahasa kemudian menelan ludahku dengan susah luar biasa.

"Oh, Romo … ndhak, aku ndhak apa-apa. Romo, bolehkah aku bertanya sesuatu kepada Romo, jikalau bisa Romo harus merahasiakan ini baik dari Biung juga dari Kangmas, Romo," kubilang.

Iya, aku hanya berdua saja dengan Romo, duduk di teras sambil menyeduh daun teh. Tidak pernah terpikirkan olehku bisa mendapatkan kesempatan untuk berdua saja dengan Romo. Sebab biasanya Biung akan selalu turut serta, dan hal itu akan membuatku kesulitan berbincang bebas dengan Romo.

Iya, aku memang seperti itu. Aku tidak seperti Kangmas yang lebih dekat dengan Biung, aku sebaliknya, malah lebih dekat dengan Romo. Aku lebih merasa nyaman jika harus mengeluarkan semua keluh-kesahku bersama dengan Romo. Mungkin benar apa yang dikatakan oleh orang-orang. Sejatinya seorang anak perempuan cenderung lebih dekat dengan ayahnya dan anak laki-laki cenderung lebih dekat dengan ibunya. Aku rasa hal itu benar adanya, sebab aku merasakan hal yang demikian juga.

"Ada apa, Ndhuk? Kenapa? Kamu mau minta apa? Jangankan dengan seisi dunia ini, bahkan seisi langit jika kamu yang meminta, Romo akan mengabulkannya dengan senang hati," kata Romo kepadaku. Kupeluk Romo dengan begitu erat, rasa sesak mulai menjalar ke ulu hatiku. Tidak pernah terbayangkan bahkan sampai kapan pun juga jika hanya sekadar mengatakan ini sangat begitu susah untukku katakan kepada Romo.