"Emm ... sebenarnya aku sudah melihat bercak-bercak kemerahan itu sejak tadi pagi, saat pertama kali melihat Liana keluar dari kamarnya," terang salah seorang temannya yang lain.
Gadis yang tadi sempat melayangkan tanya itu pun sontak menoleh dan mengerutkan keningnya. "Benarkah?"
"Aku juga sudah melihatnya sejak pagi. Hanya saja, aku merasa bingung untuk bertanya langsung kepadanya. Ditambah dengan Bara yang langsung meminta kita untuk segera mencari Vella," imbuh gadis yang lain.
"Sebenarnya, itu bukanlah hal yang harus kita permasalahkan, Cia. Lagi pula kita sudah cukup dewasa untuk mengetahui hal seperti itu 'kan? Dan juga, kau ini seperti tidak pernah melakukannya saja," sahut Nandrea dengan begitu santai seraya menyangga salah satu tangannya dan memainkan kuku-kuku panjang yang penuh dengan warna itu.
Sejenak Cia mengalihkan pandangannya ke arah Nandrea. "Bukan masalah aku sudah pernah melakukannya atau belum, Nandrea. Hanya saja, kau pastinya tahu siapa saja yang berada di villa bersama kita? Aku hanya tidak ingin ... Emm ... siapa tahu Dio melakukan hal-hal yang aneh di belakangku," terang gadis yang diketahui bernama Cia itu sontak membuat teman-temannya tertawa.
"Kau ini cemburuan sekali, Cia," cibir Nandrea seraya menggelangkan kepala pelan, heran kepada sahabatnya yang super-duper posesif itu.
"Sudahlah, kenapa kalian justru membahas hal yang tidak penting di sini? Dari pada hanya ngerumpi dan membuang-buang waktu, lebih baik kita kembali mencari Vella!" sentak Bara yang sudah tidak tahan dengan ulah para gadis di depannya.
Sejenak Liana kembali mengarahkan pandangannya kepada Bara. 'Apa? Tidak penting katanya?' Liana mengedipkan matanya beberapa kali untuk menahan air mata yang tiba-tiba saja ingin memberontak keluar dari sarangnya.
Dia merelakan mahkota miliknya yang begitu berharga untuk Bara, namun pria itu dengan mudahnya berkata 'tidak penting?'
Liana menggigit bibir bawahnya menahan tangis kala merasakan ribuan jarum seperti tengah menghujam jantungnya saat mendengar pernyataan Bara tersebut.
'Kenapa kamu jadi secengeng ini? Tahan Liana, tahan. Kamu gadis yang kuat, tidak seharusnya kamu menangis!' Liana mengarahkan pandangannya ke atas lalu beberapa kali menarik dan menghembuskan napasnya perlahan untuk menghilangkan rasa sedihnya.
"Aku hanya ingin tahu kebenarannya, Na. Masa begitu saja tidak boleh. Uhh ... aku jadi semakin curiga!" Cia memasang raut masam sembari mengerucutkan bibirnya sebal.
"Curiga apa?" sentak Bara mengagetkan semua yang ada di sana, termasuk Cia.
"Tidak," jawab Cia dengan begitu ketus seraya masih masih mengerucutkan bibirnya.
Melihat itu membuat Liana sedikit tersenyum, sedih. Betapa bahagianya Dio mendapatkan Cia yang terlihat sangat mencintainya. Andai saja kelak Bara juga bisa melakukan hal yang sama seperti itu, yaitu menjadikan dirinya sebagai wanita satu-satunya yang Bara cintai.
Liana menatap punggung Bara dengan begitu lekat. Membayangkan saja sudah terasa indah. Apalagi jika hal itu sampai menjadi nyata, pasti sangatlah menyenangkan.
'Aku akan kembali berusaha menaklukkan hatinya!" batin Liana kembali bersemangat. Gadis itu terus mencoba memperingatkan dirinya sendiri. Bagaimana pun dia sudah bergerak sejauh ini, mana mungkin dia bisa asal menyerah begitu saja?
"Kau tidak perlu khawatir, Cia. Toh, masih ada Reza dan Gio bersama kita. Dan kau tentu tau status mereka apa, bisa dilihat dengan cara mereka datang dan tanpa pasangan," papar Nandrea menenangkan Cia. Walau di sisi lain gadis itu juga seolah memandang remeh ke arah Liana.
"Oh, kau benar, Nandrea!" Cia yang mendengar itu sontak membulatkan matanya seraya sontak menutup mulut dengan kedua telapak tangan. Lalu pandangan Cia mulai mengarah kepada Liana. "Jadi, siapa yang kau pilih di antara kedua pria itu, Li?" tanya gadis itu membuat diri Liana sempat merasa tertegun.
"Ini sebenarnya bukan karena apa-apa, Cia." Liana mengeluarkan suaranya dengan begitu tercekat. "Semalam banyak nyamuk di kamar itu," kilah gadis itu mencoba meyakinkan teman-temannya. "Lagi pula, aku tidak mungkin melakukan hal serendah itu, Cia." Tambah Liana yang kini justru mengasihani dirinya sendiri. Tidak mungkin? Hah .... Dia bahkan baru saja melakukan hal rendah itu.
Tidur dengan kekasih sahabatnya sendiri. Apakah ada hal yang lebih rendah dari ini? Bahkan setelah itu Liana hanya merasakan sesal sesaat dan justru berniat kembali merebut kekasih sahabatnya tersebut. Terkesan jahat, bukan?
'Hahaha ... wanita rendah memang cocok untuk disematkan kepada diriku sekarang!' Liana justru merasa bangga dengan pencapaiannya. Entah mengapa, segala hal yang bersangkutan dengan Bara benar-benar berhasil membuatnya gila.
"Benarkah? Di kamarku bahkan tidak ada nyamuk satu pun," sahut beberapa gadis yang lain ketika mendengar pernyataan yang Liana layangkan.
Sementara Cia yang menyadari betapa menyakitkan perkataannya itu segera berjalan dan memeluk tubuh Liana begitu saja. "Oh, maafkan aku, Liana ... bukan maksudku menuduhmu yang bukan-bukan. Maafkan aku," ujar Cia yang begitu terdengar menyesal karena telah menuduh Liana sembarangan.
"Tidak apa-apa, Cia. Aku memaklumi dirimu," Liana membalas pelukan Cia dan menepuk punggung gadis itu pelan. 'Karena kau memang tidak sepenuhnya bersalah, Cia,' lirih Liana dalam hati.
Sementara Bara yang merasa terjebak dengan pembicaraan tidak bermutu gadis-gadis di sekitarnya itu kembali merutuk sebal. "Sial, jadi sampai kapan kalian akan membahas hal tidak penting itu dan saling berdrama seperti ini?"
Hal tidak penting.
Liana kembali mengingat dan menggaris bawahi setiap ucapan menyakitkan yang keluar dari mulut seksi Bara, mulut yang semalam sempat membuatnya melengkuh dan mengeluarkan suara kenikmatan. Tanpa sadar hati Liana seketika menghangat kala mengingat kejadian tadi malam, saat dirinya bersama dengan Bara. Namun, di sisi lain hatinya juga merasa miris saat mengingat perlakuan Bara yang kini seolah enggan membahas hubungan mereka.
"Kau ini mudah sekali emosi," decak Cia yang saat ini sudah melepaskan pelukannya dari tubuh Liana.
"Iya, padahal sebelumnya kau selalu tampak ramah dan begitu tenang," imbuh gadis lainnya.
Nandrea yang mendengar keributan teman-temannya hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan menggerakkan bola matanya, malas. "Apa kalian tidak belajar tentang bagaimana posesifnya Bara kepada Vella di hari-hari kemarin? Jika sudah menyangkut dengan Vella, jangan berharap kalian melihatnya bersikap santai," papar Nandrea seraya melipat kedua tangannya di depan dada.
"Oh iya, aku bahkan hampir saja lupa. Wah, Aku tidak menyangka bahwa Vella bisa mengubah seorang Baraditya Adyasta yang tadinya terkenal playboy menjadi pria yang begitu posesif dan setia." Cia turut menambahkan.
"Seperti dirimu," timpal Nandrea seraya melirik ke arah Cia yang kemudian dibalas oleh gadis berambut sedikit pirang itu dengan sebuah gertakan.
"Apa?" Cia melebarkan matanya menatap ke arah Nandrea. Namun belum sempat gadis itu menjawab, Bara sudah kembali mengeluarkan suaranya.
"Sudah selesai?" tanya Bara dengan raut wajah yang tampak begitu malas, membuat gadis-gadis di sana kembali terdiam seraya sedikit mengumpat pelan.
"Ck, kau ini, menyeramkan sekali," gerutu mereka yang sepintas masih dapat didengar oleh Bara.
Sementara Liana kembali mengarahkan pandangannya kepada pria yang berdiri tepat di depannya itu. Vella memang berhasil membuat Bara menjadi lelaki posesif dan setia. Tetapi dirinya tetaplah pemenang karena berhasil membuat Bara bersimpuh di bawahnya. Dan hanya di bawahnya.
Liana tidak akan pernah melupakan setiap detik yang terjadi tadi malam. Termasuk pernyataan mengejutkan yang keluar dari mulut indah Bara.
"Kau tau, aku bukanlah pria baik yang baru kali ini melakukan hal bercinta," terang Bara seraya menggigit kecil leher Liana membuat gadis yang sedari tadi menikmati setiap apa yang Bara lakukan itu sontak membuka dan membelalakkan matanya.
Jadi, ini bukan yang pertama untuk Bara? Lalu siapa gadis yang pertama melakukan hal ini dengannya? Pikiran Liana kembali berkecamuk. Namun, belum sempat gadis itu membuka mulutnya, Bara sudah kembali mencumbu bibirnya seraya memainkan sedikit gundukan miliknya sehingga membuat Liana kembali melengkuh nikmat.
Lalu tangan Bara mulai berpindah dan menyusuri tubuh Liana hingga pada akhirnya berhenti pada titik itu. Bara pun melepas pangutannya pada bibir Liana.
"Tetapi aku bersumpah, baru kali ini aku menjilat dan merelakan bibir serta lidahku bermain pada area ini," ujar Bara seraya terus memainkan liang Liana membuat gadis itu lagi dan lagi harus menahan suaranya agar tidak berteriak saking merasakan nikmat hanya karena permainan yang diberikan oleh tangan Bara.
"Aku terlalu jijik dengan mereka." Bara menghentikan permainan tangannya, lalu mendekatkan tangan itu ke dalam mulut dan mulai menjilati seluruh cairan yang membasahi jarinya. "Tetapi aku tidak akan pernah merasa jijik kepadamu, sayang. Keseluruhan tubuhku kini hanya untukmu," rancu Bara, lalu kembali memangut mesra bibir Liana.
Mengingat itu membuat bagian bawah tubuh Liana seketika berdenyut. Walaupun Bara melakukannya secara tidak sadar dan menganggap dirinya sebagai Vella, tetapi tetap saja hal itu menjadi kebanggaan tersendiri untuk Liana. Karena pada dasarnya yang merasakan lidah Bara pada liang itu hanyalah dirinya. Bukan gadis lain, atau pun Vella.
Dan Liana akan memastikan untuk selalu seperti itu.
Hanya dirinya.