Sesi kelas berlangsung hanya satu jam. Antusiasme peserta membuat suasana jadi bersemangat. Terutama para wanita yang saling berlomba mendapat perhatian dosen tamu itu. Tentu saja karena wajahnya yang amat tampan dengan pembawaan wibawa yang menggoda.
Setelah kelas bubar, Agatha pergi ke toilet, berdiri di depan cermin wastafel. Disusul segerombolan wanita ke toilet bersamaan.
"Aku tak tahu ada pria sepanas itu!"
"Aku benar-benar berpikir aku beruntung tidak bolos kelas pagi! Aku yakin mereka yang tidak hadir akan menyesal!"
"Hey, kau tahu, saking tampannya membuatku ingin dengannya malam ini."
"Oh astaga! Hahah!"
Agatha mendengus. Dia menggeleng-geleng mendengar komentar mereka terhadap dosen tamu itu. Kemudian Agatha melenggang ke luar toilet.
Baru beberapa langkah, seseorang menghadang jalannya dan membuat Agatha terhenti sejenak. Agatha mengangkat pandangannya mengikuti tinggi badan orang yang menghalangi jalan. Sampai sepasang mata tajam berwarna kuning cerah mengunci tatapannya, membekukan seluruh tubuh Agatha di bawah mata itu.
"Hai, Agatha," ucap Calix dengan senyum mempesonanya.
"Halo, tuan Calix. Ada yang bisa kubantu?" tawar Agatha hanya sekadar basa-basi.
"Aku senang bertemu denganmu. Mengenai penjelasan di kelas tadi, apa kau percaya dengan keberadaan werewolf?" Calix bertanya. Dia mencondongkan tubuhnya dan membuat jarak wajah mereka kian terkikis. Agatha sedikit menarik punggungnya ke belakang namun hanya mematung kaku dibawah tatapan memikat milik pria ini.
"Entahlah. Aku meragukan keberadaan mereka. Mungkin saja mereka hanya makhluk fiktif seperti vampir dan naga. Aku tidak percaya," tekan Agatha diakhir kalimatnya.
Calix menegakkan tubuhnya lagi. Dia berdiri tegap dengan sebelah tangan dijejalkan ke dalam saku celana. "Baiklah jika kau tidak percaya. Maka bagaimana jika kau benar-benar melihat werewolf suatu hari nanti?" tanya Calix.
Agatha tampak mempertimbangkan jawaban. "Aku belum pernah bertemu dengan werewolf. Jadi aku tidak bisa memberikan jawaban yang tepat untuk anda." Sebuah respon diberikan dengan bijak olehnya. Daripada membayangkan dirinya bertemu werewolf, Agatha yang tidak percaya seratus persen tentang mereka, memilih jawaban ambigu.
Ucapan tersebut dengan mudah dipahami otak cerdas Calix. Sudut bibirnya tertarik ke atas dan dia tersenyum tipis mendengarnya. Pria itu memegangi dagunya dengan pose seolah sedang berpikir. "Jadi kau tidak percaya mereka sebelum melihatnya dengan mata kepala sendiri. Aku paham," simpul Calix mengangguk-angguk.
"Baiklah, senang bisa berbicara denganmu. Tolong berhati-hati lah," tandas Calix, menepuk bahu Agatha sambil berlalu melewatinya.
Agatha mematung sejenak setelah ditepuk tangannya tadi, sebelum kemudian memutar tumitnya dan menatap lekat punggung tegap Calix membelah keramaian koridor. Sensasi merinding dialami kulit Agatha. Dia merasakan seluruh tubuhnya mendadak menggigil seakan-akan tanpa pakaian ditengah angin musim dingin.
***
Setelah selesai kelas, Agatha pergi ke toko buku yang berada dekat dari tempat tinggalnya. Dia melakukan pekerjaan paruh waktu dengan melayani pelanggan dibalik meja kasir.
Toko buku di seberang jalan itu nampak sepi pengunjung. Langit di luar kaca terlihat mendung sore. Malam segera datang dalam setengah jam lagi. Sedangkan waktu untuknya pulang adalah pukul sepuluh malam.
Agatha menghabiskan waktu kerjanya yang kosong dengan membaca buku. Berhubung tidak ada pelanggan yang masuk, dan dia hanya duduk-duduk saja menunggu di meja kasir, Agatha membuka halaman novel fantasi.
Buku di tangannya adalah sebuah novel werewolf yang belum sempat dia baca sejak membelinya kemarin. Agatha tidak tahu kalau semakin dia membalik lembar berikutnya, membuat suasana terasa menjadi panas terlepas dari mesin pendingin ruangan yang hidup sepanjang hari.
Baru kali ini Agatha merasa seluruh tubuhnya memanas dengan gairah meningkat. Sekarang dia menyadari bahwa buku yang dibacanya mengandung semi dewasa. Terkadang dia mengusap leher belakangnya.
Sesekali menarik napas dalam dan Agatha menjadi gelisah sendiri. Hanya dengan sebuah buku dapat membuatnya tenggelam di dunia lain tanpa menyadari pintu kaca itu terbuka dan sepasang sepatu melangkah masuk.
Orang itu berkeliling di sekitar rak sampai kemudian berhenti di depan meja kasir. "Apa kau mempunyai buku yang ditulis oleh Stephen H.C?" Suara berat seorang pria seketika mengejutkan pundak Agatha hingga bergidik kaget.
Fokus Agatha seketika buyar semua. Dia mengedarkan pandangan mencari suara yang bertanya. Itu adalah seorang pria dengan penampilan sangat tertutup. Wajahnya tidak terlihat terhalau masker hitam, kacamata sewarna serta topi menutupi rambut pirangnya.
"Buku Stephen H.C, ya. Baik silahkan ikuti aku," kata Agatha langsung meninggalkan bukunya di meja, dan membiarkan halaman bukunya terbuka.
Pria itu mengikuti langkahnya ke ruangan lain. Mereka melewati tirai hitam. Logo angka delapan belas plus pada tirainya, sudah dapat dipahami apa yang ada di dalamnya. Sebuah ruangan khusus yang menyediakan bacaan dewasa.
Melihat Agatha hapal letak penulis buku itu, seolah membuktikan bahwa dia pernah membacanya. Tetapi yang terjadi sebenarnya adalah dia dituntut menghapal letak buku dengan benar sebagai tugas penjaga toko buku.
Buku yang ditujunya tersimpan di barisan rak pojok. Dan ketika tangannya hendak mengeluarkan buku tersebut, secara tiba-tiba sebuah tangan menahan buku itu dari belakang. Agatha membeku merasakan kehadiran kuat menyelimuti punggungnya.
Sosok itu tinggi dan besar berdiri di belakang, dan ketika Agatha berbalik badan, punggungnya didorong seketika dan membuat wajahnya menempel di rak buku. Agatha terkejut. "Apa yang kau lakukan!" panik Agatha saat tubuhnya terkunci.
Lengan kokoh pria itu menekan pundaknya seakan-akan Agatha adalah penjahat yang berniat kabur. Embusan angin lantas menerpa kulit leher Agatha sebelum tahu pria itu mendekatkan bibirnya ke daun telinga. "Kau memiliki bau feromon yang sangat kuat untuk mengundang makhluk sepertiku," bisik pria misterius itu dengan sensual.
Agatha tidak mengerti. Tapi kata-kata pria ini terdengar berbahaya. "Siapa kau!" tekan Agatha dengan berani.
Pria misterius itu mengabaikan kemarahan Agatha, dan malah mengendus leher Agatha layaknya binatang mencari bau sesuatu. Sedangkan tangannya yang bebas, menggenggam pinggang ramping Agatha. Endusan penciuman pria itu merambat turun perlahan tanpa menyadari tangan besarnya mencengkram pinggang Agatha sedikit lebih kuat.
Sehingga membuat Agatha meringis. Namun anehnya meskipun terasa sedikit sakit, Agatha malah merasakan sesuatu yang hangat yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Sampai kemudian suara obrolan orang di luar bagaikan magnet yang menarik kesadaran Agatha. Inilah saatnya bagi dia berteriak minta tolong.
"Jangan berteriak," ucap pria itu. Suaranya rendah dan tajam. Kemudian tekanannya mengendur perlahan dan dia menjaga jarak dari Agatha. Lalu mengambil buku di depannya dan melengos pergi.
Sebelah lengan Agatha terasa keram akibat ditekuk ke belakang tadi. Dia bingung pada sikap pria misterius itu yang aneh. Haruskah dia melaporkan kejadian tadi sebagai tindak pelecehan? Agatha berpikir untuk mempertimbangkan hal itu.
Lantas dia segera menyusul pria itu ke luar. Sudah ada beberapa orang mengunjungi toko buku saat Agatha berjalan menuju meja kasir. Dengan setengah hati dia melayani pria aneh itu atas buku yang dibelinya.
"Apa kau menyukai buku tentang werewolf?" Pria itu bertanya seolah tidak terjadi apa-apa di antara mereka.
Agatha malas meladeni. Tetapi dia bekerja secara profesional dengan menyahut ucapannya. "Ya." Hanya satu suku kata pendek dia jawab dengan ekspresi dingin, sembari memasukan buku itu ke plastik.
"Lebih baik kau berhati-hati saat bulan purnama. Jangan keluar malam melebihi jam sebelas," kata pria berkacamata hitam itu. Kemudian melangkah pergi diiringi tatapan tajam Agatha yang melihatnya masuk ke sebuah van hitam di depan toko.
Apa-apaan ucapannya tadi! Apakah pria itu bermaksud mengancamnya! Agatha mendengus berat.
***