Chereads / Perfect Moon The Werewolf / Chapter 6 - Bab 6 - Calix Serigala?

Chapter 6 - Bab 6 - Calix Serigala?

"Tuan Calix?"

Agatha tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.

"Tidak mungkin ...."

Calix tampak beranjak berdiri. Berjalan ke arahnya dan berhenti tepat di depan Agatha. "Apa kau punya air minum? Aku haus," kata Calix.

Meskipun Agatha masih terbengong, dia segera melakukan apa yang diminta Calix dengan pergi ke balik meja dapur, menuangkan minuman dingin lalu memberikan segelas air itu pada Calix yang menunggu.

Calix menerima gelasnya. Agatha melihat pria itu meneguk airnya sampai habis seperti orang yang kehausan.

"Apa kau tuan Calix?" Agatha bertanya. Dia masih tidak percaya ini nyata.

Calix meliriknya. "Ya, aku Calix. Kita pernah bertemu sebelumnya di kelas kemarin," tegas Calix menjawabnya sambil meletakkan gelas itu di meja.

"Lalu, mengapa kau bisa berada di rumahku dalam keadaan seperti ini?" Agatha tidak akan berhenti bertanya sebelum semua keganjilan di otaknya terjawab dengan masuk akal.

"Kau yang membawaku masuk semalam, lalu mengobatiku. Lihat," kata Calix mengangkat tangan yang diperbannya pada Agatha.

Agatha melihatnya dengan muka bengong. "Tapi, maksudku .... Seingatku, aku hanya membawa masuk seekor serigala hitam, bukan dirimu, tuan Calix!" Agatha mengatakannya ragu-ragu. Jawaban Calix membuat dia bertambah pusing.

Segaris bibir Calix tersenyum miring. Sebelum menjawab, pria itu mencondongkan tubuhnya. Calix mendekatkan kepalanya di sisi telinga Agatha. "Karena aku adalah werewolf hitam yang kau rawat semalam," bisik Calix disertai seringai tipis.

Kalimat yang berbisik itu membuat punggung Agatha membeku dingin. Werewolf? Agatha bahkan tidak percaya dengan makhluk jadi-jadian itu. Pria ini pasti membual! "Aku tidak percaya! Kau menyusup ke rumahku lalu mengambil serigala itu ke luar dan menggantinya dengan dirimu!" elak Agatha menunjukkan sorot mata memprotesnya.

Calix menegakkan tubuhnya yang menjulang di depan Agatha. Mata kuning cemerlang Calix menatap birunya samudera di mata Agatha yang menajam. Respon penolakan gadis ini membuatnya terkesan. "Yah, itu terserah padamu. Hanya kau yang kuberitahu siapa diriku dari semua orang di dunia ini," kata Calix tidak memaksakan Agatha agar percaya.

Kemudian suara deru mesin mobil terdengar di depan rumah. Saat itulah Calix berbalik badan. Langkahnya menuju pintu rumah. Ketika dia hendak memutar kenop pintu, Calix berhenti sejenak sambil menoleh ke balik bahu untuk mengatakan. "Jaga dirimu, jangan pernah keluar tengah malam sampai beberapa ke depan."

Sebuah peringatan yang terdengar serupa seperti yang dikatakan pria misterius di toko bukunya. Agatha tersentak, ketika ingin menghentikan Calix, pintunya sudah tertutup lagi. Agatha lantas mengejar ke luar. Namun yang dia dapatkan hanya mobil audi yang melaju pergi membawa pria itu.

Sementara bayangan Agatha terpantul di cermin spion mobil, mendapat perhatian dari sang supir yang menyetir di depan. "Apakah anda habis bersenang-senang dengan wanita itu?" tanya si supir, nadanya sedikit menggoda. Orang yang sama sewaktu mengantar Calix ke kampus kemarin. Namanya adalah George. Seorang pelayan pribadi yang bekerja untuk Calix.

"Dia wanita yang menarik," jawab Calix tersenyum miring. Dia melihat ada paper bag di sampingnya. Ketika diperiksa, itu berisi pakaian yang disiapkan untuknya. Calix lantas mengenakannya dengan cepat, dan membuat tubuh kotak-kotak Calix tercetak gagah di kaos abu-abu berlengan pendek yang ketat itu.

Kemudian dia melepas perban di tangannya. Menggulung perban itu ke dalam paper bag dan memperlihatkan tangan mulusnya yang kuat, tampak tidak memiliki bekas luka apapun. Lukanya sembuh begitu cepat!

***

Agatha di kafetaria kampus. Dia tampak duduk sendirian dengan minuman di mejanya. Gadis itu kelihatan melamun, terkadang keningnya berkerut dalam lalu menggeleng, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang rumit.

Semua kejadian yang dialaminya baru-baru ini membuat Agatha bingung hingga terasa sulit dipercaya. Walaupun dia melihat semua malam itu dengan mata kepala sendiri, tapi tidak dengan pagi ini di mana Calix ada di dalam rumahnya tanpa baju pula! Bahkan mengaku sebagai werewolf hitam malam itu.

Agatha sibuk mengaitkan logikanya antara peristiwa semalam dan perkataan Calix yang mengatakan dengan gamblang dirinya werewolf. Sungguh seperti lelucon di pagi hari. Agatha mendengus dingin. Jauh di dalam pikirannya, dia tidak pernah menanamkan bahwa makhluk werewolf itu hidup dan ada di dunia ini.

Jadi terasa tidak masuk akal jika Calix mengaku sebagai werewolf. "Dia hanya pria mesum yang masuk ke rumah seorang gadis sembarangan!" gumamnya mencibir. Kemudian menempelkan sedotannya ke bibir, dan suara feminim muncul dari samping secara tiba-tiba.

"Pria siapa itu?"

Seketika Agatha tersedak minumannya sendiri karena terkejut. Dia menepuk-nepuk dadanya sebelum mendelik tajam ke arah sang pelaku. "Kenapa kau datang tiba-tiba?" kesal Agatha setelah berhasil mengendalikan tenggorokannya.

"Aku baru saja duduk di sini lalu mendengar kau bicara sendiri. Jadi, apa kau punya kekasih?" goda gadis itu menaik-turunkan alisnya sambil menyeringai.

Aria nama gadis itu. Teman dekat Agatha sejak di semester pertama mereka kuliah. Penampilannya yang nyentrik, bentuk tubuh yang sexy -karena memakai pakaian ketat- dan dia memiliki warna kulit eksotis.

"Tidak ada, aku hanya teringat dengan kisah di novel yang kubaca," kata Agatha mengelak. Sejenak dia terdiam, berpikir untuk menceritakan semua kejadian itu pada Aria, kira-kira bagaimana responnya?

"Ada yang mau aku ceritakan padamu, Aria," ucap Agatha dengan serius. Mereka duduk bersisian sambil menghadap ke kaca raksasa yang memperlihatkan taman kampus.

"Ya? Ceritakan saja. Aku siap mendengarkan," sahut Aria dengan ceria.

Lantas Agatha membeberkan pengalamannya tadi malam, termasuk tentang Calix di rumahnya. Agatha menunggu reaksi Aria dengan perasaan cemas. Apakah persis seperti yang dia perkiraan, yakni akan antusias dan menggodanya.

"Apa kau ngelindur?" Itu kalimat pertama yang dikatakan Aria setelah mendengar semua cerita Agatha. Membuat Agatha melongo bingung. Lalu Aria melanjutkan kata-katanya. "Tidak ada werewolf di dunia ini. Kejadian pada malam itu mungkin saja polisi sedang bertugas menjaga keamanan dari serangan serigala besar, ingat, kota kita dekat dengan hutan yang luas. Bisa saja hewan dari hutan turun ke pemukiman. Tapi aku percaya ceritamu kalau Calix di rumahmu." Begitulah tanggapan Aria yang dapat disimpulkan bahwa dia pemikir yang positif.

Tapi Agatha tidak merasa lega mendengarnya. "Aria, bagaimana mungkin dia bisa masuk ke rumahku, sedangkan pintu dan jendela rumah terkunci dengan rapat. Apa tujuannya coba!" Bagian ini yang membuat logika Agatha jadi nabrak. "Apakah sebenarnya dia pria yang mesum?" bisik Agatha dengan hati-hati.

"Kenapa kau tidak tanyakan saja padanya, masalah beres kan?" timpal Aria enteng.

"Dia sudah keburu pergi dengan mobil jemputannya yang datang tepat di depan rumahku----bahkan dia tidak terlihat menelpon seseorang untuk menjemputnya." Ketika teringat hal itu, mata Agatha melebar. Sampai sini Agatha kian merasa aneh.

"Mereka berkomplot!" tandas Aria. Agatha menoleh dengan muka serius padanya.

"Aku yakin Calix dan orang yang menjemputnya merencanakan sesuatu di rumahmu. Oleh sebab itulah serigala yang kau rawat semalam, menghilang! Karena serigala itu milik Calix!" kata Aria menyimpulkan dengan antusias, seakan dia menemukan jalan logika yang masuk akal dari cerita tersebut.

"Tapi, kenapa dia harus terbaring di lantai rumahku tanpa pakaian pula." Agatha semakin pusing.

"Kalau itu .... Mungkin saja saat dia hendak keluar, tanpa sengaja terpeleset dan membuatnya pingsan sesaat, lalu kau keluar dari kamar dan menemukannya tidur di lantai."

"Bagaimana dengan pakaiannya?" balas Agatha.

"Kalau soal itu, pasti ada alasan yang membuat Calix kehilangan bajunya," ucap Aria.

"Kehilangan?" Agatha menyahut dengan heran.

"Orang waras mana yang berkeliaran di malam hari dengan suhu minus tanpa pakaian? Pasti telah terjadi sesuatu padanya saat mencari serigalanya," ujar Aria acuh tak acuh.

Berdiskusi dengan gadis ini sedikit memberi ketenangan pada pikiran Agatha. Hampir semua tanggapannya masih dapat diterima logika. Namun jauh di lubuk hati Agatha, dia merasa sesuatu yang ganjil. Seperti awan kelabu yang menutupi birunya langit.

"Eh iya, aku mencarimu dari tadi untuk mengajakmu ke acara konser nanti malam. Ikut denganku, ya?" kata Aria dengan sorot mata memohon bak anak anjing.

Aku menghela napas.

***