Chereads / Perfect Moon The Werewolf / Chapter 7 - Bab 7 - Konser Solois Terkenal

Chapter 7 - Bab 7 - Konser Solois Terkenal

Aria menjemput Agatha di depan rumah. Dia keluar dari mobilnya untuk mengetuk pintu rumah Agatha. Tidak lama berselang, pintu dibuka dari dalam, dan perawakan Agatha muncul dengan setelan jeansnya.

Setahu Agatha, mereka akan menonton konser musik dari penyanyi solo yang terkenal. Entah sesuka apa Aria mengidolakan artis itu sehingga di sepanjang perjalanan, dia memutar lagu seorang pria yang sama.

"Apa yang kau suka dari penyanyi itu?" tanya Agatha.

"Apa kau tidak tahu solois terkenal bernama Niall? Dia memiliki banyak penggemar wanita di seluruh Amerika!" Aria menggebu-gebu membicarakannya.

Sedangkan balasan dari Agatha yang mengatakan tidak, membuat Aria menggeleng tak percaya. "Kalau begitu aku akan meracunimu dengan penampilan dia yang telah membuatku jatuh cinta padanya!" Aria tampak sangat antusias. Tapi Agatha di sampingnya hanya menanggapi dengan santai dan acuh.

Kemudian dengan semangat Aria menginjak pedal gasnya lebih dalam. Dia mempercepat lajunya di jalanan yang lengang. Konser musik itu digelar di tengah kota sebuah gedung serba guna yang luas. Dari kejauhan sana Agatha dapat melihat umbul-umbul spanduk bergambar wajah seorang pria. Terdapat nama Niall di antara spanduk besar itu. Dikatakan bahwa pria bernama Niall tersebut merupakan solois sukses yang digemari banyak kaum wanita.

Mobil mereka kian mendekati area kerumunan orang. Aria membelokkan mobilnya masuk ke halaman luas sebuah parkiran terbuka. Agatha segera melangkah ke luar disusul Aria dari pintu sebelahnya.

Pandangan Agatha menyapu. Terlihat ramai dengan cahaya lampu yang menambah suasana jadi hidup, dan suara gemuruh rendah dari dalam gedung acara menambah kesan antusias yang terbakar semangat. Agatha sedikit penasaran dengan penyanyi solo terkenal itu.

"Apa kau sudah membeli tiketnya? Acara dari penyanyi terkenal kan biasanya begitu membuka tiket, akan langsung ludes terjual dengan cepat," kata Agatha terdengar khawatir.

"Kau tidak perlu khawatir, aku sudah mendapatkannya jauh-jauh hari," ucap Aria menunjukkan dua lembar tiket sambil tersenyum lebar.

Agatha mengikuti Aria masuk ke gedung. Sedikit di luar gambarannya, begitu masuk di area tribun penonton, Agatha tercengang melihat lautan manusia memenuhi seluruh sudut bangku penonton.

Terlihat seakan tidak ada tempat kosong untuk duduk, penonton yang didominasi wanita, atribut konser yang mereka kenakan, wajah-wajah tidak sabar menunggu, membuktikan bahwa acara ini benar-benar menjadi momen yang mereka harapkan.

Agatha mengikuti Aria duduk. Dia celingukan melihat banyaknya orang di sekeliling. Kemudian mengatakan sesuatu di telinga Aria. "Menurutmu ada berapa jumlah penonton di sini?" tanya Agatha. Karena ini adalah pertama kali baginya menonton acara seramai ini.

"Setahuku gedung ini hanya bisa menampung lima puluh ribu penonton," jawab Aria.

Mata Agatha memelotot mendengar jumlahnya. Lima puluh ribu orang bukan angka yang sedikit. Bahkan jumlah tersebut belum termasuk dengan penggemar lain yang tidak dapat menonton secara langsung atau karena kehabisan tiket. Banyaknya penggemar solois -yang Agatha sendiri tidak kenal- membuktikan bahwa pria itu bukan penyanyi kaleng-kaleng.

Atmosfer panas dari para penonton di sekitarnya membuat Agatha jadi gugup, membayangkan akan seperti apa pertunjukan dari solois itu. Tiba-tiba Agatha merasa ingin buang air kecil. "Aria, aku mau ke toilet sebentar," ucap Agatha kebelet.

"Eeh? Konsernya mau dimulai sebentar lagi. Aku tidak akan ikut denganmu, ya. Nanti tempat duduk ini ditempati orang lain. Jadi, cepatlah kembali," kata Aria.

"Tidak masalah." Agatha menepuk pundak Aria, dan bergegas pergi mencari toilet.

***

Agatha terdiam di tengah-tengah lorong. Beberapa saat lalu dia sempat bertanya pada orang yang berpapasan untuk mencari letak toilet. Petunjuknya mengatakan banyak arah dan membuat Agatha jadi blank tiba-tiba. Hanya satu yang dia ingat bahwa pintu toiletnya berwarna putih.

Tapi, saat ini, di sekeliling kanan dan kirinya terdapat banyak pintu berwarna senada!

Agatha bingung dan dia tersesat tanpa ada orang yang lewat di sekitar lorong panjang ini. "Katanya, setelah berbelok ke kiri, akan ada pintu berwarna putih, apakah aku harus mengeceknya satu persatu dulu?" monolog Agatha.

Tanpa berpikir panjang lagi, dan karena sudah kebelet, Agatha tidak peduli lagi jika dia salah buka pintu. Toh tinggal minta maaf saja. Maka dia mencoba membuka pintu di sebelah kanan. Satu ruangan kosong membuat Agatha menutup pintunya lagi.

Kemudian Agatha beralih pindah ke pintu lain. Hal yang sama dia temukan, hingga ketika pintu ke empat dibukanya, sebuah ruangan luas dengan beberapa orang mondar-mandir di dalam, mendorong langkah Agatha masuk dengan ragu-ragu. Pandangannya berpendar ke sekitar.

Terdapat banyak perabotan keperluan syuting seperti lampu, kotak make up, kursi, sederet pakaian mewah yang digantung, fotografer yang memeriksa kameranya, stylish yang berjalan terburu-buru, dan semua orang di dalam terlihat sibuk dengan tugas mereka sampai tidak menyadari ada orang luar di tengah mereka.

Dari semua orang yang tampak sulit diganggu barang sejenak, tatapan Agatha jatuh pada seorang pria di depan cermin make up. Pria itu terlihat sedang menunduk memainkan ponsel. Penampilannya yang lebih nyentrik dari orang-orang di sini, sambil duduk-duduk santai di saat mereka bolak-balik dengan sibuk, sosoknya menunjukkan perbedaan paling menonjol yang membuat dia terlihat seperti bukan staff biasa.

"Apa nona mencari seseorang di sini?" Suara teguran pria baya membuyarkan perhatian Agatha dari pria di sana.

Agatha pun ingat dengan tujuan awalnya bisa berada di sini. Dia menanyakan letak toilet, dan akhirnya mendapat petunjuk yang mudah. Pintu berwarna putih bertuliskan toilet pun dimasukinya.

Setelah beberapa menit di dalam toilet, pintu itu kembali terbuka, Agatha melangkah keluar dengan perasaan lega. Bertepatan dengan itu, dia menyadari kehadiran seseorang bersandar di samping pintu toilet. Agatha menoleh dan mendapati pria nyentrik yang dilihatnya tadi.

Apa yang dilakukan pria ini di depan toilet wanita? Agatha menatapnya dengan heran. Tapi kemudian dia mengabaikan pria itu dengan berjalan melewatinya di depan.

"Tunggu."

Satu suku kata berhasil menghentikan langkah Agatha. Suara pria itu bicara dengannya. Pria itu bergerak dari posisinya. Berjalan ke depan Agatha dan berhenti untuk menghalangi jalannya.

Perawakan yang tinggi menjulang itu berhadapan dengan tubuh mungil kurus Agatha. Segaris senyum miring yang terlihat merendahkan, menatap Agatha sinis. "Apa kau penguntitku?" kata pria itu yang langsung membuat Agatha membelalak kaget.

Agatha tercengang mendengar tuduhan tak berdasar tersebut. Tetapi reaksi terkejut Agatha justru membuat pria itu salah mengartikannya. "Kau sudah tertangkap basah. Kau tidak bisa lari lagi sekarang." Pria itu semakin mengira Agatha sebagai penguntit.

"Apa maksudmu!" Tentu Agatha tidak terima. Bagaimana bisa niatnya hanya untuk mencari toilet malah dikira menguntit pria ini!

"Ikut aku!" Tiba-tiba pria itu menarik tangannya, membuat Agatha tersandung-sandung mengimbangi langkah lebarnya.

***