Chereads / My Date'S Sister In-Law / Chapter 11 - Siapa perempuan itu?

Chapter 11 - Siapa perempuan itu?

Enola tak mampu melihat kenyataan. Lelaki berwajah rupawan itu ternyata Kakak dari pacarnya. Lutut Enola tiba-tiba saja lemas hampir saja ia jatuh beruntung Jose sigap menangkap bahunya.

"Kau baik-baik saja, En?"

Jose maupun Zoltan menatap cemas. Apalagi Nyonya Herbert yang baru mengenal gadis polos seperti Enola.

"Tidak apa-apa. Kepalaku sedikit pusing mungkin kurang tidur," jelas Enola mencari alasan yang masuk akal.

Jose mengerti. Lantas memapah Enola sampai sofa. Pikiran Enola sendiri tidak bisa tenang. Apalagi Zoltan terus memperhatikan.

"Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana jika dia mengenalku?" Enola menjerit dalam hati. Ingin rasanya menghilang dari pandangan lelaki itu.

Enola berharap tidak ada kecurigaan. Semoga saja Zoltan tidak mengenalinya. Ketika pikiran Enola berputar bagai benang kusut, Jose tiba-tiba memperkenalkan Zoltan padanya.

"Enola, ini kakakku yang selalu  ceritakan padamu dulu."

Enola mengangguk ramah, jelas sekali ia berusaha menghindari tatapan Zoltan.

"Hai Enola. Aku, Zoltan. Senang bisa melihat kamu sekarang. Jose selalu membicarakan kamu, benar-benar gadis hebat," sapa Zoltan ramah.

"Hai juga. Aku, Enola Swettz. Terima kasih," balas Enola alakadarnya. Perkenalan yang tidak nyaman buktinya Enola terus gerak-gerak di tempat duduknya.

Alis Zoltan terangkat sepenuhnya tercengang karena jawaban gadis polos itu. Gaya bicara dan logatnya mengingatkan perempuan yang pernah tidur dengannya, sekaligus membuat gelisah.

"Oh iya, kenapa Kakak datang sendiri? Terus di mana kakak Guazel?"

Tiba-tiba Jose mengingatkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Ya maklum saja pemuda itu belum tahu putusnya hubungan Zoltan dan Guazel. Saat Zoltan membuka bibir Sosok perempuan yang mereka bicarakan muncul dari balik pintu.

"Hai semuanya! Maaf aku terlambat."

Guazel melangkah penuh percaya diri. Seolah kedatangannya diharapkan oleh Zoltan. Guazel nampak cantik dengan balutan mini dressnya sampai Enola minder. Sebab penampilan Enola  saat ini tidak sebanding dengan Guazel.

"Guazel? Untuk apa dia datang?" bisik Zoltan dalam hati.

"Kakak Guazel! Syukurlah Kakak datang tepat waktu," ucap Jose sumringah orang yang diharapkan muncul.

Bila Jose bersyukur atas kedatangan Guazel, Zoltan sendiri terlihat tidak senang. Lantas apa yang dipikirkan Enola sejak tadi. Dalam hati gadis itu terus menebak hubungan Guazel dan Zoltan. Tapi sayangnya rasa penasaran harus ia sembunyikan sebab jadi aneh jika dia langsung bertanya.

"Zoltan kenapa diam saja? Cepat bawa Guazel duduk." Nyonya Herbert memecahkan lamunan Zoltan dan juga Enola.

Tanpa pikir lagi Zoltan bangkit dari tempat duduknya melangkah cepat mendekati Guazel. Sayangnya Zoltan tidak mengindahkan ucapan Nyonya Herbert.

"Ikut aku! Kita harus bicara!" Zoltan mencekal pergelangan tangan Guazel menarik paksa, perempuan itu pergi.

Jose dan Nyonya Herbert beranggapan lain. Mereka pikir Zoltan ingin berduaan dengan Guazel. Oleh sebab itu mereka tidak mempermasalahkan sikap Zoltan yang sedikit kasar.

Tinggallah Enola terpaku dengan segudang pertanyaan diotaknya. Saat Nyonya Herbert meninggalkan mereka berdua, Enola memberanikan diri bertanya pada Jose.

"Perempuan tadi siapanya?"

"Tadi calon istri kakakku. Namanya Guazel Veron. Sebenarnya mereka ingin menikah cepat karena kita," jelas Jose senyum-senyum.

"Apa maksudmu karena kita? Mungkinkah kau meminta macam-macam?"

"Bukan seperti itu. Aku minta kakak secepatnya menikah, karena aku ingin menikahi kamu, Enola. Tapi kau harus tahu aku tidak pernah memaksa kakakku. Mereka berdua sudah lama pacaran jadi sudah seharusnya menikah," papar Jose tidak ingin Enola salahpaham.

Berulang kali Enola kaget, kecewa, dan tidak menduga sama sekali bahwa lelaki dewasa itu memiliki pacar. Lantas kenapa dia harus berkencan dengan gadis sepertinya. Enola tidak bisa berpikir lagi semuanya terlalu mengejutkan.

Zoltan membawa Guazel ke kamar. Setelah menutup pintu dan menguncinya baru melepaskan tangan wanita itu.

"Kenapa kau tiba-tiba datang? Apa maksud  semua ini!" Zoltan tidak kuasa meredam amarah. Guazel selalu bertindak semaunya.

"Aku hanya ingin membantumu. Bagaimana aku datang tepat waktu, kan? Ayolah  besok malam kau harus datang menemui kedua orang tuaku. Bukankah kita saling melengkapi?" Guazel terkekeh kecil reaksinya membuat Zoltan muak.

"Kau harus pergi sekarang juga!" Zoltan tidak memperdulikan omong kosong sang mantan. Membuka pintu kamar agar Guazel ke luar, tetapi malah mendapati Jose berdiri di depannya.

"Hai Kakak. Makan malamnya sudah siap. Nenek dan Enola menunggu di ruang makan. Bawa kakak Guazel juga ya," ucap Jose dengan senyumnya.  Jose pergi setelah mengajak Zoltan dan Guazel.

"Setelah makan kau harus pergi! Jangan katakan yang tidak perlu karena ucapanmu akan menyulitkanku," jelas Zoltan memperingatkan sang mantan. Agar tidak membuat masalah selama makan malam.

Saat Zoltan dan Guazel turun, Nyonya Herbert, Jose dan Enola sudah duduk di depan hidangan. Makan malam dengan berbagai menu mewah  belum pernah dinikmati gadis miskin seperti Enola.

Enola duduk saling berhadapan dengan Zoltan, di sampingnya ada Jose. Di meja paling ujung Nyonya Herbert. Perempuan paruh baya yang masih terlihat segar itu walau usianya tidak muda lagi berhasil membesarkan dua cucunya seperti sekarang ini.

Makan malam berlangsung aman dan nyaman tanpa adanya gangguan. Tetap saja bagi Enola tidak nyaman sebab berhadapan dengan lelaki dewasa yang pernah tidur dengannya, di tambah perempuan lain di dekat lelaki itu.

Setelah makan malam berakhir Zoltan langsung membawa sang mantan pergi. Namun di depan pintu Guazel mengatakan omong kosong yang membuat Zoltan emosi.

"Bagaimana jika aku hamil?"

"Apa maksudmu hamil? Kau juga tahu kita tidak melakukan itu selama beberapa bulan. Jika kau hamil itu bukan anakku. Kenapa tidak minta pertanggung jawaban pada lelaki yang tidur denganmu?"

Zoltan geli sendiri omong kosong sang mantan dengan ancaman kehamilan agar Zoltan kembali padanya. Zoltan bukan lelaki bodoh yang bisa dimanfaatkan karena kehamilan. Sebab ia tahu perempuan itu sudah tidur dengan lelaki lain di saat Zoltan tidak melakukan selama berbulan-bulan.

"Maaf, aku hanya ingin mengujimu. Mana mungkin aku hamil anakmu. Aku tahu dia bukan lelaki baik-baik. Aku sudah mengakhiri hubungan kami. Sebab itulah aku merasa cemas takut ada janin yang hidup di rahimku."

"Aku tidak perduli. Jika kau hamil anaknya itu bukan urusanku! Besarkan bayinya dan tunjukan pada si brengsek itu! Aku tidak mungkin menikah denganmu!" tandas Zoltan tegas.

Ketika keduanya bersi tegang Enola muncul. Tentu saja kehadirannya tak terduga. Enola menutup mulutnya dengan dua tangan mungkin saja gadis itu salah sangka dengan perbincangan Zoltan dan Guazel.

"Maaf aku menganggu. Silahkan lanjutkan." Enola berlalu pergi membawa kesalahan pahaman. Hatinya berkecambuk bagai duri yang menusuk perasaan.

"Astaga kenapa aku bisa tidur dengan seorang bajingan. Bagaimana jika aku hamil juga? Dia bahkan tidak mau menikahi pacarnya yang sudah lama bersamanya. Apalagi aku  baru saja bertemu?"

Enola menutupi wajahnya sendiri. Seluruh tubuhnya terasa panas. Kepalanya mendadak pusing. Sepertinya dia merencanakan kabur. Namun ketika Enola hendak meninggalkan Jose datang menghadangnya.

"Enola mau kemana? Aku sedang menyiapkan cemilan untukmu."

"Aku ingin pulang, masih ada urusan. Biarkan aku pergi." Enola hendak menerobos tapi Jose tidak membiarkannya.

Jose memegang dua bahu Enola, menatap intens. "Ayolah Enola, aku berusaha keras membuat pancake kesukaanmu."

Jose langsung membawa Enola ke dapur, tanpa mendengar keluhan gadis itu. Jose mendudukan Enola di depannya. Dia sendiri membuat pancake.

"Bukankah aku terlihat seksi? Seperti pria tampan pintar memasak," celetuk Jose tiba-tiba mengalihkan perhatian Enola yang sejak tadi tidak memperdulikan.

"Maksudmu koki?" Enola tersenyum manis, "ya untuk saat ini kau memang terlihat seperti koki restoran. Kenapa susah-susah membuat cemilan sendiri? Bukankah koki di rumahmu banyak?"

"Mereka sudah pulang. Aku tuan rumah yang sangat perhatian. Mereka sudah bekerja keras menyiapkan makan malam untuk kita, jadi  sengaja mengirim mereka lebih awal," jelas Jose dengan bangganya.

Enola hanya mengangguk tanpa reaksi yang berlebihan. Saat keheningan menyapa keduanya terdengar nada pemanggil dari handphone Jose.

"Enola tolong handphone-ku!"

Enola sigap meraih benda pipih tak jauh dari jangkuannya, memberikan pada Jose.

"Enola bisa ambil alih ini sebentar? Aku harus mengambil panggilan," pinta Jose bersiap pergi.

"Baiklah, apa aku harus meletakan adonan ke  teflon?"

"Ya tuangkan saja adonannya," ucap Jose setengah menjauhi.

Sayangnya petunjuk Jose tidak lengkap. Enola masih kebingungan tidak mengerti tugasnya. Seperti petunjuk Jose menuangkan adonan ke dalam teflon. Tapi sepertinya Enola masih kebingungan.

"Kenapa matangnya sangat lama? Apa apinya kekecilan?"

Pada akhirnya Enola menaikan suhunya, dan berhasil menghasilan kobaran api yang cukup besar.

Selama menunggu adonan matang, pikirannya melayang mengingat masalah hidup.

Kebetulan Zoltan melintas, indra penciumannya mendengus bau hangus.

"Astaga gosong!" Zoltan bergegas berlari mematikan kompor yang hampir membakar teflon.

Seketika Enola kaget tiba-tiba saja Zoltan datang.  "Oh pancakenya!" Enola jadi panik setelah akal sehatnya berkumpul.

"Kau baik-baik saja Enola?"

Zoltan lebih mencemaskan keadaan Enola daripada dapurnya yang hampir saja dilahap api.

"Bab-baik, tentu saja aku tidak apa-apa," balas Enola tergagap.