Rasa sakit menyebar ke seluruh punggungku, aku tenggelam ke dalam reruntuhan tanah. Dorongan yang dilakukan oleh Tuan Tikus Hitam membuatku terjatuh dari ketinggian dengan kecepatan yang luar biasa. Kini Tikus Hitam berdiri di atas tubuhku sambil mencekik leherku. Aku mencoba melepaskan cekikkannya dengan kedua tanganku.
Aku tahu aku harus segera menyingkirkan dia. Jadi aku menaikkan suhu pada api yang mengelilingi tubuhku. Api tersebut menyala dengan sangat kuat. Perlahan sinarnya menerangi kami berdua. Namun, aku melihat ekspresi Tikus Hitam masih datar. Aku tahu bahwa apiku belum cukup panas untuk melukainya.
Aku terus memperkuat suhu disekitar tubuhku. Kini api tersebut menyala dengan terang menelan sekeliling kami. Aku terus membakar vitalitasku sehingga aku sendii tidak tahu apakah aku akan selamat setelah ini. Namun kerja kerasku membuahkan hasil. Aku berhasil membuat dia kepanasan. Armor tulang milik Tikus Hitam terlihat mulai meleleh. Dia segera melemparkan tubuhku menjauh darinya.
Aku menyeringai senang. Kini aku bisa memastikan bahwa diriku memiliki peluang untuk menang. Namun aku kurang yakin apakah ini bisa disebut sebagai kemenangan jika diakhir nanti aku mati karena terlalu banyak membakar vitalitasku. Namun tidak ada jalan mundur. Aku membenamkan kakiku ke tanah, menggunakannya sebagai rem.
Tikus Hitam telah menggunakan kekuatan gerbang itu lagi untuk menyembuhkan armor tulang miliknya. Aku merasakan sesuatu yang aneh, setelah semua setengah binatang kecuali aku, di medan perang ini mati, aku merasakan monster yang berasal dari setengah binatang itu juga mulai melemah.
"Apakah semakin banyak kekuatan gerbang yang digunakan oleh Tikus Hitam maka semakin lemah para monster itu?" Meskipun hanya tebakan tetapi aku merasa ini masuk akal mempertimbangkan hukum energi. Jika setengah binatang adalah bahan baku energi, maka gerbang itu merupakan generator yang bisa merubah mereka menjadi energi bagi Tikus Hitam.
Aku semakin percaya diri, sehingga aku segera melancarkan serangan pada Tikus Hitam. Aku melesat maju ke depan, kuayunkan tangan kananku ke arah wajah Tikus Hitam. Tikus Hitam menahan tangan kananku dengan tangan kirinya. Kami bertatapan sejenak, Tikus Hitam mengangkat kakinya dan menghantam tubuhku. Aku terpental sedikit, namun aku segera menghentikan tubuhku di udara dengan menggunakan tenaga api untuk mengimbangi gaya dorong.
Aku menyemburkan api yang terkonsenterasi pada satu titik. Aku menyerang dadanya. Tikus Hitam menyilangkan tangannya untuk menahan seranganku. Karena apiku terkonsentrasi pada satu titik, maka kekuatan penetrasinya lebih besar, armor tulangnya tidak bisa menahan penetrasi api milikku sehingga seranganku melukai tangannya.
Sayang sekali aku tidak bisa mempertahankan konsentrasi api tingkat tinggi seperti itu, jika tidak, aku mungkin bisa melukainya lebih jauh. Meskipun begitu, aku tidak memberikan Tikus Hitam waktu untuk beregenerasi, aku segera menyerangnya lagi. Kedua tangannya terluka sehingga pukulanku hanya bisa dihindari oleh dia. Namun, aku menemukan celah untuk menendang dagunya dengan kuat.
Tubuh Tikus Hitam terangkat sebentar, aku memanfaatkan momen itu untuk menendangnya dengan kuat. Tubuhnya terdorong ke samping, dia menabrak tanah dan berputar-putar beberapa kali. Namun Tikus Hitam segera menggunakan tangannya untuk menghentikan laju tubuh. Kini aku mengumpulkan kekuatan pada kedua tanganku. Aku harus menghabisi dia dan tidak memberikannya kesempatan untuk beregenerasi.
Aku benar-benar menanamkan semua vitalitasku pada serangan kali ini. Dua bola tercipta pada kedua tanganku. Tikus Hitam nampaknya merasakan bahaya dari seranganku sehingga dia mencipatakan dua perisai raksasa dari energi hitam miliknya. Aku perlahan mengarahkan kedua tanganku ke depan. Saat kedua bola itu bersentuhan, ledakan laser bersuhu tinggi segera mengarah pada Tikus Hitam.
Laser itu menyala merah kekuningan dan bergerak lurus menuju Tikus Hitam. Laser tersebut kemudian menghantam perisai pertama yang melindungi Tikus Hitam. Perisai tersebut berhasil menahan laserku untuk sementara waktu namun, pada detik ke sepuluh perisai tersebut meleleh. Suhu laser yang kutembakan sangat tinggi, sehingga bisa melelehkan perisai pertama.
Masih ada satu perisai lagi yang tersisa. Ekspresi Tikus Hitam kini benar-benar serius, aku semakin percaya diri, laser tersebut hanya membutuhkan waktu sekitar 15 detik untuk menembus perisai kedua. Tikus Hitam mencoba menghindari serangan laser millikku, namun aku mengendalikannya dengan baik sehingga laser tersebut mengenai tubuh Tikus Hitam yang terbalut armor tulang dengan tepat.
Selain melelehkan armor tulang milik dia, laser tersebut juga mendorong Tikus Hitam menjauh. Aku melihatnya menggeretakkan gigi berusaha menahan rasa sakit akibat serangan laserku. Aura hitam yang sangat besar menyelimuti tubuh Tikus Hitam dia menahan serangan laserku dan bergerak maju dengan sangat lambat. Aku mendecih kesal melihatnya melangkah mendekatiku selangkah demi selangkah.
Aku segera melepaskan semua energi dalam tubuhku dengan sekali hempas. Energi laser itu membesar dan dengan cepat menuju kearah Tikus Hitam. DIa gagal menahan laser tersebut dengan tangan, laser itu menghantam tubuhnya dalam hitungan detik tubuhnya hancur melebur. Energi laser pun menghilang.
Dia mati. Tikus Hitam benar-benar mati. Aku merasakan kebahagiaan meski kondisiku kini mengenaskan. Aku terjatuh terbaring setelah menghabiskan semua energi dalam tubuhku. Aku benar-benar tak punya energi yang tersisa sehingga aku hanya bisa terdiam tanpa menggerakan tubuhku sedikitpun.
Aku akan mati. Aku merasakan bahwa ajalku akan tiba. Ada banyak hal yang masih ingin kulakukan tapi kurasa aku tidak akan menyesali pilihanku membantu Zwein dan juga Ritsu. Jika aku diberi kesempatan untuk mengulang waktu aku tetap akan membantu mereka untuk mengalahkan Tikus Hitam.
"Jihahaha, ini kemenanganku, usaha yang bagus Leon."
Ha? Tawa itu … Aku hanya berhalusinasi bukan? Tidak mungkin! Aku memaksakan kepalaku untuk melihat ke arah sumber suara. Aku menatap horror pada Tikus Hitam. Aku melihat tubuh para monster berubah menjadi debu lalu menyatu dan membentuk tubuh Tikus Hitam. Perlahan tubuhnya kembali pulih seperti semula. Namun, gerbang besar itu telah menghilang.
"B-bagaimana bisa?"
Aku bertanya-tanya dengan heran dan tak percaya melihat sosok Tikus Hitam yang mendekatiku.
"Ini terakhir kalinya aku beregenerasi. Teknik ini memiliki durasi dan menghabiskan banyak energi, sekarang jika kau punya energi yang tersisa, mungkin kau bisa membunuhku dengan mudah, tapi kau telah mempertaruhkan segalanya pada serangan tadi. Kau adalah mahakaryaku, setengah binatang terbaik yang pernah kubangkitkan. Sayang sekali, kau harus mati disini sekarang." Tikus Hitam berdiri di sampingku, tak ada ekpresi penghinaan di wajahnya. Dia tersenyum lembut padaku seolah-olah memberikanku senyuman terakhir.
Aku gagal, aku gagal membunuhnya. Tak ada lagi yang bisa kulakukan. Aku harus meninggalkan dunia ini tanpa rasa tenang sedikitpun. Maaf Kale, maaf yang lainnya. Aku gagal membunuh dia. Kegelapan perlahan menelan tubuhku. Aku merasakan hawa dingin yang menjalar dari kaki bergerak perlahan sampai ke leherku. Aku tak bisa menjaga mataku untuk tetap terbuka. Ah, inikah rasanya kematian?