Chereads / Jatah Mantan Ku / Chapter 2 - Awal mula terjerumus

Chapter 2 - Awal mula terjerumus

Dengan perasaan bingung dan juga hancur, aku terus berjalan dengan pandangan kosong. Bagaimana tidak, selama ini orang yang paling dekat dengan ku, orang yang paling menyayangiku ternyata sedang sakit parah. Bahkan aku tidak tahu sampai berapa lama dia bisa bertahan hidup, dengan penyakit yang dideritanya.

"Ibu, kenapa kau menyembunyikan sakit mu selama ini padaku bu!" Tanya ku dalam diam, aku tidak tahu harus berkata apa. Yang jelas saat ini aku benar-benar bingung, pasalnya aku harus mempunyai uang 200 juta rupiah agar ibuku bisa di operasi.

Flashback on.

"Lakukan yang terbaik untuk ibuku dok," pintaku dengan air mata mengiba.

"Tapi, untuk biaya operasi ibu anda di rumah sakit ini tidaklah murah. Aku khawatir jika anda tidak mampu membayarnya!" Terang dokter itu, sambil menopang dagu.

"Berapa banyak, berapa banyak biaya yang ibu saya butuhkan dok?" Tanya ku kembali pada dokter yang ada di depanku dengan tidak sabar.

"Kurang lebih 200 juta. Dan itupun tidak termasuk sewa kamar, juga obat-obatan pasca operasi ibu anda nanti," jawab dokter itu sambil mengecek data-data ibuku.

"Apa dok, 200 juta?" Pekik ku sambil menutup mulut.

"Iya. Dan uang itu harus sudah ada besok sore, agar ibu anda bisa langsung segera dioperasi. Karena jika tidak segera mendapatkan tindakan, saya khawatir jika nyawa ibu anda tidak akan tertolong," aku hanya bisa menghela nafas berat. Saat dokter menjelaskan rincian biaya rumah sakit ibuku seluruhnya, pasalnya dari mana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam jangka waktu 10 jam.

Flashback off.

"Argh, dari mana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu sekarang. Jangankan 200 juta, satu juta saja pun aku tidak punya," gumamku sambil mengacak-acak rambut. Saat aku sedang sibuk dengan pikiranku tiba-tiba dari seberang jalan terdengar seseorang memanggil namaku. Ternyata itu Andre, mantan kekasihku dulu saat aku masih duduk di bangku sekolah kelas 6 SD.

"Melinda?" Pekik seseorang dari seberang jalan tempat ku berdiri.

"Andre," gumamku sedikit mengernyit.

"Meli, tunggu aku di situ!" Andre langsung berlari menghampiri ku dengan tersenyum manis.

"Andre, sedang apa disini? Bukankah kau pergi keluar negeri!" Tanya ku dengan sedikit malas, bukan tidak senang berjumpa dengannya kembali. Tapi, karena rasa benciku padanya mengalahkan rasa kerinduan di hatiku.

"Meli, aku merindukanmu?" Cicit Andre sambil memeluk tubuhku.

"Andre, lepas jangan seperti ini?" Kataku sambil mendorong tubuh Andre yang sedang memelukku.

"Kenapa Mel? Biarkan aku memelukmu, aku sungguh merindukanmu," tawarnya semakin mengeratkan pelukannya.

"Stop Andre, tolong lepaskan aku. Jangan buat aku marah," pintaku untuk yang kedua kali.

"Ok, ok. Maafkan aku, Oia sedang apa kamu malam-malam keluyuran disini?" Tanya Andre padaku.

"Aku, aku, aku hanya mencari angin saja. Dan, dan kamu sedang apa disini! Bukankah kamu sedang di luar negeri?" Tukas Ku mengalihkan pembicaraan.

"Aku merindukanmu, makanya aku kembali," goda Andre sambil mencubit hidungku. Entah kenapa ada perasaan manis saat aku mendengarnya.

"Omong kosong, bukankah kau tidak akan kembali sebelum orang tuamu sukses," sindir ku sambil melipat kedua tangan.

"Mm itu, bagaimana kalau kita bicara disana saja sambil minum segelas kopi!" Tunjuk Andre ke salah satu cafe di seberang jalan.

"Tapi, aku!" Sebelum aku menolak, Andre sudah lebih dulu menggenggam tanganku.

"Ayo. Ada banyak hal yang ingin aku katakan padamu, jadi tolong jangan menolak ku," akhirnya dengan berat hati, aku berjalan mengikutinya. Ada perasaan senang dan haru karena sudah tiga tahun lamanya kami tidak berjumpa.

"Oia, kamu belum menjawab pertanyaan ku tadi, sedang apa malam-malam keluyuran!" Tanya Andre kembali.

"Bukankah aku sudah menjawabnya tadi, aku disini sedang mencari angin saja," jawabku sedikit ketus.

"Apa kau yakin!" Imbuhnya lagi.

"Tentu saja. Dan jika tidak ada yang penting, aku pergi dulu," gumamku sambil menarik kursi.

"Baiklah aku percaya. Tapi, bisakah kau menatapku?" Pinta Andre, sambil menahan tanganku.

"Tidak mau," tolak ku sambil memalingkan wajah.

"Berarti kau sedang berbohong. Aku mengenalmu bukan sehari atau dua hari Mel, bahkan dari raut wajah mu pun sudah terlihat jika kau sedang kebingungan!" Lagi-lagi aku tidak bisa berkata apapun, pasalnya sejak dulu Andre selalu saja bisa menebaknya.

"Omong kosong," tegas ku pada Andre.

"Ceritakan padaku, semoga aku bisa membantumu?" Tawar Andre sambil merengkuh tubuh ku.

"Hiks, hiks, hiks. Andre ibu, ibuku Andre ibuku!" Tangis ku pecah saat bahu hangat dan kokoh yang dulu menghilang kini dapat aku rasakan hangatnya kembali.

"Ada apa dengan tante Irma, Mel? Dia baik-baik saja kan!" Tanya Andre sekaligus.

"Ibuku dia, dia sedang sakit. Dan besok dia harus segera di operasi Drew, aku bingung harus bagaimana! Hiks,, hiks,, hiks," lirih ku sambil terisak.

"Memangnya tante Irma sakit apa Mel?" imbuhnya lagi, sambil merengkuh tubuhku kembali.

"Ibuku mengidap kanker payudara kronis stadium akhir Drew, dan dokter hanya memberiku waktu sampai besok sore saja. Aku tidak tahu harus berbuat apa sekarang, hanya dia yang aku punya di dunia ini, aku tidak sanggup jika harus kehilangan dia." Papar ku dengan membalas pelukan, Andre.

"Berapa banyak biaya yang di butuhkan untuk operasi tante Irma, Mel?" Sebenernya aku malu mengatakan ini pada Andre. Tapi, demi keselamatan ibuku, aku rela.

"Dua, 200 juta Drew. Aku, aku tidak tahu harus mencari uang sebanyak itu dimana, yang jelas apapun akan aku lakukan demi mendapatkan uang itu," jawabku sedikit gemetar.

"Apa kau yakin, Mel? Maksud ku di zaman sekarang mana mungkin bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu sekejap. Jika bukan kamu menjual-" Andre sengaja menjeda ucapannya, agar aku tidak tersinggung. Justru aku semakin ingin tahu apa pekerjaan apa yang bisa menghasilkan uang sebanyak itu dalam waktu sekejap.

"Menjual apa, Drew? Katakan padaku, apapun akan aku lakukan demi keselamatan ibuku." Tanya ku dengan sedikit tidak sabar.

"Hanya ada satu pekerjaan yang sangat mudah mendapatkan uang itu dalam sekejap. Hanya saja aku tidak ikhlas jika kau memasuki dunia itu," terang Andre, dengan menatap wajah ku.

"Aku tidak perduli seberapa buruk dan kotornya pekerjaan itu, Drew. Yang jelas aku sangat membutuhkannya," tekad ku semakin bulat, dan aku sangat yakin aku mampu melakukannya.

"Baiklah besok siang datang ke alamat ini jam 10:45. Pakai baju yang rapi dan seksi, jangan sampai terlambat, aku menunggumu disana," tutur Andre, sambil memberikan secarik kertas pada ku. Tapi, yang membuat ku penasaran mengapa aku harus memakai baju seksi. Atau jangan-jangan?

"Drew, apa ini semacam," gumamku sambil menatap wajah Andre, yang terlihat bersalah.

"Iya Mel, hanya itu satu-satunya jalan yang ada. Aku ingin sekali membantu mu tapi, aku pun tidak memiliki uang sebanyak itu Mel," ucap Andre lirih. Aku mengerti dengan maksud Andre, tapi apa harus aku melakukannya!

"Aku mengerti Drew, terima kasih sudah mau membantuku. Tunggu aku disana Drew, aku pasti datang," seutas senyum terukir di bibir Andre, membentuk bulan sabit yang sangat indah. Sebenarnya aku tidak rela jika harus melakukan ini, tapi demi keselamatan ibuku mau tidak mau aku harus melakukannya.