Zoltan menunggu pintu lift yang masih tertutup rapat. Bergerak gelisah sesekali memainkan benda pipihnya.
"Ya Tuhan. Kenapa perempuan itu selalu membuat aku tersiksa." Zoltan menggeram kesal, mengingat kelakuan Guazel setelah berpisah dengannya.
Tetap saja cemas, takut mantannya itu melakukan hal bodoh. Melompat dari ketinggian untuk mengakhiri hidup adalah ide gila. Kenapa juga perempuan berparas cantik dan kariernya cemerlang rela melakukan kebodohan demi seorang Zoltan Mayers.
Jalinan asmara keduanya cukup lama. Selama itu Guazel selalu membuat Zoltan bahagia dengan masakan yang ia siapkan setelah pulang kerja. Guazel pandai memasak karena dia memiliki restoran cukup besar di tengah New York city. Dulunya perempuan cantik itu memang suka memasak, bahkan selalu mendapatkan peringkat pertama memasak go internasional.
Ting!
Lift yang di tunggu akhirnya terbuka juga. Tanpa pikir Zoltan masuk, menekan angka sesuai ketinggian apartemen tersebut. Tak henti melirik detik tiap menit jarum arloji yang melingkar di tangan.
Saat lift itu terbuka Zoltan langsung berlari menerjang udara penuh kehampaan. Beberapa anak tangga ia naiki sampai atap yang dituju.
"Guazel!" Zoltan memekik, berlari mencari sosok mantannya itu
"Guazel di mana kamu?" Zoltan terus mencari keberadaan Guazel sebab sosok perempuan itu tidak ada di manapun.
Zoltan kebingungan saat itulah Guazel menampakan diri.
"Zo! Zoltan! Aku disini!" Guazel menunjukan batang hidungnya dengan senyum yang merekah indah.
Zoltan langsung menghampiri mantannya itu dengan napas tersenggal.
"Kau baik-baik saja? Jangan melalukan kebodohan demi ikatan tak berarti ini!"
"Maafkan aku. Telah membuat kamu cemas Zo. Tetapi aku jadi tahu ternyata kau masih perduli padaku." Pipi Guazel merona. Tapi Zoltan sebaliknya, akibat pikiran sempit sang mantan membuat waktu berharga Zoltan terbuang.
"Aku memang cemas, karena tidak mau ada korban setelah hubungan kita berakhir. Kau harus tahu, aku melakukan ini hanya untuk diriku sendiri. Aku tidak ingin merasa bersalah, jadi enyahkan pikiran tidak berguna itu!"
Zoltan tidak setuju jika tindakannya menguntungkan sang mantan. Pengkhianatan Guazel masih membekas sampai sekarang bagaimana mungkin Zoltan memaafkan semudah itu
Guazel menunduk. Sudah ia duga Zoltan belum bisa memaafkannya. Bukan namanya Guazel jika tidak melakukan apapun yang menguntungkannya.
"Zo, besok kedua orang tuaku akan datang. Mereka pasti menanyakan kamu. Aku tidak sanggup membayangkan perasaan mereka saat tahu hubungan kita berakhir. Sebab itu aku sangat putus asa, mau kah kau datang besok malam untuk menenangkan mereka."
Zoltan berdecak sebab mantannya itu meminta hal yang sulit ia lakukan sekarang.
"Entahlah, biar aku pikirkan dulu," balas Zoltan, lantas melenggang meninggalkan Guazel.
"Zo! Kau harus datang! Aku akan bunuh diri di depan orang tuaku. Jika kau tidak mengabulkan permintaaku!"
Langkah Zoltan terhenti, masih memunggungi Guazel. Zoltan menatap lurus dengan ekspresi datar.
"Aku akan menghubungi polisi, dan ambulance jika kau melakukan hal bodoh lagi. Ku pastikan kau tidak akan pernah mati," tegas Zoltan kali ini benar-benar meninggalkan Guazel.
Zoltan bergegas masuk ke mobil, saat di depan kemudi pesan masuk dari Alex. Alex memberitahukan tidak menemukan Quinn Shada. Alamat yang di tuju sangat membingungkan kini Alex menyerah memasrahkan semua pada Zoltan.
Zoltan menyender di punggung kursi dengan kedua mata tertutup. Saat itulah panggilan masuk dari Enola aka Quinn Shada.
"Halo Quinn. Alex menjemputmu tapi kau tidak ada ditempat. Sekarang kau di mana?" Zoltan langsung melayangkan pertanyaan.
"Maaf sepertinya aku tidak bisa datang. Ada pekerjaan yang belum di selesaikan."
"Kapan selesainya? Keluargaku ingin sekali bertemu. Aku akan menunggu sampai kamu siap." Zoltan terpaksa sedikit memaksa kehendaknya sebab malam ini sudah direncakan bersama Jose.
Enola yang berdiri di halte bus bergerak gelisah sebab tidak tahu kapan pulang dari rumah Jose.
"Quinn kenapa diam? Tolong luangkan waktumu sebentar saja. Tidak ada hal yang paling bermakna selain mempertemukan keluargaku denganmu."
Enola sedikit tergugah dengan ungkapan penuh ketulusan itu.
"Baiklah aku akan datang. Pukul sembilan aku selesai, kirim saja alamat rumahnya aku akan datang sebisa mungkin."
"Terima kasih Quinn. Aku akan menjemput kamu langsung. Chat saja jika sudah selesai."
Obrolan mereka berakhir setelah Enola menyetujui ucapan Zoltan. Kini Zoltan bisa lega walaupun harus datang sendiri tanpa kekasih.
...
Jose berlari menghampiri Enola yang duduk di halte bus. Sejak gadis itu memutuskan datang senyum kebahagiaan terukir indah di sudut bibirnya. Jose makin berharap hubungan tanpa cinta ini bisa tumbuh setelah Enola bertemu keluarganya.
"Enola!" Jose melambai ketika menemukan gadis yang dicintainya. Dia bergegas menghampiri.
"Oh sungguh, ternyata kau mirip pangeran kaya. Gaya busanamu dan mobil mewah itu." Rupanya Enola memperhatikan penampilan Jose dan mobil mewah yang dibawa Jose.
"Jadi sekarang kau percaya aku kaya? Terima kasih Enola sudah memutuskan datang. Tidak ada kebahagiaan yang indah seperti saat ini."
Enola terkekeh kecil melihat reaksi Jose seperti memenangkan undian milyaran. Padahal hanya menjemputnya.
"Kau berlebihan. Karena kau temanku, apa salahnya mengabulkan keinginanmu. Mari pergi, aku sudah tidak sabar lagi ingin bertemu dengan kakak dan nenek kamu."
"Baiklah gadisku. Silahkan masuk!" Jose membuka pintu mobil depan untuk pacar pertamanya itu.
Dengan senang hati Enola menyamankan diri di dalam mobil. Seperti yang dilihat mobil tersebut benar-benar seperti baru bahkan dalamnya sangat wangi. Enola masih tidak percaya Jose kaya raya.
"Oh iya, kau tidak akan macam-macam kan? Kita hanya makan malam dan perkenalan sesudah itu berakhir?" ucap Enola tiba-tiba memiliki pemikiran itu. Enola cemas takut Jose melamar di depan keluarganya. Jujur saja Enola tidak bisa melakukan apapun di depan keluarga Jose.
"Jangan kuatir. Aku hanya ingin memperkenalkan nenek dengan kamu. Oh iya kakakku juga membawa tunangannya. Kau pasti ingin melihat kakaku," jelas Jose penuh percaya diri.
Enola menyetujui ucapan Jose. Tidak berlama-lama lagi Jose melajukan mobil mewahnya menuju tempat tinggalnya. Enola tidak mampu berkata-kata saat Jose membawa masuk ke rumah mewah nan megah itu.
Rumah itu seperti istana dalam negri dongeng. Halaman yang luas dan ruang tengah seluas tempat tinggalnya. Enola tidak mampu bersua hanya bisa mengagumi dalam hati.
. . .
Sedangkan Zoltan masih dalam perjalanan. Di belakangnya nampak sebuah mobil mewah berwarna putih mengikutinya. Pemilik mobil putih tersebut fokus dengan penguntitannya. Guazel tidak sengaja mendengar pembicaraan Zoltan dengan Enola waktu mereka menelpon. Sebab itulah Guazel mengikuti Zoltan sebisa mungkin. Guazel ingin tahu perempuan seperti apa yang membuat Zoltan melupakan dirinya.
Zoltan memasuki pekarangan rumah yang luas. Tentu saja tidak sembarang mobil yang masuk hanya anggota keluarga tertentu. Namun situasi seperti itu tidak berlaku bagi Guazel sebab wanita itu masih dianggap bagaian dari keluarga.
Penjaga keamanan depan gerbang utama membukakan pintu gerbang untuk Guazel. Sengaja mobilnya ia parkir di pinggiran pagar dinding. Guazel sendiri mengendap mengikuti langkah Zoltan yang memasuki rumah tersebut. Guazel tidak bisa menampakan diri secepat itu. Ia harus melihat situasi Zoltan dan anggota keluarga.
"Kakak!" Jose memekik riang gembira saat sang kakak datang.
"Maaf aku datang terlambat."
"Tidak apa-apa Kakak. Aku senang karena Kakak menepati janji." Jose tidak bisa menyembunyikan senyum kebahagiaan.
"Oh iya di mana pacarmu? Ko hanya ada kamu dan nenek?" Zoltan celingak-celinguk mengitari semua sudut ruangan.
"Dia ada di kamar kecil. Oh itu dia!" Jose sumringah melihat kemunculan Enola di saat yang tepat.
Sontak saja Zoltan melirik kebelakangnya. Sosok gadis mungil dengan balutan gaun warna kuning dan kaca mata berlensa tebal menarik perhatian sang Zoltan.
Zoltan terpaku. Enola lebih kaget saat mengenal wajah tampan itu.
"Sedang apa dia di sini?" Enola berkata dalam hati. Dia mematung tanpa melanjutkan langkahnya. Masih kebingungan sebab teman kencannya ada di depan mata.