Saat ini aku sedang duduk di salah satu cafe di dekat rumah sakit. Sambil menunggu ayahku tiba, aku memesan segelas jus jeruk. Kebetulan saat itu aku bertemu kembali dengan pria asing yang tadi malam membayar ku.
"Tuan!" Gumam ku saat berpapasan dengan pria asing itu.
"Melly, sedang apa disini?" Tanya pria asing itu padaku.
"Aku sedang menunggu ayahku. Dia bilang ada sesuatu yang ingin dia katakan," jawabku dengan tersenyum. "Tuan sendiri sedang apa disini! Apa ada kerabat tuan yang sedang sakit?" Tanyaku kembali.
"Tidak. Aku hanya kebetulan lewat sini, dan tadinya aku ingin melihat kondisi ibumu. Tapi, karena kamu ada disini tolong titipkan salam dariku," papar pria asing itu padaku, entah kenapa ada perasaan senang saat melihatnya tersenyum.
"Baik tuan. Nanti setelah urusanku selesai, aku akan sampaikan salam mu pada ibuku," hatiku rasanya sangat gembira, seperti banyak bunga-bunga yang bermekaran di sana.
"Jangan panggil aku tuan, namaku Bima Nugraha. Kamu bisa panggil aku Bima, baiklah aku pergi dulu, sampai jumpa!" Lambaian tangan Bima, terlihat sangat menarik. Membuat mataku terus menatapnya tanpa berkedip, dan bibir ini terus tersenyum hingga Bima menghilang di balik pintu keluar kafe ini.
"Astaga, sadar Melinda!" Ucapku sambil menepuk-nepuk pipi. Saat aku sedang sibuk dengan lamunanku tiba-tiba dari arah belakang, ayahku tiba dan langsung menarik tanganku.
"Cepat kemari," hardik ayahku sambil menarik ku. Aku yang ditarik tanpa persiapan, membuat tubuhku terhuyung dan menabrak meja.
"Aww," pekik ku sambil memegangi pinggang ku yang terantuk meja. "Ayah, apa-apaan ini?" Protes ku dengan bernada emosi. Sambil menghempaskan cengkram tangan ayahku.
"Sedang apa kamu senyum-senyum disana sendiri! Apa kamu sudah gila, jika ada orang yang melihatmu seperti itu bagaimana? Mau ditaruh di mana wajah ayah ini Melly!" Decak ayahku dengan berkacak pinggang.
"Tapi, apa perlu ayah berlaku kasar padaku!" Balasku dengan marah.
"Sudah lupakan. Ayah menemui mu disini bukan untuk mencari ribut denganmu. Tapi, ayah ada bisnis penting dengan mu?" Ucap ayahku sedikit melembutkannya.
"Bisnis? Bisnis apa yang ayah maksud!" Tanyaku tidak sabar.
"Bukankah sudah ayah katakan, jika kamu akan ayah nikahkan dengan anak dari teman ibumu yang super kaya raya itu!" Ucap ayahku dengan nada selembut salju. "Cih, dasar ayah brengsek. Bisa-bisanya dia menganggap pernikahan sebuah bisnis," cibir ku dalam hati.
"Tapi, ayah sepertinya aku tidak bisa. Lagi pula aku ini masih terlalu muda jika harus menikah secepat itu," tolak ku secara halus.
"Wow, wow, wow jangan terburu-buru dalam mengambil keputusan Melly anakku. Ingat dia itu putra dari orang kaya raya, bayangkan jika kamu menikah dengan dia. Pasti hidupmu akan subur dan makmur, tidak akan ada lagi kesusahan ekonomi. Bahkan kau tidak perlu lagi menjual tubuh mu pada pria hidung belang demi mendapatkan uang untuk biaya ibumu," gumam ayahku sambil menopang dagu. Aku terkejut saat mendengar ayahku mengetahui apa yang kemarin aku lakukan.
"O, omong kosong apa yang sedang ayah katakan!" Jawabku sedikit gemetar. Bagaimana bisa ayahku mengetahui masalah ini.
"Sudahlah Melly, tidak usah kamu tutup-tutupi kebenaran ini dari ayahmu!" Ucap ayahku dengan meta yang nakalnya.
"Aku, aku tidak mengerti apa yang ayah maksud?" Aku kembali mengelak, aku tidak tahu harus berbuat apa. Bagaimana bisa ayahku tahu jika aku menjual diri untuk biaya pengobatan ibuku.
"Baiklah jika kamu tidak mau mengakuinya. Tapi, apa bisa kamu jelaskan apa ini?" Tuntut ayahku sambil memberikan sebuah video padaku. Seketika mulut ku menganga, kenapa ayah mempunyai videoku saat di mini bar semalam.
"Ayah, dapat dari mana video itu," saat aku hendak meraih ponsel itu, ayahku sudah lebih dulu merampasnya. "Berikan ponsel itu padaku," pintaku dengan marah.
"Itu tidak penting Melly, yang terpenting sekarang kamu harus bisa memilih antara video ini ayah tunjukan pada ibumu atau, kamu bersedia menikah dengan orang pilihan ayah!" Tanya ayahku sambil memberikan sebuah syarat.
"Tapi, ayah!" Jawabku ragu.
"Pilih saja, pilih apa yang menurutmu benar." Gumam ayahku sambil minum jus yang tadi aku pesan.
"Aku tidak bisa ayah, cepat serahkan ponsel itu padaku!" Hardik ku dengan kesalnya.
"Cup, cup, cup tidak semudah itu Melly. Jika kamu menginginkan ponsel ini, maka lakukan apa yang ayah katakan tadi. Jika kau tidak bisa memilih jawaban itu sekarang, tidak apa-apa ayah akan menunggunya sampai besok," tandas ayahku sambil tersenyum menyeringai.
"Dasar brengsek," pekik ku dengan meremas tanganku.
"Ha ha ha. Memang benar kata pepatah, buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Seperti kau dan ibumu sama-sama wanita murahan," bisik ayahku sebelum dia meninggalkan ku.
"Sial dari mana ayah ku mendapatkan video itu?" Batinku. "Pokoknya aku harus mendapatkan video itu sebelum ayah, menyerahkannya pada ibu," aku bergegas membayar jus yang sempat aku pesan. Dan berlari ke arah rumah sakit, aku takut jika ayahku akan datang kembali dan memberikan video itu pada ibu.
Saat aku sedang berlari tiba-tiba dari arah berlawanan muncul sosok Andre yang dengan sengaja menabrak ku.
Bugh.
"Aww," pekik ku penuh rasa sakit.
"Kamu tidak apa-apa kan Mel?" Tanya Andre basa-basi. Sambil membantuku berdiri.
"Tidak Drew, Oia sedang apa kamu disini?" Tanyaku sedikit penasaran.
"Aku sengaja datang kemari untuk melihat kondisi tante Irma. Karena aku sangat khawatir padamu, karena sejak kamu pulang tadi ponselmu tidak bisa aku hubungi," balas Andre dengan senyum.
"Maaf Drew, aku lupa membawa ponsel. Dan aku yakin pasti ponsel ku pun mati, karena kehabisan baterai. Sekali lagi maaf ya Drew," ucap ku dengan sedikit bersalah.
"Tidak apa-apa Mel, yang penting kamu baik-baik saja. Oia kita makan siang dulu yuk, kebetulan di ujung jalan sana ada restoran yang baru saja buka?" Ajak Andre padaku sebenarnya aku ingin sekali menolaknya tapi, aku tidak enak jika terus menerus menghindar. "Tapi, jika kamu tidak mau juga tidak apa-apa Mel!" Imbuhnya lagi.
"Aku bisa kok Drew," jawabku dengan cepat.
"Baiklah ayo," ajak Andre padaku, sebelum tangan Andre berhasil menggenggam ku. Aku sudah lebih dulu jalan meninggalkannya di belakang.
"Mel tunggu," pekik Andre padaku. "Oia tadi saat aku tiba di rumah sakit, kenapa kamu tidak ada Mel? Apa kamu habis bertemu seseorang!" Tanya Andre dengan keingintahuannya.
"Iya. Tadi ayahku datang kemari, dan kami mengobrol sebentar di cafe seberang jalan rumah sakit." Jawabku dengan sejujurnya.
"Ayahmu? Mau apa dia datang kemari!" Tanya Andre semakin penasaran.
"Tidak tahu, mungkin dia merasa bersalah padaku dan ibu." Ucapku dengan singkat. Karena aku tidak mau Andre mengetahui apa yang ayah katakan tadi.
"Mel!" Kata Andre memanggil namaku.
"Ada apa Drew," jawabku dengan singkat.
"Aku mencintaimu," gumam Andre, kemudian mencium bibirku sekilas.