Chereads / Gasiang Tangkurak / Chapter 7 - Terlalu lancang.

Chapter 7 - Terlalu lancang.

"Iya kan, Yud?" tanya Puti tiba-tiba saja mengejutkan Yudi dari lamunannya.

"Eh, apa?" Yudi malah balik bertanya pada Puti.

"Itu, kalau kita memang ga cocok untuk bersatu. Kita kan sahabatan dari kecil, jadi ga mungkin lah sampai nikah. Kalau nikah juga nanti pasti jadinya ga asik lagi," ungkap Puti menjelaskan lagi pada Yudi.

"Benar begitu, Yud?" tanya Radit pula yang memang sedang menunggu jawaban dari Yudi.

Sejujurnya, Radit pun merasa sangat tertarik pada Puti dari pandangan pertama mereka tadi. Namun, karena mendengar Yudi sudah pernah melamar Puti dan ternyata ditolak oleh Puti membuat Yudi menjadi sedikit segan untuk mendekati Puti. Ia tidak ingin Yudi merasa tersinggung karena dengan sengaja mendekati wanita yang menjadi idamannya. Oleh sebab itu Radit menunggu jawaban dari Yudi tentang bagaimana perasaannya pada Puti saat ini.

Apakah Yudi masih menyimpan perasaan pada Puti, atau kah perasaan itu sudah berlalu seiring berjalannya waktu. Itu tentu saja juga akan menjadi penentu langkah Radit selanjutnya. Apakah ia akan mulai mendekati Puti atau kah berhenti di sini agar pertemanan yang baru saja terjalin antara dia dan Yudi tidak rusak. Radit menyadari bahwa di kampung ini tidak sama dengan di kota pergaulan dan cara berpikir masyarakatnya. Untuk itu Radit tentu harus sangat berhati-hati dalam bertindak dan melangkah.

"Iya, Dit. Aku dan Puti memang hanya cocok berteman saja. Tidak pantas kalau kami ternyata menikah, pasti akan menjadi canggung. aku memang tidak memiliki perasaan yang serius pada Puti, dan melamarnya dulu itu hanya lah menguji keberuntungan saja." Yudi menjawab dan menjelaskan secara detail pada Radit. Tentu saja dengan kebohongan yang sengaja diciptakan Yudi pada Radit dan juga Puti yang tengah mendengarkan pembicaraan itu.

"Tuh kan, aku bilang juga apa. Aku dan Yudi itu memang hanya berteman saja, tidak akan pernah bisa punya hubungan yang lebih dari itu." Puti kembali membenarkan ucapan Yudi.

"Syukur lah kalau begitu," lirih Radit dan ternyata masih bisa didengar oleh Puti dan Yudi.

"Syukur kenapa, Dit?" tanya Puti yang penasaran.

"Ya, syukur saja kalau memang seperti itu. Tadinya aku takut kalau ternyata Yudi memiliki perasaan khusus padamu, Put." Radit menjawab dengan kalimat yang membuat Puti merasa bingung.

"Memangnya kenapa kamu takut kalau Yudi memang memiliki perasaan padaku? Memangnya, itu adalah kesalahan?"

"Benar. Itu akan menjadi sebuah kesalahan."

"Kesalahan Yudi maksudmu?" tanya Puti yang semakin penasaran.

"Bukan. Tidak mungkin itu menjadi kesalahan Yudi," jawab Radit masih saja dengan menggantung-gantung kalimatnya.

Yudi yang mendengarkan tanya jawab dua sejoli itu hanya diam tidak memberi komentar apa pun atas ucapan yang dilontarkan oleh Radit. Tentu saja sebagai seorang lelaki, Yudi sangat paham dengan hal yang akan dikatakan oleh Radit. Yudi bukan lah lelaki bodoh yang tidak mengerti dengan keadaan dan maksud dari kalimat seorang pria yang berusaha untuk mencuri hati pasangannya. Itu lah yang memang sedang terjadi saat ini pada Radit, karena memang ia sedang berusaha mengambil hati Puti dengan kalimat-kalimatnya yang membuat Puti bingung dan nantinya akan merasa sangat senang sekaligus berbunga-bunga mendengar pengakuan Radit.

"Lalu apa? Jelaskan dengan detail padaku! Jangan menggantung-gantung kalimat seperti itu, aku jadi bingung," ucap Puti pada Radit dan Radit tersenyum penuh arti.

"Menurutmu bagaimana, Yud? Apakah boleh jika aku menyukai sahabatmu ini?" tanya Radit pada Yudi dan mengabaikan Puti sejenak.

"Ah, kau ada-ada saja, Dit. Kenapa kau bertanya padaku? Tentu saja itu menjadi hakmu dan kau bebas menyukai siapa saja. Dan juga, Puti sekali pun tidak berhak melarang kau untuk menyukainya. Perasaan suka itu tidak bisa dilarang dan tidak bisa dipaksa," ungkap Yudi pada Radit dan tersenyum kecut memandang pada pria kota yang baru beberapa hari ini ia kenal.

"Nah, kamu dengar sendiri apa yang dikatakan oleh teman kecilmu ini kan, Put?" tanya Radit pada Puti pula.

"Jadi bagaimana? Apa yang kalian bahas aku tidak mengerti sama sekali!" gerutu Puti dan mulai memasang wajah kesalnya pada Radit dan Yudi.

Radit yang mendapati bahwa Puti sudah mulai kesal padanya, hanya bisa tertawa renyah. Yudi pun membalas dengan tawa yang sumbang. Dia tidak ingin terlihat seperti pria menyedihkan di depan Radit dan Puti. Yudi harus berusaha terlihat biasa dan baik-baik saja di depan sepasang anak manusia yang pasti sudah saling menyimpan rasa ini.

Puti yang melihat Yudi dan Radit malah tertawa dan tersenyum, semakin merasa kesal dan bersiap untuk pergi karena berpikir bahwa kedua pria itu sedang mempermainkannya dan memperolok-oloknya. Puti berpikir untuk pergi saja dan pulang ke rumahnya untuk segera menyampaikan pesan tentang keberatan keluarga Andung Jubaidah untuk membuat daftar kartu berobat dari pemerintahan. namun, belum sempat kaki Puti melangkah meninggalkan kedua pria itu, pergelangan tanggannya dicekat oleh Radit.

"Mau ke mana kamu, Put?" tanya Radit dan masih menggenggam pergelangan tangan Puti dengan erat.

Hal itu tak luput dari pandangan kedua bola mata Yudi. Yang mana sebenarnya, di tempat mereka tinggal memegang tangan lawan jenis di tempat umum dan disaksikan oleh orang lain itu adalah hal yang masih tabu. Di kampung itu, para wanita dan laki-laki masih tidak dibenarkan bersentuhan apalagi bergelayut manja layaknya pemuda pemudi yang ada di kota.

"Mau pulang!" jawab Puti dengan ketus.

"Kenapa kamu sudah mau pulang saja, Put? Sudah bosan kah kamu bicara denganku? Padahal aku belum mengatakan hal yang kamu tanyakan tadi," ujar Radit pada Puti dan mengundang rasa penasaran di hati Puti lagi.

"Aku sudah bertanya sejak tadi dan kalian malah tertawa tanpa menjawab pertanyaanku," rutuk Puti dan kembali duduk di tempatnya tadi.

Radit melepaskan genggaman tangannya itu dan memandang Puti dengan sangat lekat. Menyadari bahwa Radit memandangnya dengan sangat serius, membuat Puti menundukkan pandangannya karena bagaimana pun, Puti masih paham dengan norma yang berlaku di kampungnya. Apalagi Puti adalah anak dari Wali Nagari di kampung itu. Tentu saja ia harus menunjukkan sikap yang pantas dan tidak membuat malu nama besar ayahnya. Hal itu seakan sudah menjadi tanggung jawab dan kewajiban Puti sebagai seorang anak yang memiliki orang tua atau anggota keluarga yang berpangkat dan disegani oleh penduduk kampung. Apalagi lah lagi Puti adalah seorang anak perempuan yang akan sangat dijaga dan harus menjaga harga dirinya di depan pandangan pria.

"Dit, tidak baik memandang perempuan seperti itu! mungkin, di kota tempatmu tinggal itu adalah hal yang biasa. Namun, di kampung ini hal seperti itu masih tidak dibenarkan." Yudi memberikan peringatan penting pada Radit karena merasa sudah terlalu risih dengan sikap Radit yang menurutnya sudah mulai terlalu lancang pada Puti.

Sedangkan ia saja tidak pernah memperlakukan hal seperti itu pada Puti selama ini. Itu karena Yudi sangat menghargai Puti sebagai seorang perempuan dan memang karena Yudi juga masih menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku dalam kampung atau nagari itu. Itu sebabnya Yudi merasa risih saat Radit terlihat mulai dekat dan terlalu lancang pada Puti. Apalagi mereka memang belum lama ini saling mengenal. Tidak pantas rasanya jika Radit bersikap seperti itu pada Puti dan apalagi jika nanti hal itu dilihat oleh warga yang lain, maka akan menjadi masalah baru bagi mereka bertiga.

"Eh, sorry. Aku tidak ada maksud apa-apa." Radit berkata dengan sangat canggung. Begitu pun dengan Puti yang saat ini juga merasa serba salah.

"Ya sudah, tidak masalah. Kalau begitu, aku juga mau pamit dulu. Sudah saatnya pulang ke rumah," ucap Yudi dan beranjak dari duduknya.

"Iya. Aku juga ikut pulang sama Yudi deh kalau gitu." Puti pun tak mau ketinggalan karena merasa tidak enak jika tinggal berduaan dengan Radit di sini. Jika dengan Yudi, warga kampung sudah tahu mereka bersahabat dekat sejak kecil jadi tidak terlalu mempermasalahkan hal itu.

"Oke. Terima kasih atas kunjungan kalian berdua. Dan, Put, besok saat mendaki ke Puncak Gogo aku akan mengatakan dan menjelaskan semuanya padamu," ungkap Radit pada Puti sebelum Puti dan yudi melangkah bersamaan meninggalkannya yang masih duduk di kursi kayu itu.

"Mengatakan apa?" tanya Puti pura pura tidak tahu.

"Yang tadi kamu tanyakan. Tentang kenapa aku merasa bersyukur tadi," jelas Radit dan raut wajah Puti langsung berubah merah merona.

Dengan perasaan yang tak menentu, Puti meninggalkan Radit dan berjalan bersama dengan Yudi. Puti sedang membayangkan apa yang akan dikatakan oleh Radit besok, karena sepertinya Radit akan mengatakan sesuatu yang akan membuat Puti merasa senang dan bahagia. Puti sangat mengharapkan bahwa Radit memiliki perasaan suka padanya seperti perasaannya pada pria itu.

"Bagaimana kalau ternyata Radit menyukaiku, Yud?" tanya Puti dengan tidak memikirkan bagaimana perasaan Yudi saat mendengarkan pertanyaannya itu.