Chereads / Gasiang Tangkurak / Chapter 6 - Bukan Tipeku

Chapter 6 - Bukan Tipeku

Setelah mencapai kesepakatan dengan Yudi dan Puti, akhirnya Radit merasa senang. Besok ia akan pergi bersama teman-teman barunya itu mendaki puncak Gogo. Radit membawa kedua orang itu duduk di sebuah kursi yang terbuat dari kayu di sekitar halaman rumah Andung Jubaidah. Mereka bercengkrama dan saling mengenal lebih dalam pada satu sama yang lainnya.

"Jadi, kamu rencananya berapa lama di kampung ini, Dit?" tanya Puti yang sedari tadi sepertinya sangat tertarik dengan Radit.

"Sepertinya memang agak lama, Put. Menunggu sampai andungku benar-benar sembuh dulu. Kebetulan aku memang lagi cuti kuliah," jawab Radit apa adanya pada Puti.

"Lalu, ayah dan ibumu nggak kerja?" tanya Puti lagi.

"Mamiku memang ga kerja, Put. Kalau Papi, karena yang punya perusahaan itu Papi sendiri, tentu saja Papi bisa bebas masuk dan cuti bekerja. Lagi pula Papi terus memantau dari sini, ada orang-orang kepercayaan Papi yang akan menghandle pekerjaan selama Papi di sini," ungkap Radit memberikan penjelasan pada Puti.

Sepertinya, Puti memang sangat tertarik pada Radit. Itu bisa tampak dari caranya memperhatikan Radit tanpa henti, bahkan saat Radit bicara dengan Yudi sekali pun. Puti yang seorang gadis kampung, baru pertama kalinya menyukai seorang pria dan itu pria kota pula. Selama ini, Puti tidak pernah menunjukkan ketertarikannya pada pria mana pun karena memang menurutnya, tidak ada pria kampungnya yang bisa membuatnya jatuh hati.

Puti juga merasa tidak ada pria kampung yang sesuai dengan kriteria pria idamannya. Bagi seorang gadis seusia Puti, tentu saja mencari sosok pria bukan lagi hanya sekedar dijadikan kekasih saja. Tapi, juga untuk menjadi pasangan hidup alias untuk menuju ke jenjang pernikahan. Jadi, itu sebabnya Puti tidak pernah sembarangan menaruh hati pada pria yang menurutnya tidak memenuhi kriteria idamannya.

"Kamu dan Yudi sudah lama berteman, ya?" tanya Radit pada Puti.

"Iya. Kami udah temanan sejak masih kecil. Maklum aja lah, namanya juga tinggal di kampung yang sama. Udah pasti dari kecil udah berteman karena memang ruang lingkup kampung tidak seluas di kota," ungkap Puti menjawab pertanyaan Radit.

"Tapi, memang asik tinggal di kampung dari pada di kota. Suasananya sejuk dan tenang. Cocok banget nih untuk adik aku yang memang hobby menulis," ucap Radit lagi.

"Adik kamu suka nulis? Pas banget dong sama suasana di kampung gini, bikin pikiran tenang dan ide menulisnya pasti mengalir deras," seru Puti pada Radit dengan rona wajah bahagia.

"Iya. Apalagi, cewek-ceweknya cantik dan ramah. Iya kan, Yud?" tanya Radit pada Yudi yang sedari tadi hanya diam memperhatikan buah sao di atas pohonnya yang tinggi dan rindang.

"Eh, apa? Maaf, aku nggak dengar," ucap Yudi yang memang tidak mendengarkan apa pertanyaan Radit padanya.

Sejujurnya, Yudi sedang berpikir keras tentang pembalasan sakit hatinya pada Puti saat ini. Ia sudah terlanjur mengambil langkah ini dan tidak ada cara lagi untuk kembali. Yudi sama sekali tidak berniat pula untuk menyerah karena sudah memutuskan ini dari awal. Namun, saat ini sepertinya Yudi punya satu saingan lagi. Radit sepertinya juga menyukai Puti dan bagaimana jika nanti keduanya saling menyukai kemudian memutuskan untuk melanjutkan hubungan ke tahap yang lebih serius lagi? Tentu saja itu akan membuat pekerjaan Yudi bertambah.

Radit menatap pada wajah Yudi yang memang terlihat tidak mengerti dengan apa yang ia tanyakan tadi. Radit tersenyum karena ia melihat bahwa sepertinya Yudi juga menyukai Puti. Radit adalah seorang pemuda dengan pergaulan yang luas di kota. Ia sudah banyak bertemu dengan teman laki-laki dan perempuan yang baik sampai ke yang liar. Jadi, ia sedikit banyak memahami gelagat seseorang dan apa yang mungkin orang itu rasakan. Apalagi, Radit adalah seorang mahasiswa di Fakultas Kedokteran. Tentu saja dia juga mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan bahasa tubuh seseorang.

"Aku bilang, aku betah di kampung ini karena gadis-gadis di sini sangat cantik dan juga ramah-ramah," ucap Radit mengulangi lagi kalimatnya tadi tanpa adanya pertanyaan pada Yudi.

"Kamu benar sekali, Dit. Itu sebabnya aku tidak pernah bisa pergi dari kampung ini." Yudi berkata sambil menatap Puti yang ternyata sedang mencuri pandang pada Radit.

"Apa kamu juga berniat menikahi salah satu gadis di kampung ini, Yud?" tanya Radit tiba-tiba.

Menurut Radit, itu adalah pertanyaan biasa. Namun, ternyata Yudi menanggapinya dengan terlalu serius dan menatap tajam pada Radit. Radit yang mendapat tatapan menakutkan dari Yudi menjadi salah tingkah dan berpikir bahwa ia sudah salah bertanya. Radit tidak berpikir bahwa Yudi akan merasa tersinggung dengan pertanyaan sepele seperti itu.

"Kamu ga tau, ya? kemarin itu Yudi melamar aku," ucap Puti membuat Radit mau pun Yudi terkejut.

Radit tidak menyangka bahwa ternyata Yudi sudah melamar Puti dan begitu pun dengan Yudi yang sangat tidak menduga bahwa Puti akan mengatakan sebuah kebenaran itu pada Radit. Padahal, Puti sudah mengakui bahwa ia menyukai Radit. Yudi tidak berpikir bahwa Puti akan mengatakan hal sebesar itu pada Radit saat ini.

"Serius kamu, Put? Terus gimana? Katanya kalian temanan dari kecil, kok bisa Yudi melamar kamu? Apa memang kalian menjadi saling suka karena bersama sejak kecil?" tanya Radit bertubi-tubi pada Puti dan memandangnya bergantian dengan Yudi.

"Iya. Namanya juga udah sama-sama sejak kecil, pasti makin dewasa gini makin tumbuh perasaan yang lain. Kamu kayak nggak tau aja, Dit." Yudi berusaha menjelaskan dengan cengengesan agar tidak terlalu canggung.

"Jadi, kalian udah mau nikah, dong?" tanya Radit yang masih penasaran dengan status Puti dan Yudi.

"Nggak kok. Aku ga terima lamaran Yudi," bantah Puti dengan cepat karena takut kehilangan kesempatan untuk dekat dengan Radit.

"Kenapa? Kan kalian udah sama-sama sejak kecil. Pasti akan lebih mudah untuk menjalin hubungan yang lebih serius seperti pernikahan," ujar Radit.

Memang, seharusnya seperti itu yang terjadi. Semakin lama kita dekat dengan seseorang, maka akan mudah kita saat menjalani hubungan yang serius dengannya. Apalagi seperti Yudi dan Puti yang memang sudah bersama sejak kecil. Tentu mereka sudah sama-sama tahu dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sudah mengetahui sifat baik dan buruk masing-masing, maka akan mudah pula bagi mereka untuk saling memahami dan mengerti saat menjalin hubungan serius nantinya.

Meski persahabatan tidak selalu berujung pada percintaan, akan tetapi untuk gadis dan pemuda kampung seperti Yudi dan Puti itu adalah hal yang biasa dan banyak sekali terjadi pada teman-teman mereka di kampung itu. Hanya saja, sepertinya itu tidak berlaku untuk Puti yang memang enggan menyambut gayung cinta Yudi. Padahal, mereka memang sudah sangat berteman akrab sejak masih bocah ingusan.

"Yudi bukan tipe aku, Dit. Dan lagian, aku ga punya perasaan apa-apa sama Yudi selain perasaan antara teman ke teman seperti biasa," jawab Puti apa adanya.

Namun nyatanya, jawaban Puti itu terdengar sangat menyakitkan bagi Yudi dan menambah luka dalam hatinya. Meski ia menanggapi dengan senyuman miris, tetapi ia menyimpan satu lagi kebencian dalam hatinya. Sebagai seorang lelaki, Radit sangat memahami dan mengerti bagaimana perasaan Yudi saat ini. Namun, ia juga tidak bisa berkata banyak karena menurutnya bukan urusan dan ranahnya untuk ikut campur dan bertanya lebih lanjut tentang hubungan mereka saat ini.