Zoltan menatap layar handphone cukup lama. Kecewa, kesal dan merasa diremehkan panggilannya di putuskan.
"Wanita itu, apa sedang menguji kesabaranku?"
Zoltan terkekeh kecil baru kali ini merasa gagal menangani perempuan.
"Baiklah Quinn, aku akan ikuti tantanganmu. Tunggu saja sampai minggu ini. Kau tidak akan bisa pergi lagi."
Zoltan sudah memutuskan untuk menunda pertemuannya dengan Enola sampai batasnya. Zoltan percaya diri wanita itu akan menghubungi dan pastinya menghabiskan sebagian isi kartu hitamnya. Namun, hanya saja tidak ada pemberitahuan pengeluaran dari bank sampai sekarang.
Langit sudah hampir gelap. Sore ini Zoltan langsung pulang ke kediaman keluarganya. Sejak pikirannya kacau karena Enola.
"Kakak!" Jose sumringah sosok yang paling ditunggu akhirnya muncul.
"Hai Jose. Kau pasti gelisah menunggu Kakak?"
"Jawab dulu pertanyaanku! lamaran Kakak berhasil? Bagaimana Kakak Guazel mau menikah dengan Kakak? Benar aku gelisah memikirkan itu." Jose memajukan bibir dengan manja.
"Astaga. Kau pasti banyak pikiran saat Kakak tidak pulang, jangan cemaskan Kakak. Aku dengar dari Roy, gadis itu belum menerima pengakuan dari kamu. Kenapa kau ingin melamarnya tapi belum mengakui perasaan?"
"Ah ... Sial si Roy, kenapa mulutnya ember." Jose mengumpat teman sekelasnya itu.
Jose memang belum mengatakan perasaannya pada gadis tersebut. Dia harus mengumpulkan banyak keberanian untuk mengatakan semua itu.
Jose memang terkenal tampan dan cerdas tak sedikit gadis di sekolahnya tergila-gila mengharapkan cintanya. Tetapi sayangnya Jose lebih perduli pada gadis berkacamata tebal dengan dua kepangan. Gadis itu bahkan tidak menarik tapi anehnya membuat Jose berdebar.
...
Sudah beberapa hari ini Enola bolos sekolah, Hingga membuat Katrine datang kerumahnya.
Melihat wajah pucat Enola yang nampak muram itu Katrine langsung menebak sesuatu telah terjadi malam itu. Bahkan Katrine terang-terangan menggodanya.
"Coba ceritakan, bagaimana kalian sampai melakukan itu? Aku jadi penasaran. Seganas apa pria dewasa itu?" Katrine menarik kursi kayu sampai berhadapan dengan Enola.
Enola berdecak tak percaya, karena sahabatnya ini ingin tahu malam pertama yang tidak seharusnya terjadi sekarang. "Kisah adegan dewasa tidak untuk di tiru ataupun di dengar gadis polos. Warning! Relate 20++!"
Seperti sebuah novel roamansa Enola melarang keras gadis yang masih belum cukup umur untuk mendengar hal-hal yang berbau adegan dewasa.
"Dasar pelit." Katrine mencibir, lantas menyambung ucapannya lagi, "tapi aku turut bahagia mungkin tidak lama lagi kau akan jadi nyonya kaya, mimpimu akan tercapai. Dengar aku hanya ingin mengatakan ini padamu. Tolong bertahan, walaupun orang itu lebih tua darimu, cobalah berusaha untuk mencintainya. Anggap saja dia remaja seusia kita. Jadi kau harus melakukan yang terbaik demi orang tuamu, oke."
Enola menunjukan seringai malasnya sebab Katrine prihatin padanya, sudah tidur dengan pria yang usianya terpaut jauh. Mengejutkan sahabatnya itu beranggapan Zoltan pria dewasa yang jelek.
"Kau pasti terkejut jika melihat wajahnya. Orang itu sempurna! Aku jamin seratus persen," balas Enola. Katrine pasti menyesal sudah memiliki pemikiran seperti itu.
"Oh aku tidak penasaran sama sekali wajah dan fisiknya. Aku sudah membayangkan bagaimana tua wajah lelaki itu."
"Kau pasti menyesal sudah mengatakan ini. Aku jamin itu," balas Enola memalingkan wajah.
Keduanya berdebat. Katrine memang belum pernah bertemu Zoltan. Menurutnya Zoltan pria tua yang tidak menarik, cerewet dan penuh kekuasaan. Tetap saja Katrine mendukung mimpi Enola menikah muda dengan lelaki kaya tak perduli sejauh apa usianya, terpenting tajir melintir.
Belum sempat keduanya makan bersama, tiba-tiba ponsel Enola berdering. Panggilan masuk dari Zoltan. Lelaki yang dianggap tua dan jelek oleh Katrine kini berharap panggilannya bisa diterima.
Kali ini Zoltan harus berterima kasih pada Katrine. Panggilannya diterima karena Enola ingin membuktikan ucapannya.
Sengaja Enola memberikan panggilan itu pada Katrine. "Kau harus mendengar suaranya. Bukan hanya wajahnya yang tampan tetapi suaranya juga merdu. Seperti penyanyi, aku yakin kau jatuh cinta dengan suaranya."
Katrine mencibir. "Begitukah. Aku jadi penasaran seseksi apa suaranya sih?"
Untuk membuktikan ucapan Enola, akhirnya Katrine menjawab telepon Zoltan. Tetapi setelah layar ponsel nempel didaun telinganya. Seketika itu Katrine membeku.
"Bagaimana apa kau suaranya membuat jantungmu berdebar? Sekarang kau percaya suaranya merdu sudah pasti wajahnya cakep," ucap Enola cekikan sendiri tak perduli mimik wajah terkejut sahabatnya seperti mayat hidup.
"Gawat! Dia ada disekitar lingkungan ini?" Katrine tak berkedip menatap Enola.
"Apa! Dia ada di sini? Kau serius?"
Katrine mengangguk polos. Seketika itu Enola meremas rambut ikalnya. Tanpa pikir meloncat ke depan cermin.
"Astaga wajahku berantakan sekali? Bagaimana jika dia melihatku seperti ini?" Enola berbalik menatap lemah. Berharap semua yang di dengarnya hanya bualan Katrine.
"Tenanglah! Coba pikir dengan akal sehatmu. Dia tidak akan mengenali sekarang sekalipun kau melintas di depannya. Aku jamin seratus persen!" Katrine menarik napas dalam. Kemudian menepuk bahu Enola.
Gadis berkuncir kuda itu bicara lagi, "yang harus kau lakukan hanya mencari tempat tinggal agar pria dewasa itu tidak berjalan kemana-mana. Kau sudah memiliki rencana menemukan tempat tinggal tuntuk okoh palsumu?"
"Oh iya benar sekali. Sialnya aku tidak tahu rumah siapa yang akan aku pakai untuk tokoh palsuku? Anehnya kenapa sih pria itu tahu alamat tempat tinggalku?" Enola nampak berpikir keras tidak menduga Zoltan mencari ke alamat tempat tinggalnya.
"Profil-mu. Dia pria dewasa yang pintar, tidak susah baginya mencari alamat rumah sekalipun kau tinggal di desa pedalaman. Soal rumah aku akan membantu kamu."
"Astaga aku benar-benar tidak tahu jika tidak ada kau. Katrine." Enola merasa beruntung memiliki sahabat yang penuh perhatian seperti Katrine.
Seperti inilah jika Enola berani menolak telepon Zoltan.
...
Zoltan tidak ingin mengulur waktu terlalu lama. Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan dia harus secepatnya membicarakan ini dengan Enola. Rencana Zoltan menikahi Enola tanpa harus melamarnya. Zoltan sudah mempersiapkan semuanya, mengatur pertemuan Enola dan neneknya juga Jose.
Zoltan benar-benar berdiri tidak jauh dari rumah kontrakan Enola. Sayangnya tidak tahu dia berhadapan dengan kontrakan Enola. Zoltan bergerak gelisah kadang menyender di depan mobil mewahnya, kadang berjalan mengitari lingkungan sekitar. Tetap saja tidak ada tanda-tanda keberadaan perempuan yang dia cari.
"Ayolah Quinn. Dimana rumahmu? Kau sangat kubutuhkan. Sekalipun kau lari ke ujung dunia. Aku akan mengejar sampai kau lelah," ucap Zoltan di tengah kegelisahannya.
Ting!
Harapan dan doa Zoltan terkabul. Dia menerima pesan dari Enola yang memberitahu alamat tempat tinggalnya. Zoltan tidak tahu menahu alamat rumah tersebut ternyata palsu. Enola akan melakukan berbagai cara agar identitasnya tidak diketahui Zoltan.
Sesaat kemudian.
Kini Zoltan sudah berdiri tegak di depan pagar besi yang menjulang tinggi. Dia menengadah menatap atap rumah mewah bertingkat empat tersebut.
"Jadi di sini tempat tinggalmu, Quinn? Seperti yang tertulis di profil-mu. Kau memang kaya."
Tanpa Zoltan sadari Enola dan Katrine mengendap di balik pagar dinding depan rumah mewah tersebut. Saat ini Enola tidak merubah penampilan, dia masih Enola bukan Quinn Shada.
Katrine pernah meminta Enola berdandan ala Quinn. Tetapi Enola menolak keras dengan alasan belum siap menatap Zoltan setelah kejadian malam itu.
"Kau yakin dia tidak akan menerobos masuk?" Enola nampaknya cemas, takut ketahuan kebohongannya.
"Aku tidak yakin dia sebodoh itu. Tetapi, seperti katamu dia bukan pria tua jelek. Lebih tepatnya mirip remaja belasan tahun. Aku tidak mengerti kenapa usia kepala tiga bisa semuda ini? Dia sangat tampan dan wajahnya babyface," celoteh Katrine di tengah kecemasan Enola.
"Ck, sudah aku katakan. Kau pasti terkejut. Sekarang kau percaya padaku. Tetapi yang aku tahu usinya tiga puluh tujuh." Enola sangat antusias bila membicarakan pesona Zoltan seperti remaja.
"Apa mungkin dia memalsukan tanggal lahirnya? Bisa saja dia seusia kita?"
Enola menyenggol lengan Katrine. "Ey ... Itu tidak mungkin."
Tiba-tiba saja mata Enola membulat sempurna ketika melihat Zoltan bicara dengan penjaga rumah mewah itu.
"Gawat! Benar-benar gawat kalau begini. Bagaimana jika dia tahu pemilik rumah aslinya?" rengek Enola tiada akhir.
"Berdoa saja, semoga penjaga rumah itu tidak bicara aneh-aneh." Katrine ikut tegang. Mereka seperti nonton film horor.
Zoltan sendiri masih berbincang dengan penjaga rumah. Seperti dugaan Enola, Zoltan memang menanyakan perempuan bernama Quinn Shada. Tentu saja penjaga rumah mewah itu tidak mengenali nama tersebut.