Chereads / My Date'S Sister In-Law / Chapter 13 - membeku Bersama

Chapter 13 - membeku Bersama

Enola melambaikan tangan saat Zoltan tiba. Lelaki yang dianugerahi tubuh tegap sempurna ditambah long coat hitam melekat di tubuh kekarnya membuat pasang mata di sekitar terpesona, tentu saja Enola sendiri sudah terpukau sejak tadi, sampai angannya melambung tinggi hingga tidak sadar sudah ada di dalam mobil.

"Apa ini keringat?" Zoltan menyeka buliran kecil di atas dahi Enola yang hampir saja meluncur ke bawah. Maklum saja Enola baru saja lari maraton tak sempat menyeka keringat, Zoltan sudah datang.

"Oh, cuacanya sangat panas. Iya, kan?" Enola nyengir sendiri. Mengibaskan sebelah tangannya seolah cuaca malam memang panas, padahal udara di luar cukup membuat tangan dan kaki membeku karena musim sudah berganti. Beberapa pejalan kaki yang melintas mengenakan mantel berlapis sedangkan Enola mengatakan udaranya panas. Tentu saja ucapannya bertolak belakang dengan keadaan.

"Haruskah pendinginnya dinyalakan?" tawar Zoltan.

"Boleh," balas Enola menyetujui.

Zoltan benar-benar menghidupkan pendingin di mobi itu. Sedangkan di luar suhu mencapai 23 derajat celcius. Mobil mewah yang memiliki warna merah berkilau itu melaju pelan menyusuri jalanan Manhattan. Beberapa menit kemudian tubuh Enola menggigil, tangan dan kakinya gemetar. Zoltan pun tidak beda jauh. Ac mobil telah membekukan tubuh mereka dalam sekejap.

"Kita matikan saja Ac-nya."

"Baiklah, matikan saja."

Setelah pendingin itu dimatikan suhu di dalam mobil berubah hangat. Zoltan menggantinya dengan penghangat yang memang cocok untuk sekarang.

"Sekarang kita mau ke mana? Kau bilang ingin bicara serius. Apa itu?" Enola melayangkan pertanyaan yang sejak tadi memenuhi pikiran.

"Pertama kita ke restoran. nenek dan Jose mungkin sedang menunggu di sana."

"Baiklah aku mengerti. Lantas bagaimana dengan keinginanmu itu? Aku selalu kepikiran percakapan seperti apa yang ingin kau bahas?"

Soal itu nanti saja. Ada waktunya kita bicara berdua," jelas Zoltan.

"Oke, aku paham."

Enola tidak bertanya lagi, dia duduk santai sembari menikmati keramaian kota. Sedangkan Zoltan fokus dengan kemudi. Sampai akhirnya mereka tiba di restoran tersebut.

Setelah memarkir mobil Zoltan membawa Enola masuk. Seperti ucapannya tadi Nyonya Herbert dan Jose sudah menunggu di meja yang sudah di reservasi sebelumnya.

Enola cukup terkejut ketika penampakan dua orang yang dikenalnya tersenyum dan melambai tangan. Langkah kakinya tiba-tiba terhenti sejenak sampai Zoltan harus menautkan lima jarinya.

"Tidak apa-apa, mereka keluargaku," jelas Zoltan berupaya menenangkan dengan tatapan hangatnya.

Enola mengangguk tanpa berkata-kata. Melangkah sedikit lambat dari Zoltan. Semoga saja Jose tidak mengenalinya.

"Kakak kenapa lama sekali? Nenek hampir tidur menunggumu!" Jose masih fokus pada kakaknya,

"Maaf, jalannya macet. Tapi Kakak berhasil membawa dia."

Zoltan melirik Enola. Jose dan Nyonya Herbert tentu saja mengikuti arah pandang Zoltan.

"Siapa dia, Zo? Kenapa bersamamu?" tanya Nyonya Herbert yang sejak tadi memerhatikan Enola.

"Ini pacar Zoltan yang baru Nek. Namanya Quinn Shada," jelas Zoltan tanpa ragu.

Jose maupun Nyonya Herbert saling bersitatap sebab yang mereka tahu pacar Zoltan hanya Guazel. Mereka ingin meminta penjelasan, namun harus menjaga perasaan wanita di depannya. Untuk sementara ini Jose maupun Nyonya Herbert memilih mengikuti alur yang dimainkan Zoltan.

Mereka duduk saling berhadapan. Hidangan makan malam spesial sudah tersaji di atas meja. Dan segelas anggur merah tak ketinggalan.

Enola meluruskan punggung bersiap memotong stiek daging sapi. Jujur saja sangat gugup harus menggenggam pisau dan garpu sebab kali pertama makan malam seperti ini.

"Kakak, boleh aku minum sedikit?" Jose yang masih sekolah meminta ijin dulu sebelum menikmati alkohol yang tidak seharusnya ia nikmati.

"Baiklah tapi untuk malam ini saja. Ingat hanya satu tegukan," ancam Zoltan.

"Sip!" Jose sumringah sebab diijinkan.

Enola yang aslinya masih belum cukup umur menikmati alkohol terpaksa meminumnya. Bukankah ini bukan pertama kalinya? Di pesta pertemuan kedua dengan Zoltan, pernah minum alkohol bahkan langsung teler. Saat itulah kejadian malam tak terduga terjadi. Enola berharap kejadian sebelumnya tidak terulang.

"Tak boleh! Jangan sampai aku meminumnya. Minuman ini sangat berbahaya!" jerit Enola pada diri sendiri.

"Kau baik-baik saja, Quinn?" Zoltan cemas menatap Enola yang sejak tadi keluar dari pikirannya.

"Tidak masalah. Hanya sedikit pusing, sepertinya harus minum sedikit."

"Kalau sakit lebih baik jangan. Sebaliknya kau harus minum obat."

Sikap Zoltan selalu tidak terduga. Dia mengganti gelas anggur merah dengan segelas air putih biasa.

"Tidak usah. Aku bisa menahannya." Enola jadi tidak enak hati sebab Jose maupun Nyonya Herbert memerhatikan.

"Kakak boleh kita bicara sebentar?" Jose meninggalkan tempat duduknya tanpa menunggu Zoltan.

"Baiklah. Kau ingin bicara apa?" Zoltan menarik napas sebab adik kesayangannya itu sudah melangkah sebelumnya.

"Quinn, tunggu sebentar ya?"

Enola mengangguk bersamaan senyumnya yang mengembang. Kini Zoltan dan Jose berduaan di tempat jauh dari pandangan Enola.

"Kakak apa benar wanita itu pacar Kakak? Lalu bagaimana dengan kakak Guazel?" Akhirnya Jose bertanya setelah ditahan-tahan.

"Guazel dan Kakak sudah putus. Sudah lama hubungan kami berakhir," jelas Zoltan apa adanya.

"Kenapa putus? Apa alasannya? Bukankah waktu itu Kakak ingin melamar kakak Guazel? Lantas lamaran Kakak bagaimana?" Bertubi pertanyaan yang di lempar Jose mengenai hubungan Zoltan dan Guazel.

"Nanti saja Kakak ceritakan. Sekarang tidak enak Quinn dan nenek pasti menunggu kita." Zoltan menepuk bahu Jose.

"Tapi Kakak? Aku tidak mau mengakui pacar baru Kakak itu, sebelum tahu penyebab putusnya hubungan Kakak Guazel dan Kakak?"

Zoltan yang sudah melangkah mendadak terhenti, lalu berbalik menghadapi adiknya itu.

"Baiklah tapi ini singkatnya. Kakak minta putus sebab Guazel selingkuh."

"Apa? kakak Guazel selingkuh dari Kakak?" Jose melongo tak berkedip. Penjelasan sang Kakak sudah memukul perasaannya.

"Iya, Kakak malu sudah mencintai wanita seperti itu. Sekarang kau sudah tahu. Kakak tidak keren, buktinya wanita yang Kakak cintai direbut lelaki lain. Kasus seperti ini sering terjadi pada pasangan. Oleh sebab itu kau harus pintar memilih perempuan."

Jose mengangguk paham setelah mendapatkan perhatian dari sang Kakak. Dia tidak bertanya lagi. Mengikuti Zoltan kembali ke tempat semula.

"Kalian lagi bisnis apa sih? Lama sekali. Nenek dan Quinn hampir saja menghabiskan satu botol anggur. Kalian bisa lihat dia sudah seperti ini?" Nyonya Herbert menoleh ke sampingnya.

"Astaga apa dia sudah mabuk?" Zoltan menggeleng tak percaya melihat Enola tidur, dengan menyanggah kepalanya di atas meja.

"Sebaiknya Kakak Quinn bawa pulang!" Jose mencemaskan Enola yang teler. Tidak terpikir wanita yang dianggap pacar baru Kakaknya adalah Enola. Penampilan dewasa Enola sempurna siapapun tidak akan menyangka.

"Baiklah kalau begitu Kakak pulang duluan. Kamu bawa mobil, kan? Hati-hati jalannya licin sebab salju turun," ucap Zoltan tatapannya beralih ke luar kaca. Memang benar buliran putih berterbangan cukup lebat hingga membuat pohon dan jalan di sekitar tertutup salju.

Tidak ada pilihan lain Zoltan memangku Enola ala bridal style sampai ke dalam mobil. Zoltan menatap Enola yang masih menutup mata.

"Pulang ke rumah atau ...?" Zoltan memiliki dua pilihan yang sulit. Zoltan tidak mau mengambil jalur sulit. Jalanan jadi lebih licin dari sebelumnya sebab salju turun.

Sesaat kemudian mobil mewah itu terparkir di Omini hotel. Seperti sebelumnya Zoltan membawa Enola ke kamar hotelnya. Kamar yang menjadi saksi pergumulan mereka berdua. Bedanya sekarang Zoltan bertekad tidak akan menyentuh Enola. Apakah Zoltan bisa menjaga janjinya?

Perlahan merebahkan Enola di atas king size. Melepaskan heels dan membenarkan letak tidurnya. Terakhir menyelimuti tubuh Enola yang hampir membeku.

Setelah menghidupkan penghangat ruangan barulah Zoltan duduk sembari mengotak-ngatik handphone. Sesekali melirik Enola yang bergerak-gerak gelisah di dalam tidurnya.

Tiba-tiba saja Enola duduk dengan dua mata yang masih tertutup. Sekarang Zoltan tidak kaget lagi sebab sebelumnya pernah melihat keanehan itu.

"Tidurlah lagi Quinn. Di luar turun salju, kau harus menginap malam ini di sini. Besok kita pulang."

Zoltan membaringkan Enola lagi seperti semula. Kali ini Enola menggigil kedinginan mungkin pakaian yang ia kenakan terlalu tipis. Padahal selimut sudah membantu menutupi tubuhnya itu.

"Dingin sekali." Enola mengeluh dalam tidurnya. Tangan dan kakinya bergerak gelisah, bibirnya bergetar, hidung dan daun telinganya merah.

"Rupanya kau benar-benar membeku Quinn. Apa yang harus aku lalukan agar kau tidak menggigil?" Zoltan memberanikan diri menyentuh dua pipi Enola.

Benar saja pipi Enola seperti es. Beruntungnya telapak tangan itu menghangatkan dalam sekejap. Enola merasa nyaman walau tangan dan kakinya masih gemetar. Saat Zoltan ingin menarik tangannya Enola menahannya. Hingga tangan Zoltan masih nempel di pipi Enola.

Sialnya Enola tidak puas menerima kehangatan telapak tangan saja. Gadis itu minta dipeluk. Tentu saja Zoltan yang sama kedinginan tidak dapat menolak permintaan itu hingga akhirnya Zoltan masuk ke dalam selimut. Enola menjadikan bahu tangan Zoltan sebagai bantal. Zoltan sendiri memeluk erat tubuh mungil itu. Kehangatan tercipta walau tidak sepenuhnya menghilangkan kebekuan.

Tangan Enola bergerak di bawah selimut. Entah apa yang gadis itu sentuh hingga membuat Zoltan menegang dalam sekejap.

"Quinn, jangan sentuh itu!" Tangan Zoltan terkepal kuat. Jiwa lelakinya ke luar, sentuhan kecil tangan gadis itu sudah membangunkan junior kesayangannya yang bersarang di dalam sangkar.