Chereads / Exor Sang Pembawa Kekacauan / Chapter 25 - Perpisahan

Chapter 25 - Perpisahan

Ritsu, salah satu dari kelima pilar bawahan Tikus Hitam terbaring penuh luka diantara reruntuhan benteng. Aku terkejut melihat keadaannya yang begitu parah. Meskipun Tuan Tikus Tanah kuat, namun rasanya terlalu mengejutkan melihat keadaan Ritsu yang begitu parah. Apalagi Tuan Tikus Tanah harus menghadapi Ritsu bersamaan dengan Zwein.

Tubuh manusia kadal Ritsu perlahan bergerak, dia memaksakan diri untuk berdiri. Meskipun lambat namun terlihat regenerasi tubuhnya berjalan cukup cepat, Ia nampak menyadari kehadiranku.

"Leon, kau bajingan ternyata tidak jadi kabur huh? Tapi biarlah itu tidak penting sekarang. Leon, kau harus segera membantu pihak kami untuk mengalahkan Tikus Hitam, dia sudah gila, dia berniat mengorbankan para setengah binatang untuk mendapatkan kekuatan dari Undead King, dia seorang pengikut Undead King, jika kita tidak menghentikan dia sekarang maka semua setengah binatang di dalam barrier ini akan mati!"

Penjelasan panjang lebar Ritsu membuatku mengerutkan kening. Aku pernah mendengar bahwa Undead King adalah salah satu dewa faksi gelap terkuat, para pengikut ajaran Undead King rata-rata adalah orang gila dan maniak. Jika Tikus Hitam benar-benar pengikut Undead King maka mau tidak mau aku harus menghentikannya juga. Aku tidak ingin ikut campur dalam peperangan ini, tetapi Tuan Tikus Hitam kini berada diatas angin, dan sepertinya dia tidak berniat untuk mengampuni pihak pemberontak.

"Aku akan membantumu, tetapi sebelum itu aku harus mengantarkan manusia kecil ini ke tempat yang aman," ujarku.

Ritsu tahu dengan sifatku, jadi dia memutuskan untuk tidak mengganggu Vincent dipunggungku. Dia mengangguk mendengar perkataanku, "Kalau begitu cepatlah, Zwein tidak bisa bertahan sendirian."

Setelah itu, aku segera melesat meninggalkan Ritsu. Aku kembali mengobservasi medan perang untuk memastikan bahwa Kevin dan juga Clarissa sudah berada di tempat yang aman. Setelah mencari beberapa saat akhirnya aku menemukan bahwa Kevin dan Kale telah berkumpul dengan Han, Quint, dan Clarissa. Aku berlari mendekati mereka. Clarissa yang melihatku dari kejauhan menatap senang sekaligus Bahagia pada adiknya yang saat ini sedang kugendong.

Aku berhenti di depan Clarissa dan berjongkok. "Hei, kau bisa membuka matamu sekarang," ucapku pada Vincent. Bocah itu membuka matanya, Ia menatap kaget pada kakaknya. Ia segera turun dari punggungku dan berlari menuju Clarissa.

"Kak Clarissa!"

"Vincent, apa kau baik-baik saja? Kakak sangat mengkhawatirkanmu."

Mereka berpelukan dengan erat. Aku turut Bahagia, penyelamatan ini berjalan dengan lancar. Aku senang bisa membantu mereka. Namun situasi di dalam barrier menjadi semakin berbahaya. Sudah saatnya bagi Clarissa dan Kevin pergi dari sini.

"Kale. bawa Kevin dan Clarissa keluar dari barrier. Kau juga tunggulah di luar sana."

Kale mengerutkan dahinya, "Apa maksudmu? Bagaimana denganmu Leon?"

Aku menggelengkan kepalaku, "Aku harus menghentikan Tuan Tikus Hitam. Awalnya aku tidak berniat ikut dalam perang ini, namun sepertinya Tuan Tikus Hitam berniat mengorbankan semua setengah binatang untuk meningkatkan kekuatannya. Aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi."

Kale terdiam sebentar, Ia berbisik padaku, "Jagalah dirimu baik-baik."

Aku mengangguk pada Kale. Kemudian aku mengalihkan perhatianku pada Kevin dan juga Clarissa.

"Kevin, Clarissa, kita hanya bertemu beberapa hari tetapi menurutku kalian adalah temanku, aku harap perjalanan ke dalam barrier kali ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi kalian. Situasi di dalam barrier semakin rumit, sudah saatnya bagi kalian untuk pergi."

Kevin dan Clarissa saling memandang, mereka kemudian mengangguk bersamaan. Clarissa menundukkan kepalanya padaku sebentar sebelum berkata, "Terima kasih atas semuanya, jika bukan karenamu, aku mungkin tidak akan bisa menyelamatkan adikku, jangankan menyelamatkan, bisa jadi nyawakupun ikut terancam. Terima kasih atas bantuannya, Tuan Leon."

Clarissa melirik adiknya, Vincent segera mengucapkan terima kasih juga padaku.

"Aku berharap ini bukan terakhir kalinya kita bertemu," ujar Kevin seraya mengulurkan tangannya padaku. Aku meraih tangannya dan melakukan salaman dengannya.

Setelah itu. Aku melambaikan tanganku pada mereka dan pergi dari tempat tersebut menuju ke medan perang lagi. Suasana hatiku yang baru saja membaik segera berubah ketika aku melihat semakin banyak setengah binatang yang mati dan berubah menjadi monster. Sebagian lainnya juga diseret ke dalam gerbang dan dijadikan bahan bagi gerbang besar itu untuk terus menyuplai kekuatan pada Tuan Tikus Hitam.

Aku berhenti disamping Ritsu, Ritsu yang menyadari kedatanganku segera berteriak, "Ayo cepat kita harus membantu Zwein, dia sudah tersudutkan!"

Aku mengalihkan pandanganku pada sosok Zwein, dalam mode ular raksasanya, kelihatan sekali bahwa situasinya benar-benar tidak baik. Ada banyak luka besar yang terbuka pada tubuh ular Zwein, tak hanya itu, tengkorak raksasa milik Tuan Tikus Hitam kini memegang pedang tulang yang dikelilingi oleh aura gelap, nampaknya dia berniat untuk menebas Zwein.

Aku menutup mataku sekejap, benih dalam setiap setengah binatang berasal dari leluhur mereka, begitu juga denganku. Aku kemudian melepaskan aura emas yang membara menyelimuti tubuhku. Aku meraung dengan keras, sangat keras sehingga para monster menjauh ketakutan. Aku membuka mataku dan dengan sekejap mata, aku melesat ke arah Tuan Tikus Hitam. Tanganku diselimuti oleh api, aku mengayunkan tanganku dan kemudian semburan api menyerang Tuan Tikus Hitam.

Meskipun tengkorak raksasa itu melindungi dia tetapi hawa panas membakar pakaian Tuan Tikus Hitam. Aku melihatnya terkejut dengan seranganku yang tiba-tiba. Dia segera menyobek bagian dari pakaiannya yang terbakar api. Kesibukan Tuan Tikus Hitam dimanfaatkan oleh Zwein untuk mundur, dia kembali pada mode manusia.

Aku mendekati Zwein yang terengah-engah sambil memegang lukanya. Aku kemudian berkata padanya, "Pulihkan dulu lukamu, aku akan mencoba menahannya."

"Apa kau berlagak menjadi seorang pahlawan singa kecil? Mundurlah, ini bukan pertarunganmu."

Meskipun dalam keadaan mengenaskan namun Zwein masih bersikap dingin padaku. Aku mengabaikan sikapnya, dan lanjut berlari ke arah Tuan Tikus Hitam. Tuan Tikus Hitam yang baru kuserang, kini menghadapi Ritsu, Ritsu sangat lincah, dia bisa menghindari serangan Tuan Tikus Hitam dan merepotkannya. Aku berlari dengan cepat dan melompat sambil menerkah ke arah tubuh asli Tuan Tikus Hitam.

Aku mencoba untuk menembus tengkorak raksasa yang melindungi dia, namun gagal.

"Leon, kau juga ingin melawanku huh?! Kalau begitu aku tidak akan mengampunimu!" Salah satu tangan tengkorak raksasa memegang tubuhku dan melemparku.

Aku merasakan punggungku menghantam tanah, dan terus berguling karena begitu kuatnya lemparan tengkorak raksasa tersebut. Kami tidak bisa terus seperti ini, tengkorak raksasa itu sangat kuat, Jika kita tidak bisa menembusnya maka akan sangat sulit untuk mengalahkan Tuan Tikus Hitam.

Aku berdiri perlahan setelah tubuhku berhenti terhempas, aku kemudian mengamati tengkorak raksasa tersebut. Aku menyadari bahwa ada celah pada bagian matanya. Hanya saja sangat sulit untuk menerobos lewat celah tersebut. Namun dengan bantuan Ritsu dan juga Zwein, kurasa aku bisa melakukan sesuatu.