Beberapa menit terjadi keheningan, Adgor sudah berbicara dengan beberapa anggota keluarga lain. Tentang permintaan Auristella, pada akhirnya semua orang setuju. Karena mereka tidak mau jatuh miskin begitu saja, jika Stella benar-benar mengambil harta mereka.
"Ayo, kita ke ruangan ritual." Adgor menyerah, dia menghela nafasnya sejenak dan mulai berjalan lebih dulu.
Auristella bangun dari tempat duduknya, dia menggandeng tangan Xavier, mereka sudah berjalan ke ruangan bawah tanah. Anggota keluarga yang lain mengikuti saja dari belakang, mereka akan menyaksikan pernikahan resmi.
Di ruangan bawah tanah itu terdapat beberapa patung bunga teratai putih, ada lilin-lilin yang menyala.
Aroma wewangian membuat suasana menjadi lebih lembab, di tengah-tengah ruangan ada batu besar yang muat untuk dua orang.
"Buka pakaianmu, Xavier." Stella berbisik pelan, Xavier langsung menurut.
Auristella juga membuka seluruh pakaiannya, bentuk tubuh dengan payudara dan bokong seksi itu sedikit membuat Xavier terkejut, dia tanpa sadar menutupi tubuh Stella dengan Jas yang Xavier pegang.
"Apa?" Tanya Stella bingung.
"Kenapa kau membuka pakaian juga? Mereka melihat tubuhmu." Kata Xavier dengan wajah polos.
"Ini salah satu bagian dari ritual." Ujar Stella.
"Kita telanjang berdua?" Xavier berbisik, dia bingung dengan ritual macam ini.
"Iya, karena kita akan melakukan Sex." Kata Stella lagi.
"Cepatlah." Kata Paman Adgor.
Xavier dan Stella sudah buru-buru melepas pakaian mereka, lalu berjalan bersama ke arah batu yang besar tadi.
Stella naik lebih dulu, beberapa kali Xavier mencoba menahan matanya yang menatap ke arah kelamin Stella, pandangan lelaki memang tidak bisa berpaling jika melihat sesuatu yang indah.
Stella berbaring dengan perlahan, lalu Xavier mengikuti. Mereka berdua telentang bersama dengan tubuh telanjang, saling berpegangan tangan dan menatap langit-langit ruangan tersebut.
Paman Adgor sudah berdiri di dekat batu tersebut, dia mengeluarkan sebuah belati perak dan mangkuk kaca.
Belati itu mulai diarahkan ke lengan Stella, menyayat secara perlahan lengan tersebut hingga mengeluarkan darah segar. Darah tersebut ditampung ke dalam mangkuk kaca, setelah terisi setengah mangkuk, barulah Paman Adgor mulai menyayat tangan Xavier, memenuhi mangkuk tadi secara keseluruhan.
Kini darah dua pasangan itu sudah bersatu, Paman Adgor mulai membaca beberapa mantra dengan suara pelan. Kemudian dari mangkuk penuh darah tadi Keluar sedikit percikan api biru.
Setelah pembacaan mantra berakhir, luka yang tersayat pisau belati tadi langsung tertutup.
"Baca sumpahnya." Kata Adgor pada dua pasangan tersebut.
"Ikuti kata-kataku Xavier." Kata Stella pada lelaki di sampingnya.
"Ya.."
"Aku, Auristella Cavendish dengan ini menerima Xavier sebagai suamiku, menemaninya dalam keadaan apapun dan bersumpah akan setia, kami meminta restu Dewi bulan agar pernikahan ini penuh dengan kebahagiaan."
"Aku, Xavier.. dengan ini menerima Auristella Cavendish sebagai istriku, menemaninya dalam keadaan apapun dan bersumpah setia, kami meminta restu Dewi bulan agar pernikahan ini penuh dengan kebahagiaan."
Dua insan tersebut sudah mengucap sumpah pernikahan, setelahnya Stella membuka mulutnya lebar-lebar. Xavier mengikuti hal yang sama.
Darah di dalam mangkuk tersebut dituangkan kedalam mulut Stella dan Xavier secara bergantian. Mereka menelan dengan perlahan-lahan, menikmati rasa darah tersebut.
Semuanya berjalan dengan baik, Xavier mulai merasa kepalanya mendapatkan sakit, tapi dia mencoba menahan hal tersebut. Pandangan matanya juga mulai memburam, entah apa yang terjadi tapi dia tetap diam saja.
Perlahan-lahan, Stella bangun dan mulai merangkak ke atas tubuh Xavier. Wanita itu bergerak seperti wanita yang meminta penyatuan setelah pernikahan. Xavier masih belum sadar apa yang terjadi, dia merasa kulitnya tersentuh oleh sesuatu yang lembut.
Adrenalin mendadak bangkit, tapi belum sampai Xavier bertanya apa yang telah terjadi pada tubuhnya, dia mulai tersentak kaget. Karena ada sesuatu yang hangat telah menyentuh kejantanannya yang sudah berdiri itu, hangat dan basah telah bergerak naik turun.
Semuanya begitu cepat, malah terlalu cepat untuk diproses oleh pikiran Xavier.
Apakah ini pemerkosaan? Atau memang seperti ini ritual pernikahan?
Xavier tidak tahu, dia menahan semua rasa kenikmatan itu. Matanya sudah terpejam dan tanpa sadar bibirnya mendesah beberapa kali. Istrinya terlalu hebat dalam permainan, Xavier yang belum pernah melakukan penyatuan seperti ini hanya bisa pasrah.
Hingga beberapa menit kemudian, ledakan secara bersamaan membuat mereka berdua mengejang.
Helaan nafas terdengar di samping telinga Xavier, istrinya sudah memeluk tubuhnya dan mereka saling merasakan detak jantung yang terasa dekat itu.
"Semua ritual sudah selesai, dengan ini kalian resmi menjadi suami istri." Kata Paman Adgor, suara tepuk tangan memenuhi ruangan.
Xavier mulai merasa lebih baik, kepalanya yang sakit kini telah menghilang. Matanya juga dapat melihat wajah Stella lebih jelas, wajah cantik yang berkeringat itu membuat Xavier ingin menciumnya. Tapi Xavier tahu bahwa itu adalah hal yang tidak boleh dilakukan, dia tidak mau bergerak tanpa disuruh.
"Bangunlah, pakai bajumu. Suamiku.." kata Stella, wanita itu bangkit lebih dulu. Beberapa pelayan datang membawakan pakaian yang baru untuk Stella dan Xavier.
Xavier masih terlihat linglung, dia seperti kucing kecil yang kehilangan induknya.
Setelahnya mereka bersama-sama langsung pergi ke ruangan lain, meninggalkan beberapa anggota keluarga yang hanya bisa diam tanpa mengatakan apapun.