Chereads / Ketika malam pertama tak berdarah / Chapter 6 - SEBUAH KENYATAAN

Chapter 6 - SEBUAH KENYATAAN

"Apa kau sudah siap, sayang? Ini akan terasa sakit pada awalnya, namun setelah itu aku berjanji akan membawamu pada sebuah rasa yang begitu membuatmu berteriak untuk menginginkanku lagi, lagi dan lagi." Bara mengecup bibir Liana singkat. Sementara gadis itu masih setia memandangi wajah tampan Bara serta mengkhayalkan mantra-mantra indah yang telah pria itu ucapkan. Bara akan menjadikan dia miliknya? Seutuhnya? Selamanya? Hati Liana kembali berdesir seolah tidak sabar lagi untuk menunggu.

"Tetapi sebelum itu, berjanjilah bahwa kau hanya akan melakukan hal ini bersamaku," rancu Bara yang hanya dijawab berupa anggukan kecil oleh Liana.

Kini Bara kembali melumat bibir Liana sembari memainkan klitoris gadis itu dengan jari jemarinya yang besar, membuat Liana sendiri seolah semakin kehilangan kewarasannya.

Sebenarnya Liana ingin sekali menolak sentuhan Bara, namun rasa itu, rasa nikmat yang dia rasakan itu, sungguh terasa sayang untuk Liana hentikan begitu saja. Liana tidak ingin Bara berhenti walau hanya satu detik, dan gadis itu begitu menantikan kegiatan mereka selanjutnya.

"Kau berjanji tidak akan meninggalkanku setelah ini 'kan?" dengan sedikit kesadaran yang masih tersisa, Liana kembali memastikan ucapan Bara.

Pria di atasnya itu sontak menoleh, lalu mengembangkan senyum sembari menatap Liana dengan begitu lekat. "Tentu saja, aku berjanji, aku tidak akan pernah meninggalkan dirimu," ucap Bara yang terdengar begitu merdu dan berhasil menciptakan gelayar aneh dalam diri Liana. Betapa bahagia diri Liana malam ini. Ini benar-benar terasa seperti mimpi, dan Liana berharap agar dia tidak segera terbangun dari mimpi indahnya.

"Milikmu sudah basah sekali, sayang. Aku rasa kau memang sudah benar-benar siap untukku," tutur Bara ketika mendapati cairan bening mulai membasahi tangannya.

Liana yang mendengar itu sedikit menampakkan semburat malu. Bara berjanji akan menjadikan dia sebagai miliknya, seutuhnya? Dan Bara juga berjanji jika pria itu tidak akan meninggalkannya? Lalu, malam ini Bara juga memanggilnya dengan panggilan, sayang? Memikirkan itu semua, membuat Liana semakin terbuai dalam dan semakin mendambakan pria di depannya tersebut.

"Ya, aku siap untukmu, sayang ...." balas Liana, lalu kembali merekahkan senyumnya. Gadis itu menghela napas puas. Akhirnya, usaha yang dia jalankan selama ini dalam mendekati Bara tidak lah berakhir sia-sia. Liana tau, pasti dengan kegigihannya kemarin itu sedikit - banyak dapat membuat Bara mulai jatuh hati kepadanya. Terbukti dengan pria itu yang selalu merespon pesan dan panggilan yang dia kirimkan.

Terkait sikap Bara yang mendadak dingin dan kembali cuek lalu lebih memperioritaskan Vella, Liana pikir mungkin Bara hanya ingin menjaga dirinya dan persahabatannya dengan Vella agar tidak retak. Padahal sebenarnya Liana tau selama ini Bara pasti sudah benar-benar jatuh dalam pesonanya dan berpaling dari Vella.

Memikirkan itu semua menambah rasa bahagia di benak Liana. Dia suka hari ini, dan dia berjanji akan menobatkan hari ini sebagai hari paling indah untuknya.

Bara memulai penyatuan mereka dengan sedikit bersusah payah karena meskipun telah basah, namun pria itu merasakan milik Liana begitu terasa sesak dan sempit untuk dia masuki.

"Bara, sakit ... aku mohon, aku mohon hentikan ...." lirih Liana yang sudah tidak bisa lagi menahan rasa sakit walau sebenarnya milik Bara belum sepenuhnya masuk ke dalam dirinya.

"Ah, sial. Milikmu begitu sempit untuk aku masuki, sayang. Aku akan mencobanya sekali lagi!" ujar Bara yang mulai kembali mencondongkan diri dan bersiap mendorong miliknya lebih dalam lagi.

"Tidak!" seketika Liana berseru walau sedikit masih bisa menahan suaranya agar tidak membangunkan teman-teman yang lain. "Tidak, ini terlalu sakit ...." gadis itu kembali berucap lirih seraya menahan dada bidang Bara agar tidak meneruskan kegiatannya.

"Sstt ... Aku berjanji kali ini aku akan berhasil. Percayalah kepadaku, oke sayang?" Bara menatap manik hitam Liana dan berusaha menenangkan gadis itu.

"Yang kau perlukan hanyalah bersikap rileks dan menikmatinya." Bara kembali melumat bibir ranum Liana agar gadis itu dapat melupakan sejenak rasa sakit yang baru saja dialami.

"Dengar, kau boleh menjambak rambutku, mencakar kulitku, menggigit tanganku, menggenggam erat lenganku, lakukan apa saja yang kau mau untuk meluapkan segala rasa sakitmu nanti." Bara membelai lembut surai hitam Liana yang bahkan sudah sedikit basah karena peluh gadis itu.

"Hanya satu hal yang tidak boleh kau lakukan. Jangan pernah berteriak untuk memintaku berhenti. Karena aku sangat tidak ingin kehilangan dirimu, sayang ... aku tidak ingin kau pergi dariku, dan aku pikir ini adalah satu-satunya jalan untukku mengikat dirimu. Mengerti?" jelas Bara masih dengan membelai lembut wajah Liana.

"Hm, ya, aku mengerti ...." Liana mengangguk kecil mendengar ucapan Bara. Sebenarnya gadis itu bahkan sudah tidak dapat fokus lagi pada apa yang sedari tadi Bara ucapkan. Namun tatapan mata biru yang begitu indah dan teduh itu seolah menghipnotis Liana untuk selalu berkata, Ya.

'Mengapa dia sangat tampan?' lagi-lagi Liana terpesona dengan wajah pria di depannya itu.

"Gadis pintar." Bara menepuk kepala Liana pelan lalu kembali memberikan kecupan kecupan kecil di wajah gadis itu.

Beberapa detik kemudian, Bara kembali bersiap pada posisinya dan menghentakkan dirinya dengan begitu keras hingga pada akhirnya dia berhasil membobol pembatas itu. Sebuah dinding penghalang antara dirinya dengan Liana.

Liana mencengkeram erat lengan Bara sembari memejamkan mata dan menggigit kecil bibir bawahnya untuk menahan jeritan yang mungkin saja dapat membangunkan seluruh teman-temannya.

Cengkeraman Liana pada lengan Bara sedikit demi sedikit mulai mengendur kala gadis itu menyadari Bara yang sedari tadi hanya bergeming.

"A-- ada apa?" tanya gadis itu yang tampak bingung karena Bara tidak segera melanjutkan kegiatannya. Apakah dia melakukan kesalahan? Liana menatap Bara yang sedari tadi hanya terdiam. Dia bahkan hanya mencengkeram lengan lelaki itu. Tidak menggigit atau pun melukainya. Lagi pula, bukankah tadi memang Bara yang meminta? Lalu sekarang, ada apa dengan pria itu?

"Apakah kau sudah merasakan nyaman?" Bara mulai mengeluarkan suara, sembari menatap ke arah Liana, menunggu jawaban.

Sementara Liana sedikit mengerutkan keningnya, mencoba memahami pertanyaan Bara. "Ya," jawab gadis itu kemudian.

Mendengar itu Bara kembali menyunggingkan senyumnya, raut bahagia begitu terpancar dalam wajah lelaki itu. "Apakah kau merasakan aku di dalam sana?" Bara kembali melayangkan tanya.

Milik Bara bahkan begitu besar dan panjang, Liana tau karena tadi dia tidak sengaja melihatnya. Dan kini, bagaimana mungkin dia tidak merasakan sesuatu itu di dalam dirinya? Milik Bara bahkan terasa besar, penuh dan begitu mengganjal di dalam diri Liana.

"Ya, aku sangat merasakannya," jawab gadis itu tanpa rasa ragu.

Bara kembali tersenyum senang. "Kau selalu terlihat seksi bahkan saat sedang berkeringat sekali pun," puji Bara yang sontak kembali menimbulkan semburat malu di pipi Liana.

"Baiklah kalau begitu. Sekarang aku akan memulainya." ucap Bara yang sama sekali tidak dimengerti oleh Liana, namun melihat dan merasakan pria itu yang perlahan mulai menggerakkan tubuhnya membuat Liana seketika paham dengan maksud yang Bara ucapkan.

Liana terus mengikuti ritme permainan Bara, bahkan terkadang tanpa sadar gadis itu meminta Bara untuk mempercepat pergerakannya.

Malam itu Bara benar-benar menepati janjinya, setelah membawa Liana dalam rasa sakit, pria itu kini membawa gadis yang sedari tadi dia panggil dengan sebutan 'sayang' itu pada sebuah rasa yang begitu nikmat untuk Liana lewatkan, sebuah rasa yang belum pernah Liana rasakan sebelumnya, yang benar-benar membuat gadis itu seakan tengah terbang begitu tinggi di atas awan.

Sebuah rasa yang membuat Liana ingin meminta lagi, lagi dan lagi saking nikmatnya. Hingga akhirnya Bara berhasil mencapai puncak dirinya dan menyemburkan beberapa cairan miliknya ke dalam diri Liana.

Sepertinya beberapa botol minuman membuat pria itu memiliki gairah yang begitu tinggi dalam menuntaskan hasratnya. Bahkan setelah pelepasan mereka yang pertama, Bara masih saja berusaha menghujam dan menghujam lagi tubuh Liana. Tidak peduli gadis di bawahnya itu merancu, mengeluh lemas dan berkali-kali memintanya untuk berhenti.

Bahkan Liana sampai menangis karena permainan Bara yang semakin lama justru semakin dia rasakan begitu keras dan kasar.

Entah sudah berapa kali pria itu menyemburkan benihnya ke dalam liang milik Liana. Hingga pada akhirnya Bara benar-benar merasakan lemas dan kantuk.

Bara kembali mengecupi wajah Liana yang begitu basah dengan keringat serta air mata. "Jangan menangis, sayang. Rasamu sangat nikmat sehingga aku sama sekali tidak bisa mengontrol dan menghentikan diriku. Maafkan aku karena sudah membuat tubuhmu sakit. Aku berharap setelah ini kau tidak akan meninggalkan diriku." rancu Bara sembari mengusap pelan pipi Liana. Lalu pria itu mulai memelankan pergerakannya dan menahan miliknya hingga lagi-lagi dia kembali menyemburkan benih-benih itu ke dalam diri Liana.

Setelah dirasa selesai, Bara mulai mencabut miliknya keluar dan menggulingkan tubuhnya ke samping. Tanpa membuang waktu, dia segera menarik tubuh Liana dan membawa wanita itu ke dalam dekapannya. Kali ini tubuh Bara benar-benar terasa lemas hingga lututnya terasa sudah tidak sanggup lagi menopang diri setelah pelepasan terakhirnya.

"Oh, Vella-ku sayang ... aku benar-benar sangat mencintaimu ...." ucap Bara untuk terakhir kali sebelum akhirnya pria itu benar-benar terlelap menuju alam mimpi.

Sementara itu, Liana yang mendengar ucapan terakhir Bara sontak tertegun dan hanya bisa kembali meneteskan air matanya. Kali ini bukan lagi air mata kenikmatan atau pun air mata karena dirinya merasa sudah tidak kuat lagi dalam melayani Bara.

Namun, air mata yang jatuh itu, merupakan sebagian kecil dari bentuk kesedihannya karena perasaan yang seketika hancur, remuk redam tidak karuan.

'Jadi, selama kegiatan tadi, Bara menganggap diriku sebagai Vella?' Liana memejamkan matanya mengetahui kenyataan yang terjadi. Sementara itu, Bara yang sempat mengigau justru semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Liana.