Selamat Membaca
Mungkin ini rasanya beruntung dan sial terjadi dalam satu detik. Beruntungnya, fisik jangkung berbahu lebar milik Alter itu datang tepat waktu menerobos pertahanan markas geng RAVELION. Sambil mengulum permen dengan tongkat baseball dibawanya.Sialnya, kenapa harus dia yang menolong Choco?! Ia masih bersimpuh di rong-rong bawahan Matthew, bersama Farez dalam kondisi terikat tali dan mulut tertutup rapat lakban.
Malam ini sepertinya akan ada pertumpahan darah.
"Lepasin dia," tekan Alter, menunjuk Choco yang lemas duduk di lantai.
"Cih, omongan lo seakan nyuruh gue buat lepasin ayam dari kandang," cibir Matthew mengangkat dagunya angkuh. Lalu menghampiri Alter. "Gak semudah itu."
"Dia milik gue. Cepat lupain dia atau lo terima konsekuensinya." Kini Alter mengancam, intonasinya terdengar mengerikan.
Refleks Matthew tertawa. "Lawak. Mau sok jagoan lo? Pengen jadi pahlawan kemalaman, gitu? Hahaha. Candaan lo garing."
"Tapi sebelum itu .... " Perkataan Matthew barusan sengaja di jeda beberapa saat, sebelum akhirnya mengulas seringai dengan kedua tangan memainkan balok kayunya. "Lawan kami terlebih dulu."
Alter malas menjawab. Cukup diam mengamati sinis para anggota geng RAVELION sudah mengepung tubuhnya tanpa celah. Nyaris oksigen susah masuk saking pengap. Pupil mata coklat emas cowok itu mengedar.Kekehan pelan meluncur bebas dari bibir penuh Alter, mulai menurunkan tongkat baseball bersiap bermain. Sejenak, dia melirik sekilas Choco jauh di depan sana.
"Dasar," gumamnya.
Mata Alter terkunci pada netra gelap Matthew. Memasang wajah beringas, mengumpulkan tenaga lebih. Ketika anak buah RAVELION ada pergerakan, barulah Alter mengayunkan tongkatnya brutal.
"MATI LO, ANJ*NG!"
Dugh! Bag! Bugh!
Srkk!
Suara pukulan demi pukulan begitu menggema di bangunan gelap penuh hawa dingin itu. Choco dapat menyaksikan langsung, keganasan seorang Alter Jay Daniel Sebastian yang membabi-buta hingga satu-persatu musuhnya tumbang dengan darah pekat.
Lebih parahnya lagi, entah sejak kapan anggota geng DARK ZELOX turut membantai RAVELION habis-habisan. Alter jadi tidak kewalahan.Regan, datang sambil mencekik salah seorang cowok botak anak RAVELION menggunakan rantai. Sampai korbannya sesak napas. Regan terkekeh.
"Payah lo segini doang bengek, Ipin."Bergeser ke kanan, ada Lucas serta Ethan dengan kompak memasukkan anak RAVELION lain ke dalam karung. Lalu diikat dan digantung.
"Dibawa ke mana ini, cok?"
"Buang ke kali aja, lah. Ribet."
Sedangkan Zidan, menindih bawahan Matthew itu setelah berhasil ditendang kejantanannya. Cowok itu meludah ke wajah si korban. "Ups, sorry kena jigong wangi mawar gue."
"B-brengs*k!!!" maki Matthew berteriak, tangan mengepal murka. Sangat murka. Melihat semua bawahannya sudah terkapar berdarah-darah. "Lo semua anak bangs*t! Arghhh, kampret!"
"Cieee, ngambek," gurau Ethan, si tukang lawak.
"Cup Cup Cup, kasian temen-temennya tepar semua. Cepuin, dong." Lucas ikut-ikutan.
"Makanya jangan sok jagoan. Kena omongan sendiri kan lo." Regan geleng-geleng kepala.
"Malu lo pasti. Haha." Zidan tertawa menggelegar.
Berbeda dengan rekan-rekan gengnya yang menggoda Matthew sampai terpuruk sendirian, justru Alter berlari menuju Choco. Cowok itu berjongkok, melepas ikatan tali di lengan sang gadis juga lakban yang menutupi mulut.
Choco sontak menghirup udara rakus. "Hosh! Hosh! Akhirnya, penderitaan hamba selesai, Tuhan!"
"Lo gapapa?" tanya Alter, tetap judes.
"Gapapa matamu katarak! Liat, nih, muka gue ada darahnya! Badan gue encok dibilang gapapa," cibir Choco. Ia langsung berjalan memegangi tubuh Farez yang terbaring pingsan.
"Tunggu," cegah Alter membuat Choco urung melepaskan tali di lengan Farez. Alter kembali bicara. "Kenapa tuh cowok cupu di sini?"
"Sempat-sempatnya lo tanya di keadaan gawat gini, hah?! Cepet bantu gue! Buruan gendong Farez soalnya dia pingsan. Nanti gue jelasin kenapa dia terseret."
"Hah?"
"Hah, hoh, hah, hoh. Sarap lo? Cepetan gendong Fares, eih! Kasian," desak Choco galak.
Karena lumayan bosan sekaligus takut pada sikap Choco yang sekarang, nyali Alter menciut. Terpaksa menurut kemudian membuka lakban di mulut Farez lalu menggendong laki-laki mirip nobita itu. Meski jijik.
"Woy, lo berempat!" panggil Alter terhadap kawanan DARK ZELOX yang masih menghajar Matthew.
"Apa, ngab? Gue lagi main mainan baru tau," balas Regan.
"Gue cabut," sahut Alter sedikit keberatan ditimpa badan Farez yang tertidur di punggungnya. "Mau nganter dua anak culun."
"Widih, gentle juga Pak Ketu."
Alter mendengkur. "Bacot."
Selama perjalanan berlangsung, arah pandang Choco terpaku pada luar jendela mobil. Ia duduk kaki di jok depan mobil Alter, bersama cowok itu yang duduk berdampingan seraya fokus mengontrol stir.
Sementara Farez, dia sudah tersadar sejak tadi dibaringkan di jok belakang. Laki-laki berambut mangkok itu sama tegangnya, menatap gemerlap malam ibukota di luar sana.
Suasana di dalam mobil mewah itu pun menjadi canggung dan aneh.
"Emm, Farez," seru Choco seketika. Menengok ke belakang.
Farez tentu mencondongkan badannya ke depan. "I-iya? Kenapa?"
"Lo ... gapapa, kan? Masih ada yang sakit?"
"Nggak. Aku baik-baik saja."
"Tapi, muka sama tubuh lo banyak darah tau!" tampik Choco kesal, sangat tertebak kalau Farez selalu pura-pura tegar seperti ini. "Mau gue obatin?"
Farez mengerjap, pipinya mendadak menyemburkan rona merah. Dia menggeleng pelan.
"Nggak papa, Choco. Nanti aku bisa obati ini sendiri." Dia mengusap kulit wajahnya yang banjir darah segar akibat kekasaran Matthew. Memang agak sakit. Tulang-tulang rusuk pun serasa patah.
"Atau mending kamu obatin seseorang yang kayaknya lebih parah dibanding aku," sambung Farez, melirik Alter.
"Ah, begitu, ya." Choco tersenyum masam.
Ia kembali duduk menghadap depan, menatap sebentar rupa Alter dari samping. Dilihat-lihat, ganteng juga. Apalagi saat konsentrasi menyetir begini tanpa pengalihan. Hanya saja bercak-bercak merah di kulit wajahnya agak mengganggu.Benar apa kata Farez, Alter lebih parah. Kulit cowok itu banyak sekali lebam ungu bekas tonjokan, dihiasi darah pekat yang mengucur deras.
Tanpa sadar, Choco mendekat. Mengelap cairan kental tersebut dari wajah Alter pakai tisu. Membuat si empu meringis samar.
"Maaf, gue gak sengaja," ujar Choco kelabakan, sigap menjauh sebelum kena semprotan mulut pedas Alter.
Hening tiga detik. Tak ada sepatah katapun terucap. Terlihat, bola mata Alter kini bergulir ke arah Choco. Memandang gadis itu lekat-lekat, diselingi senyum simpul.
"Kenapa gak dilanjut?"
"H-hah?!" Choco menengok kaget.
"Gue bilang kenapa gak dilanjut." Alter menghela nafas panjang.
"L-lanjut apanya?"
"Obati luka gue."
"Lo ngarep banget diobatin sama gue. Ngefans, ya? Ahaha," canda Choco tertawa dipaksakan, supaya tidak salah tingkah. Ia mengusap tengkuk.
Rem mobil diinjak setelahnya tanpa aba-aba, membuat tubuh Choco maupun Farez yang sedari tadi penonton setia langsung tersentak ke depan. Kaki Alter tetap menginjak rem, berakhir terhenti di tengah jalan yang untungnya sepi.
"Astaga! Apa-apaan, sih?! Lo ngajak mati?!" gerutu Choco sebal.
"C-choco, tenanglah .... " Farez menepuk pundaknya dari belakang.
Keterkejutan bertambah besar, keadaan semakin memanas tatkala Alter memajukan wajahnya sampai tidak tersisa jarak dengan permukaan wajah Choco. Mata keduanya bertumbukan, Choco tercengang setengah mati.
Sambil menenggak ludah, ia berujar, "L-lo kenapa—"
"Obati luka gue. Sekarang," titah Alter tanpa bantah.
"Oke, oke, gue ngerti. Tapi kenapa posisinya harus gini?"
"Salah?" tanya Alter balik.
Cowok itu kian mengikis jarak, nyaris mulut saling menyatu membuat Choco refleks memejamkan kelopak mata. Paru-parunya benar-benar seperti diremas.Farez yang resah menonton mereka bak melihat syuting drama, sudah keringat dingin sambil gigit jari. Ingin memberhentikan juga, dia takut. Takut Alter mengejarnya.
"P-please, munduran .... " lirih Choco gemetar. Tangannya menahan dada bidang Alter.Nihil, tak ada respons. Hanya senyuman licik yang Alther tampilkan.
***
Waktu semakin larut, arloji yang melingkar cantik di pergelangan tangan mungilnya menunjukkan pukul sebelas malam. Ia mondar-mandir gelisah di teras rumah megahnya, setia memandangi gerbang berharap yang dinanti datang.
Sayangnya, Alter tak kunjung menampakkan diri. Padahal Cherry susah payah berdandan lama, rambut digerai bergelombang, dress maroon selutut, make up natural tapi terkesan glamour.
"Ck, kemana dia pergi? Masa Alter lupa sama pertemuan keluarga malam ini?" monolognya, berdecak. "Padahal sekarang, kan, mau membahas pertunangan kita .... "
Mata Cherry berganti sendu, ia menatapku ubin keramik dengan bibir mencebik. "Om Kenzo sama Tante Amora sudah datang, masa calonnya enggak? High, kesal! Di dunia novel ini pokoknya aku harus tunangan sama Alter!"
"Loh, kamu masih nunggu Alter?" Suara lembut Amora tiba-tiba beralun, Mama Alter yang awet muda itu muncul di sisi Cherry.
"Iya, Tante. Katanya Alter datang jam tujuh, kan? Kenapa sekarang sudah jam sebelas, dia nggak datang? Apa Alter baik-baik saja?" tanya Cherry beruntun.
Amora terenyuh, wanita bersetelan serba hitam tersebut mengelus pucuk surai Cherry. "Sabar, ya. Sebentar lagi anak saya pasti datang, kok. Mungkin jalannya macet, atau dia masih mengurus anak-anaknya."
"Anak-anak?!" Cherry melongo.
"Ah, sepertinya kamu salah paham. Maksud Tante bukan anak-anak yang seperti 'itu'," terang Amora terkekeh halus. "Meskipun Alter kelihatannya garang, hobi berantem sama balapan, dia merawat anak bebek warna-warni."
"B-bebek?"
"Iya. Alter anaknya pecinta bebek, dianggap hewan itu anak-anaknya sampai dikasih nama keren-keren. Setiap malam pasti ada aja suara wek wek. Haha."
Oh! Cherry baru ingat, di novel 'I'm a Queen' miliknya disebutkan bahwa tokoh Alter maniak bebek meskipun sifatnya yang temperamental. Tidak ada orang tahu, di kamar Alter kadang ribut anak bebek warna-warni berkeliaran.Tapi cowok itu dengan sabar merawat mereka sampai sedikit besar. Sikapnya yang dingin dan sarkastik, berubah menjadi manja dan gemas saat memeluk para bebek-bebek.Mengingatnya saja, Cherry tersenyum geli.
"Yuk, nak, kita masuk saja dulu," ajak Amora lembut. "Biar suami saya yang menjemput Alter. Pasti dua menit lagi ke sini. Kamu jangan di luar lama-lama, nanti masuk angin karena cuaca sekarang dingin-dinginnya."
"Ah, baik, Tante." Cherry mengangguk patuh.
Hah ... Cherry sungguh tidak sabar ingin cepat bertunangan dengan Alter.
Setibanya di area halaman depan rumah, Alther memarkirkan mobilnya. Beberapa menit sebelum pulang, ia mengantar Farez serta Choco dulu ke rumah masing-masing. Dan saat ini tinggal dirinya seorang.
Begitu mesin mobil dimatikan, ia menginjakkan kaki ke ubin keramik lantai, memasuki rumah emasnya itu yang sunyi. Tumben, biasanya Amora —Mama— menunggu di teras.
Namun, yang kini menanti kedatangannya malah sang Papa. Kenzo.
Alter berhenti melangkah, mematung di pintu saat sosok pria berperangai garang mirip sepertinya berjalan mendekat. Kenzo dengan tatapan sadisnya itu, mengepalkan tangan kuat.
Plakkk!
"Dasar anak tak berguna!"
Kepala Alter menyamping, pipi kanan terasa terbakar usai mendapat tamparan maut dari lima jari berurat Kenzo. Pria matang itu tampak marah, lalu menampar pipi Alter yang satunya.
"Apa-apaan kamu, hah?! Dari mana saja pulang sampai larut malam?! Itu wajah kenapa diplester sama diperban? Berantem lagi? Buat masalah lagi?! Anak sial*n!"
Alter membeku, rahang mengeras dengan gigi bergemeletuk ngilu. Membiarkan pria yang dilabeli sebagai Papa itu puas memaki. Ditambah kekerasan yang menampar nurani Alter.
Lagi, Kenzo melayangkan tinju pada perut Alter. Hingga sang anak melenguh keras lalu mundur.
"Harusnya sekarang kamu pergi ke rumah Harsa! Kamu lupa sama janji ini, hah?! Mau mengecewakan Papa lagi?! Bagaimana kalau anaknya si Harsa membatalkan pertunangan kalian?! Bisa rugi nanti Papa! Jadi anak berguna dikit, kek, kayak Kakak kamu!"
" ... mau."
Kenzo mengernyit. "Ngomong apa kamu?"
"Aku gak mau dijodohkan sama Cherry!" pekik Alther tepat di hadapan muka Kenzo. Baru kali ini ia seberani ini. Saking makanya. "Kenapa Papa mati-matian menjodohkan kami? Kenapa?! Aku masih SMA dan Cherry juga sama! Kenapa kami harus tunangan?!"
"Huh, dasar bodoh," decak Kenzo. Dia menendang tulang kering Alter teramat kencang.
"Kalau otak kamu tidak bekerja, setidaknya ada salah satu yang berguna. Dengan kamu bertunangan dengan Cherry, Papa akan selangkah lebih maju untuk merebut saham perusahaan Harsa. Dan jika sampai kamu menikah dengan Cherry, maka kita bisa manfaatkan."
Perlahan Kenzo mendongakkan kepala Alter, pria matang yang sempat memasang mimik beringas, kini menjadi senyuman penuh arti.
"Ayo, banggakan papamu sesekali. Nanti kamu juga bisa merasakan hasilnya. Seharusnya kamu tiru aksi kakakmu tahun lalu."
Alter terkekeh singkat, ia baru sadar bahwa sikap papanya memang serakah. Demi saham perusahaan orang dan hak waris, pria gila itu sampai menjual Alter ke keluarga senaif Tuan Harsa?. Dengan embel-embel perjodohan antar anak.Benar-benar rencana busuk.
***
"Maaf, saya terlambat."
"Wahh, akhirnya pangeran sudah datang." Harsa merespons cepat, berdiri dari kursi.
Terpaksa Alter membungkuk hormat, membenarkan tatanan dasi juga jas hitamnya. Cowok itu baru sampai di rumah kediaman Cherry, gara-gara desakan Kenzo. Butuh setengah jam Alter merapikan diri begini sampai akhirnya bisa datang.
Tampaklah, Harsa beserta anggota keluarganya duduk manis di kursi meja makan. Amora, Kenzo, turut duduk menghadap hidangan-hidangan yang tersaji. Alter secepatnya menarik kursi kosong di samping Cherry.
Gadis itu langsung merona dengan senyum malu.
"K-kenapa kamu baru datang?" tanya Cherry sungkan. Dia melotot kemudian memencet plester di kulit wajah Alter. "Kamu terluka?!"
"Sshh, jangan pegang gue," bisik Alter meringis. Bergeser menjauh.
"A-ah, maaf! Aku hanya mengecek, kok!"
"Berisik."
Mendapat kata penekanan dari sang tokoh pujaan hati, jiwa Gina yang menempati tubuh Cherry tertusuk ribuan kali. Sabar, maklumi saja, karena pada dasarnya Alter memang tipe cowok kasar tanpa empati.
Justru itu poin plusnya. Makin garang makin ... seksi?
"Cherry, Alter, mulai besok kalian berangkat bareng aja ke sekolah, ya?" usul Violet tanpa diduga.
"Iya, betul." Kenzo mengiyakan. "Bukannya kalian satu sekolah, 'kan? Tidak masalah kalau terlihat berduaan, dan juga bisa membuat kalian semakin dekat."
"Karena pertunangan kalian diadakan sebentar lagi, akan lebih bagus jika chemistry kalian dibangun dari sekarang. Supaya nanti tidak terlalu canggung, hehe," komentar Amora.
Harsa meneguk setengah gelas anggur merahnya. Lantas tersenyum penuh makna.
"Alter, jaga anak saya baik-baik, ya. Pastikan dia di sekolah tidak berbuat aneh-aneh lagi. Ajari juga cara berseragam sesuai tata tertib biar tidak seperti mau ke Club."
Cherry menggembungkan pipi kesal.
"Seragam aku gak seksi seksi amat, kok, Pa! Kenapa harus—"
"Baik, Paman," potong Alter gesit. Dia tersenyum hambar. "Saya akan menjaga Cherry sebagaimana mestinya."
Blush! Pipi Cherry mengalahkan warna blush on. Ia menunduk, tersipu-sipu merasa sudah meluluhkan hati sebatu Alter. Apa mungkin sekarang waktunya mereka saling jatuh cinta sesuai alur novel 'I'm a Queen' ?Cherry meremas dadanya pelan.
"Bisa gila aku! "
Bersambung