Chereads / Gasiang Tangkurak / Chapter 9 - Tidak Mungkin.

Chapter 9 - Tidak Mungkin.

Yudi sibuk melamun di atas dipan di dalam kamarnya. Ia masih memikirkan semua perkataan Radit pada Puti tadi. Jelas sekali kedua orang itu sebenarnya saling menyukai dan Yudi bisa pastikan bahwa Radit akan menyatakan perasaannya pada Puti jika besok mereka jadi pergi bersama ke puncak Gogo. Dan bisa Yudi jamin juga bahwa Puti tidak akan menolak Radit. Tentu saja hal itu akan membuat Yudi semakin terluka karena jelas-jelas mereka akan saling bertatap mesra di depan Yudi.

Yudi teringat akan ucapan Mak Udin tempo hari saat ia berkunjung menemui lelaki tua itu ke dalam hutan larangan. Mak Udin berkata akan membuat Puti perlahan-lahan merasakan sakitnya ditolak dan putus cinta terlebih dahulu sebelum akhirnya benar-benar mengirimkan sijundai atau gasiang tangkurak pada pilihan mereka yang terakhir. Hal itu tentu saja akan memakan waktu yang cukup lama, mengingat bahwa Yudi sendiri adalah orang yang juga tidak memiliki keberanian tinggi sebenarnya dalam hal-hal mistis seperti ini.

Namun, Yudi sudah menentukan langkahnya dan pantang baginya untuk mundur dari jalan yang telah ia pilih. Ia sudah bertekad akan terus melanjutkan semua rencananya itu, tak peduli apa pun yang terjadi di kemudian hari. Ia juga sudah siap untuk menanggung resiko dari hal yang ia kerjakan dan persekutuannya bersama Mak Udin. Baginya, sudah tidak ada lagi jalan untuk kembali dan harus siap dengan segala resiko, baik dan buruk yang akan ia tanggung nantinya.

Tok … tok … tok …

"Uda," panggil Mila dari luar kamar Yudi setelah mengetuk pintu sebanyak tiga kali.

"Ya. Kenapa?" sorak Yudi dari dalam kamarnya, akan tetapi tidak bergerak sedikit pun dari atas ranjangnya itu.

"Makan malam udah siap, Da. Amak dan Ayah sudah menunggu," ucap Mila lagi dengan sedikit meninggikan suaranya agar Yudi mendengar dengan jelas.

"Sebentar lagi Uda keluar. Duluan lah kau ke sana, Mil."

"Baik, Uda. Jangan lama-lama. Kasihan Amak dan Ayah sudah terlihat lapar."

"Iya … iya … cerewet sekali kau ini," gerutu Yudi dan langsung bangkit dari tempat tidurnya itu.

Mila menggelengkan kepala mendengar jawaban abangnya itu. Memang ia sering kali mengingatkan Yudi sehingga Yudi sering pula mengatakannya sebagai perempuan yang cerewet. Namun, Mila tidak pernah merasa tersinggung karena ia sudah sangat tahu dan hapal bagaimana sifat dan sikap abangnya itu. Paling-paling Mila hanya diam dan tidak menanggapi lagi. Sejujurnya, bisa dikatakan bahwa Mila terdengar lebih dewasa dalam hal berpikir dan juga bertindak jika dibandingkan dengan Yudi.

Dengan langkah gontai, Yudi mulai berjalan ke arah pintu kamarnya. Tiba-tiba saja angin berhembus sangat kencang dari jendela kamarnya yang ternyata belum tertutup. Namun, Yudi merasa bahwa jendela kayu itu sudah tertutup tadinya. Meski begitu, Yudi kembali melangkah ke arah ranjangnya dan meraih dua daun jendela yang terbang ditiup angin. Tiba-tiba, mata Yudi seolah terpaku pada satu sosok yang berdiri di bawah batang sao di samping rumahnya itu.

"Astaga … makhluk apa itu? Manusia atau setan?" tanya Yudi dan langsung menutup jendela kamar dengan perasaan takut dan terburu-buru.

Belum hilang lagi ketakutan Yudi, tiba-tiba sebuah tangan sudah berada di Pundak Yudi dan membuat tubuhnya mematung. Tak berani bergerak dari posisinya. Yudi memang penakut dalam hal-hal ghaib. Hanya karena amarah dan dendamnya saja ia berani menemui Mak Udin dan bekerja sama dengan lelaki misterius itu. apalagi, ini memang sudah berurusan dengan hal-hal ghaib.

"Kamu kenapa, Nak?" sebuah suara yang sangat dikenal Yudi terdengar bertanya padanya.

Yudi dengan cepat membalikkan tubuhnya dan langsung melihat Romlah berdiri dengan tatapan heran padanya. Yudi menarik napas panjang dan merasa lega bersamaan dengan turunnya tangan Romlah dari pundaknya itu. Ia baru sadar bahwa sejak berhubungan dengan Mak Udin, rasa takut dan waspadanya semakin meningkat. Entah apa sebabnya, ia sendiri tidak mengerti dan tidak dapat memahaminya. Yudi hanya mampu berpikir bahwa semua yang ia lakukan tidak akan dan jangan pernah sampai melibatkan anaggota keluarganya. Hal itu pula lah yang sudah ia tekankan pada Mak Udin. Bahwa ia bersedia menanggung semua resikonya sendiri dan jangan pernah mengikutcampurkan keluarganya dalam hal ini.

"Mak ini! Bikin aku kaget saja!" ucap Yudi dengan nada kesal pada Romlah.

"Loh, memangnya kamu kaget kenapa? Apa yang baru saja kamu liat di luar kamar?" tanya Romlah penasaran.

"Tidak ada apa-apa, Mak. Cuma lupa menutup jendela," jawab Yudi dan berusaha untuk menutupi apa yang tadi ia liat di luar kamarnya itu.

"Tapi tadi …," ucapan Romlah terputus saat Yudi sudah menggandeng tangannya dan menuntunnya untuk berjalan ke luar kamar.

"Sudah lah, Mak. Tidak ada apa-apa di sana. Ayo kita makan malam," ucap Yudi dan berjalan beriringan bersama Romlah menuju meja makan yang ada di dapur rumah mereka itu.

"Ya sudah, ayo! Mak juga tadi datang karena mau memanggil kamu lagi. Tadi Mila memanggilmu dan kamu menjawabnya dengan kesal, kan?"

"Dia itu cerewet, Mak. Aku sudah bilang iya, masih saja mengomel."

"Bukan cerewet Namanya itu, Yud. Tapi sebagai adik, itu tanda dia peduli dan perhatian padamu. Kalau kami sudah tidak ada lagi, dia lah yang akan mengurus kau yang pemalas dan bujangan ini." Romlah berkata dengan maksud bercanda pada Yudi.

"Mana mungkin dia mau, Mak. Apalagi kalau nanti dia sudah menikah. Tinggal lah aku sendiri di gubuk ini dan dia pergi bersama suaminya entah ke mana," ucap Yudi membantah ungkapan Romlah padanya itu.

"Husstt … apa yang kau katakan itu, Yud. Mana mungkin adikmu meninggalkanmu sendirian di sini," bantah Romlah dengan nada tak suka.

"Dan, mana mungkin pula Amakku dan Ayahku tersayang ini begitu cepat akan meninggalkan kami," ucap Yudi sambil memeluk Romlah dengan sangat hangat.

Romlah merasa sangat bahagia mendengar ucapan anak laki-lakinya itu. Meski pun apa yang ia katakan tadi bukan lah sekedar bualan semata. Sebagai orang yang sudah lahir dan tumbuh hingga menua di kampung ini, tentu saja Romlah tidak sembarangan dalam berkata. Apalagi, Romlah sendiri menyadari bahwa keturunannya memiliki beberapa jenis ilmu hitam dan putih yang memang sudah keturuanan dan akan turun temurun diwariskan pada anak cucu mereka. Romlah adalah seorang wanita yang tidak banyak bicara, akan tetapi dia juga tidak suka asal bicara.

Malih melihat Yudi dan Romlah sedang bersenda gurau. Perasaan Malih sebenarnya sudah mulai tak nyaman semenjak Yudi ditolak oleh Puti dan keluarganya itu. Sutan Nan Kayo itu sudah melukai harga dirinya dan tentu saja sebagai seorang ayah, Malih sangat mengerti terlukanya perasaan Yudi saat ayah dan bundonya dihina sedemikian rupa. Namun, Malih terus meyakinkan diri dan mencoba untuk berpikir positif pada Yudi.

"Tidak mungkin anakku akan menempuh jalan yang sesat. Aku yakin, Yudi tidak akan pernah berhubungan dengan Mak Udin. Kalau sampai itu terjadi, aku sendiri yang akan berhadapan dengan Mak Udin dan memintanya menjauhi anakku," gumam Malih di dalam hatinya yang terdalam.