Hana melihat ketiga kakaknya bergantian. Harap-harap cemas ia menunggu kata yang keluar dari mulut mereka.
"Andwae (1)." Cukup satu kata dari Seoga, setelah mendengarkan penjelasan Hana.
"Wae?(2)" Hana melempar bantal sofa ke lantai dan menghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa, kesal sudah pakai presentasi pun tidak mempan.
Seoga menyilangkan kedua tangan dan kaki kirinya, "apa aku kurang memberimu fasilitas? Sudah merasa punya banyak uang?"
Hana menutup wajahnya dengan bantal sofa lain lalu berteriak kencang. Mau marah tapi yang dia hadapi adalah kakaknya.
"Sudahlah jangan berlebihan, mau apa sih hidup sendiri di apartemen?" Dong Kook, kakaknya yang lain tidak suka dengan drama berlebihan yang ditunjukan Hana.
Hana melepas bantal yang menutupi wajahnya, "mau hidup mandiri, Oppa. Aku bahkan kalah dari semua anak buahku di kantor. Mereka bisa hidup sendiri tanpa keluarga."
"Yakin mau keluar?" Joong Gi kakak Hana yang ketiga duduk di samping Hana, menyuruh adiknya membuka mulut. Joong Gi menyuapkan mandu ke mulut Hana. Jenis makanan apa pun yang dibuat oleh Joong Gi pasti disukai Hana. Kakaknya ini adalah seorang chef dan memiliki tiga restoran.
Hana mengangguk, mulutnya masih menikmati mandu buatan Joong Gi. Sejujurnya, Hana lebih nyaman tinggal bersama Joong Gi. Karena dibandingkan kedua kakaknya yang lain, Joong Gi paling mengerti maunya Hana dan selalu tersedia makanan enak. Tapi sayang, Hana harus kembali ke rumah Seoga karena Joong Gi sudah tinggal bersama tunangannya.
"Kasih saja Hana keluar…" Belum selesai Joong Gi berbicara, Hana sudah memukul lengan Joong Gi berkali-kali saking kegirangannya, satu kakaknya membela. "Ya, aku belum selesai berbicara. Kau boleh keluar asal tinggal bersama dengan dua sahabatmu."
Hana menelan mandu yang dikunyahnya cepat-cepat. "MWO?!(3) Lalu apa gunanya aku tinggal di apartemen kalau masih sama mereka?" Hana berdecak sebal.
"Ah matta(4). Selain itu, aku bisa mempercayakanmu pada Lana karena dia lebih dewasa dibandingkanmu. Kau akan lebih aman tinggal bersama perempuan lainnya." Dong kook menyetujui ide Joong Gi.
Seoga memajukan badannya, "ide bagus, salah satu apartemen di daerah Mapo Seoul kosong dan kebetulan sekali sahabatku tinggal di sana. Jadi, tidak masalah kalau kau tinggal sendiri di…"
"Tapi Oppa.."
"Kkeut(5), menyetujui ide kami atau kau tetap tinggal di sini sampai menikah nanti." Seoga dan Hana saling memotong pembicaraan. Dua orang ini memang paling sering beradu argumen.
"Aish, sshibal.(6)" Hana kembali menggerutu karena tidak dapat yang ia mau.
"Jangan mengumpat, Park Hana." Joong Gi menyumpal mulut Hana dengan mandu.
Untuk sementara waktu ini Hana hanya bisa mengiyakan mau ketiga kakaknya. Pupus sudah harapan Hana untuk menikmati waktu sendiri tanpa diganggu oleh siapa pun. Bahkan keesokan harinya Hana dipanggil ke ruangan kerja kakaknya.
"Anja(7), aku ingin menunjukkan foto apartemen untukmu." Seoga seorang bos besar di perusahaan yang bergerak dibidang properti, sudah hafal di luar kepala tempat yang cocok untuk adiknya tinggali. Seoga terlalu sayang pada adiknya sampai tidak mau Hana mendapatkan tempat yang tidak sesuai dengan keinginannya.
"Aku ikut Oppa saja." Hana menarik kursi yang berhadapan langsung dengan Seoga. "Memang ada apartemen yang cukup untuk menampungku dan dua anak manusia itu?" Hana meletakkan kedua tangannya di atas meja dan memperhatikan layar komputer yang sengaja dibalik ke arah Hana.
"Ada empat kamar yang bisa kau gunakan bersama dua sahabatmu. Lokasinya dekat Hangang, jadi kau ada hiburan kalau sedang bosan." Seoga berbicara tanpa memikirkan keuangan adiknya.
"Hah? Oppa, semua properti yang dekat dengan Hangang harga sewanya tidak main-main. Uangku tidak akan cukup, belum kebutuhan lainnya." Hana mengajukan protes. Sebesar apa pun gajinya di perusahaan yang ia bangun bersama Seoga, tidak akan sanggup untuk membayar sewa apartemen yang terkenal karena ditinggali oleh salah satu grup idol K-pop.
Seoga tersenyum, entah itu menyindir atau memang tulus. "Aku bayar setengahnya, kau tinggal menanggung setengahnya lagi. Biaya lainnya seperti keamanan, gas, air, dan kebersihan akan ku tanggung juga. Kau ingin hidup mandiri bukan? Kita mulai dari situ." Seoga berbicara seolah-olah Hana memiliki milyaran won. "Ayolah, kau hanya perlu memikirkan setengah biaya sewa dan kebutuhan rumah, sisanya aku yang menanggung. Atau kau tetap…"
"Ara, ara (8) aku terima penawaranmu. Kalau bukan karena kau kakakku sudah malas aku meladeni." Hana berdiri dan kembali ke ruangan kerjanya. Ia meraih ponselnya di atas meja, menghubungi dua sahabatnya. Sayang, hanya satu yang merespon.
"Lana Kelana Majalengka, sibuk gak lu nih hari?" Hana langsung berbicara panjang lebar, setelah Lana mengangkat teleponnya.
"Jamsiman gidaryeojuseyoo.. (9)" Lana membolak-balik buku catatan di hadapannya, juga kalender meja di sebelah layar komputernya. "I'm free like a bird. Wae, wae?"
"Temenin liat apateu. Jangan sibuk lu kek orang bener." Hana bukan memohon tetapi mencibir sahabatnya.
"Anjir, kakak lu tuh! Banyak bener janjinya ampe pusing pala babi!" Lana melirik Dong Kook yang sedang sibuk di ruangan sebelah. "Mau pergi jam berapa? Lu jemput, kan? Izin dulu sama pakbos. Jangan gue yang izin, tar disangka gue yg pengen ikut."
"Lah die, kebanyakan gaya. Emang kliennya banyak?" Hana memindahkan ponselnya ke telinga sebelah kiri, setelah menerima dokumen dari asistennya. "Iye besok gue jemput jam…." Hana melihat ke arah jam tangannya. "Jam satu dah, sekalian makan siang. Eottoke?(10)"
"Besok apa hari ini? Tadi nanyanya hari ini. Yelaaah pegimane bubos?" Lana mengoreksi kesalahan hari yang diucapkan Hana.
"Eh iya anjer, maapin dong ke distrek dokumen yang kudu dikasih ke tuan besar Park Seoga." Hana mendadak panik. "Ihh bangke lupa ada janji makan siang sama die. Ah, bodo amat, sejam lagi lu gue jemput. Pertahanan paling benar adalah kabur dari big bos. Ya udeh tungguin pokoknya, jangan lupa pake lipgloss."
"Dih, nyari apartemen apa nyari jodoh? Kudu bener pake lipgloss." Lana mencibir. "Oke baik, ditunggu kedatangannya, selamat siang."
Hana membereskan pekerjaannya secepat mungkin lalu bergegas pergi ke galeri Dong Kook, tempat Lana bekerja sebagai manager mendampingi kakaknya. Baru sampai Hana di luar gedung untuk pergi ke area parkiran mobil, karena terlalu sibuk mencari kunci mobil dari dalam tas. Ia tidak sengaja menabrak seseorang yang sukses membuat tasnya terjatuh dan menumpahkan semua isi tasnya.
"Hana?"
Merasa namanya dipanggil, Hana yang sedang memunguti barang-barangnya jadi menoleh ke arah sumber suara. "Huh? Nuguya? (11) Ah, mianhaeyo (12) aku tidak sengaja menabrakmu."
Laki-laki itu tertawa kecil, "tipikal Hana, bukan?" Laki-laki itu membantu Hana memunguti barang-barang yang tercecer di jalan. "Ini kantormu? Maaf aku terlambat datang. Kau mau pergi ke tempat Dong Kook atau Joong Gi hyeong? Tidak jadi ke pernikahan sahabatmu?"
Hana memasukan semua barangnya ke tas dan melihat laki-laki dihadapannya heran, "dashi, nuguya?" Hana berdiri dan bersiap untuk pergi tapi laki-laki ini membuatnya penasaran, dia tidak pernah bertemu tapi bagaimana dia bisa tahu sebagian kecil tentang kehidupan Hana.
Laki-laki itu menyerahkan sisa barang Hana, mengeryitkan dahinya bingung. "Junwoo, kau tidak ingat denganku? Kita sudah dekat selama satu bulan terakhir ini."
Hana diam memperhatikan laki-laki yang bernama Junwoo ini. "Maaf, aku sedang buru-buru." Hana mengambil sisa barangnya dan bergegas pergi dari hadapan laki-laki itu.
Junwoo berkacak pinggang, "waa benar-benar perempuan ini. Dia terbentur apa sampai melupakanku?"
______________________________________________________
1. Tidak boleh.
2. Kenapa?
3. Apa?
4. Ah, benar.
5. Cukup.
6. Kata umpatan.
7. Duduk.
8. Aku tau.
9. Tunggu sebentar.
10. Bagaimana?
11. Kamu siapa?
12. Maafkan.
Mandu adalah sejenis pangsitnya Korea.
Hangang merupakan Bahasa Korea untuk Sungai Gang.