Jane berpikir Nakula salah satu orang yang paling sering menuruti keinginannya. Nakula akan memberikan Jane makanan yang dia inginkan. Memberikannya kenyamanan yang Jane butuhkan. Membuatkan kejutan untuknya, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Mungkin dulu Nakula seperti itu, tapi saat ini tentu semua berbeda. Nakula menjadi lebih pemaksa. Seperti saat ini, tanpa mau dibantah, dia meminta Jane masuk ke dalam mobilnya.
"Kau sekarang pemaksa sekali," keluh Jane saat mereka baru saja meninggalkan gedung kantor.
"Ya memang. Kalau tidak dipaksa kau tidak mau menjerit."
Jane berdecak sebal. Dia begitu sebal saat Nakula melemparkan ucapan yang membuatnya berpikir maksudnya.
"Kau tidak harus mengantar jemputku, Nakula. Billionaire baru pasti begitu sibuk."
Jane berusaha bernegosiasi dengan Nakula. Biar bagaimanapun pria itu akan melakukan apa pun sesuai kuasanya. Tapi Jane tidak akan membiarkan itu terjadi.
"Aku bukan billionaire baru, Jane. Sejak lahir aku sudah kaya. Kau saja yang anggap aku detektif kere pada saat itu."
Jane membolakan matanya. Dia tidak pernah berpikir kalau Nakula miskin. Ucapan billionaire yang baru saja dia lontarkan juga hanya sebatas becanda.
"Aku tidak berpikir seperti itu, Nakula. Sepertinya kau sedang sensitif sekali. Baiklah, maafkan aku."
Tentu saja dia merasa sedih. Meski sering galak dan barbar, tetap saja menghina orang lain juga tidak dibenarkan.
"Kau tenang saja, minta maaf kepadaku itu mudah. Kau buatkan saja nasi lemak yang begitu enak. Aku akan diam sepanjang malam."
Jane mengerucutkan bibirnya. Dia tidak menyangka Nakula akan memberikan pilihan seperti itu. Sudah lama sekali dia tidak membuatnya.
"Aku sudah lama tidak membutanya. Lagi pula di apartemen hanya ada beras dan telur. Aku belum sempat belanja banyak," ucap Jane jujur. Sebenarnya lebih kepada tidak mau membuatkan Nakula. Kepercayaan dirinya begitu rendah saat ini.
"Kalau begitu kita bisa ke supermarket saja. Bagaimana?" tawar Nakula.
Tanpa perlu mendengar Jawa Jane. Nakula langsung membelokkan mobil ke arah super market yang mereka lewati.
"Loh Nakula. Aku kan belum menjawab," protes Jane.
"Ya tidak apa-apa. Belanja sepuasnya di sini. Untuk stok seminggu atau sebulan terserah. Aku yang akan bayar."
Nakula cepat-cepat meminta Jane turun. Dia tidak sabar untuk menikmati hidangan yang akan Jane buat. Menurutnya masakan Jane begitu nikmat. Mungkin karena dibuat dengan cinta dan kasih sayang yang tulus.
"Ck. Aku juga punya uang Nakula. Kau pikir aku pindah ke sini tanpa membawa apa-apa?" ucap Jane yang sedikit tersinggung dengan perkataan Nakula.
Tapi Nakula tidak peduli. Dia tetap menarik tangan Jane dan membawanya ke dalam. Mengambil troli, mendorong untuk segera pergi ke tempat penyimpanan bahan makanan.
"Ish kau ini pemaksa sekali," ucap Jane sebal. Tapi dia tetap mengikuti Nakula.
"Aku memang pemaksa Jane. Jadi jangan coba-coba kabur dariku, oke?"
Nakula mengambil beras lima kilo yang ada di depanya. Kemudian troli dia bawa ke tempat gula, teh, dan juga kopi masuk serta. Dia tahu Jane suka teh kuning dan hijau. Untuk dirinya dia memilih teh hitam.
Begitu juga camilan. Baik yang asin dan manis dia masukan semua. Ini untuk stok Jane beberapa saat.
Setelah berhasil memasukkan apa yang dia inginkan, Nakula menuju ke arah Jane yang memilih ayam. Di tangannya sudah ada dua potong ayam bagian dada dan paha. Jane sendiri lebih suka bagian paha agar mudah dipegang. Sementara Nakula suka dada yang sedikit tulang.
"Kau banyak sekali, hei!" ucap Jane yang terkejut melihat tumpukan barang yang Nakula ambil.
"Aku kuat angkat ke mobil kok," ucap Nakula.
Jane mendesah. Bukan itu yang dia permasalahkan. Jika seperti ini mereka lebih mirip pasangan suami-istri baru yang sedang berbelanja.
"Terserah kau sajalah," ucap Jane jengkel.
"Kau ambil ayam sedikit sekali. Ambil yang banyak."
Nakula mengambil dua pack lagi dan dimasukkan dalam keranjang. Belum lagi daging sapi, sosis dan nugget. Melihat itu Jane hanya mendesah saja. Sudah terlalu malas untuk sekedar menegur Nakula.
"Kau butuh apa lagi?" tanya Nakula.
"Sayur belum."
Nakula mengangguk. Dia mendorong trolinya ke arah tempat sayur.
Jane mengambil sayuran yang masih tampak segar. Dia juga mengambil santan instan. Bumbu-bumbu dapur seperti bawang merah, bawang putih, jahe, lada, cabai dan masih banyak juga yang dia ambil.
Jane sudah tidak heran dengan aneka bumbu tersebut. Ibunya orang Indonesia, dulu suka sekali masak masakan Indonesia. Tidak heran, Jane masih hafal apa saja yang dibutuhkan.
"Kau cekatan sekali memilih. Seperti sudah ahli saja," puji Nakula pada gadis di sampingnya ini.
"Terima kasih Nakula. Tapi aku tidak butuh puji-pujian. Kau tunggu di sini, aku butuh blender dan magic com baru."
Bukannya menurut untuk tetap di tempat, Nakula mengikuti langkah kaki Jane yang menuju tempat elektronik. Supermarket memang sekarang lengkap. Menjual barang elektronik seperti televisi, lemari es dan banyak lagi.
"Selamat sore Kakak, ada yang bisa saya bantu," ucap salah seorang salas promotion girl atau SPG menegur Jane.
"Saya butuh blender dan magic com. Bisa lihat yang bagus."
Gadis berkuncir kuda itu tersenyum ramah. Dia lantas meminta Jane untuk menunggu selama dia mengambilkan barang yang Jane mau.
"Ini keluaran terbaru Kakak. Bisa menanak nasi, buat sup, nasi goreng, dan masih banyak yang lainnya. Timer bisa diatur sesuai tingkat kematangan yang kakak inginkan. Yang terpenting, ini hemat listrik."
SPG yang sudah kembali menjelaskan dengan begitu baik pada Jane. Dijelaskan seperti itu Jane mengangguk paham. Yang blender juga sama dijelaskan. Keduanya berasal dari merk yang sama.
"Jadi bagaimana Kak, apa jadi ambil yang ini."
"Sudah ambil saja Jane. Nanti kita kemalaman," ucap Nakula yang sejak tadi hanya menyimak obrolan Jane dan gadis SPG tersebut.
"Loh Nakula? Nakula kan ya?" ucap gadis SPG itu tiba-tiba.
Nakula yang diteriaki tersebut menoleh ke arah suara.
"Benar kan Nakula. Dulu cupu sekali, sekarang mendingan. Masih ingat aku kan?"
Nakula menatap ke arah gadis SPG yang ternyata mengenalnya. Dia sedikit heran, mengingat tidak tahu siapa yang ada di depannya.
"Maaf siapa ya?" tanya Nakula sopan.
"Ck. Sombong sekali. Ini aku Alya. Kau lupa, dulu kau pernah naksir padaku kan. Eh sebelum nembak sudah aku tolak duluan."
Gadis SPG yang mengenalkan diri sebagai Alya itu tertawa. Terasa lucu sekali dengan apa yang dikatakan si gadis ini.
"Kau mau mempermalukan pembeli kau sendiri? Begini tata krama sales promotion girl?"
Jane yang sejak tadi keheranan semakin tidak suka saat tawa gadis SPG ini berderai.
Bukan masalah dia kenal Nakula. Tapi ucapan cupu dan juga ditolak sebelum menembak itu begitu melukai Jane. Meski hanya mantan, Jane tidak terima Nakula di perlakukan seperti itu.
"Eh maaf Kak. Saya hanya mencoba akrab kembali dengan teman Kakak."
Gadis SPG itu menunduk dan tampak menyesal.
"Ada apa ini Kak? Ada yang bisa saya bantu?"
***