"Ndoro, sudah malam, kenapa jendelanya masih saja dibuka?"
Suara itu berhasil mengagetkanku, kulihat Bulik Salamah tampak berjalan tergopoh mendekatiku. Melihat Zainal yang masih berdiri di ujung mataku dan dia hanya terdiam saja, aku pun buru-buru untuk menutup jendela kamarku. Aku tidak mau kalau sampai Bulik Salamah tahu, apalagi melihat jika aku sekarang ini sedang melihat Zainal. Bisa bahaya! Sebab Bulik Salamah begitu dekat dengan Biung. Yang ada adalah, Bulik Salamah akan mengadu kepada Biung jika aku sedang kasmaran. Satu hal yang tidak terbayangkan sama sekali, dan satu hal yang tidak pernah akan terpikirkan jika pada kenyataannya adalah aku akan diledek oleh Biung, terlebih ... Kang Mas.
Ya, Kangmasku adalah manusia yang paling menyebalkan di seluruh dunia, Kangmasku adalah manusia yang tidak pernah terbayangkan menjengkelkan bahkan tidak ada tandingannya. Apalagi kalau masalah menghina, percayalah, tidak ada yang bisa mendapatkan tandingannya sama sekali. Aku kembali menghela napas panjang, rasanya kembali ke kampus adalah hal yang sangat memekakan hati. Ada manusia seperti Bima, lagi. Dan itu tentunya bukanlah perkara yang baik sama sekali. Bima, bagaimana ada sosok pemuda yang sangat menyebalkan? Bagaimana bisa ada manusia yang tidak tahu diri, aku tidak ingin hidupku dikuasai oleh Bima, apalagi manusia-manusia yang menyebalkan sepertinya.
"Ndoro, kenapa melamun? Ditanya bukannya menjawab kok malah melamun," tegur Bulik Salamah lagi. Aku langsung menggaruk tengkukku yang tak gatal, kemudian aku tersenyum juga.
"Maaf, Bulik. Banyak pikiran, aku ndhak apa-apa sama sekali ini, sedang dalam keadaan baik," kubilang. Bulik Salamah pun menganggukkan kepalanya dengan sempurna.
"Kalau begitu, kalau semuanya memang dalam keadaan baik-baik saja, segeralah tidur, Ndoro. Ndhak akan menjadi baik bagi seorang tidur terlalu malam, nanti masuk angin, lebih dari itu takutnya nanti kena penyakit angin duduk,"
Aku mengangguk lagi, menjawabinya dengan tersenyum apa yang dikatakan oleh Bulik Salamah, dia memang benar, tidak ada yang salah, dan sepertinya aku harus segera tidur dengan manis, agar besok ketika aku bangun, tubuhku menjadi sangat segar. Rasanya, aku sudah tidak sabar untuk sekadar menjalani semua hal dalam hidupku, rasanya aku sudah tidak sabar untuk hidup menjadi lebih baik lagi.
Melihat Bulik Salamah pergi, aku pun bergegas membuka jendela lagi, semua angan yang aku bayangkan pun pupus sudah, Zainal sudah tidak ada di mana pun. Aku merasa kesal karena hal ini, dan aku berharap semoga saja Zainal tidak merasa tersinggung, atau terabaikan sebab aku menutup sebelah pihak jendela yang ada di kamarku.