Selamat Membaca
"Iya. Mau pulang bareng?"
Jantung Choco berdetak tak karuan. Padahal ini bukan pertama kalinya Farez menawarkan pulang bareng, tapi saat ini rasanya benar-benar berbeda. Seperti hal baru bagi Choco.Dengan pipi memanas merah semu, Choco mengangguk pelan.
"K-kalo gitu, mau sekarang?" tanyanya bergeser ke samping tubuh Farez.
"Ayo, jalan."
Laki-laki itu mulai melangkah, berjalan mendominasi disusul oleh Choco di belakangnya. Di menit awal memang suasananya sedikit canggung dan awkward, karena dua-duanya tidak ada yang mau buka suara lagi. Sibuk dalam pikiran masing-masing.
Karena tak betah diam-diam terus, Choco gesit menyamakan langkahnya dengan Farez. Ia melirik ragu.
"Btw, gimana hubungan lo sama Cherry?"
"C-cherry?!" Farez terperanjat kaget, dia menunduk malu. "Kenapa kamu tanya Cherry tiba-tiba?"
"Yah, gue cuma kepikiran doang, sih. Siapa tau lo ada kemajuan gitu sama tuh Ratu. Udah kenalan resmi belum?"
"U-udah .... " jawab Farez tersipu.
"Baguslah." Choco mengatakan kata tersebut dengan tampang datar, seperti tidak ikut bahagia.
"Mungkin ini peluang besar lo biar deket sama Cherry, kalo udah kenal satu sama lain kan enak ngungkapin perasaan. Lo juga jadi cowok jangan pemalu, nanti Cherry diembat orang lo sakit sendiri."
Farez termangu beberapa detik, mencerna baik-baik nasihat sang kawan satu-satunya itu. Dipikir-pikir, Farez sadar bahwa tingkahnya menjadi cowok tidak gentle dan introvert.
Mungkin itu salah satu alasan mengapa Cherry awalnya tak menganggap dia ada.
"Apa ... aku cocok sama Cherry?" Mendadak pertanyaan tersebut meluncur dari bibir Farez.
Choco menoleh. Lalu tersenyum simpul.
"Ya, lo bisa kejar ketidakcocokan di antara lo sama Cherry. Patahkan saja sampai lo sadar bahwa lo bisa di samping Cherry. Sampai dia jadi milik seorang Farezka Geovano seutuhnya."
Mata Farez berkaca-kaca, hatinya memang sentimental. Sedikit disentil, langsung terenyuh. Justru di dalam lubuk hati Choco yang terdalam, ia tidak sungguh-sungguh mendukung laki-laki di sisinya ini. Bisa dibilang, hanya 'refleks'.
"M-makasih, Cho— "
"FAREZ!"
Choco membulatkan mulutnya, mata melebar setelah berteriak histeris. Farez, tubuh laki-laki kikuk berkacamata itu terpental ke aspal, sebuah motor ninja warna merah mengkilap sengaja menabrak Farez hingga dia terbaring dengan kepala berdarah-darah.
"Uhuk! Uhuk!" Farez terbatuk, mengeluarkan cairan merah kental dari bibirnya. Berusaha berdiri meski tulang sendinya seperti patah.
"F-farez! Lo gapapa?!" jerit Choco khawatir, sigap ia taruh lengan Farez di bahunya untuk dibopong.
Farez menggeleng lemah, sambil memegang perut. "Gapapa. Lain kali aku akan hati-hati."
"Gila! Siapa, sih, yang berani-beraninya nabrak lo?! Buta ya matanya?!" Choco terus marah-marah.
Brumm! Brumm! Brumm!
Sekitar enam motor ninja merah yang salah satunya menabrak Farez, bergerombol mengelilingi Choco yang membopong Farez hingga terkurung di tengah-tengah. Deru motor dari geng berjaket kulit coklat itu sangat bising, nyaris gendang telinga Choco pecah.
Dirasa cukup lama mereka berputar-putar, barulah semua anggota geng motor tersebut berhenti. Choco mundur selangkah, ketika satu anggota geng turun dari motor lalu membuka helmnya.
"Matthew?!" seru Choco, menatap waspada terhadap cowok berandalan yang mendekatinya.
"Kenapa! Kaget?" Matthew ber-smirk, maju memojokkan Choco. "Lo cewek culun yang jadi partner si Alter di karena, kan?"
"Ck, terus apa urusannya sama lo?!" sungut Choco sewot. "Minggir! Suruh pasukan lo buat tanggung jawab, gara-gara mereka temen gue cedera!"
Matthew melirik Farez sekilas, dia terkekeh.
"Gue butuhnya lo, bukan temen lo yang sakit-sakitan begini."
Choco menganga tak percaya. "Brengs*k! Jangan ngehina Farez sembarangan!"
"Kenapa? Dia anak presiden aja bukan, palingan anak gembel," hina Matthew. "Sama kayak lo."
Disisi lain di waktu yang serupa, kumpulan anggota DARK ZELOX masih senang-senangnya menikmati kejayaan. Mereka berkumpul di tepi arena selepas balap mengalahkan Ketua RAVELION, Matthew.
"Widih, ada yang jadi Raja lagi, nih," goda Ethan tertawa. Merangkul pundak Alter yang duduk bersama anggota lainnya.
"Biasalah. Ngalahin orang noob kek si Matthew cuma disentuh doang sama Ketua kita. Ngab Alter, hahaha," sambar Regan, sibuk menghitung lembar demi lembar uang hadiah balapan.
"Parah, tadi gue liat lo tancap gas banget pas di lintasan. Angin dari mana yang bikin lo semangat 45." Lucas berkomentar. Zidan angguk-angguk.
"Apa karena partner lo?"
Alter bungkam. Mendengar pertanyaan terlontar dari Regan, seketika ia teringat sesuatu. Cowok sangar itu menurunkan batang rokoknya yang menyala, celingak-celinguk mencari keberadaan seseorang.
Nihil, tidak terlihat.
"Ngape lo? Ada barang yang hilang?" tanya Lucas.
"Choco," gumam Alter. Lalu menatap kawanan gengnya. "Kalian liat Choco?"
"Oh, si culun. Palingan balik duluan. Tadi gue liat dia keluar arena kayak mau muntah," jelas Mark, anggota DARK ZELOX lain.
"Muntah?" Dahi Alter mengernyit curiga. Ia bangkit sembari mengenakan jaket hitamnya.
"Lah, lo mau kemane?"
"Cabut." Alter bergegas mencepatkan langkahnya.
"Mau ke mana, woi?!"
Regan turut berdiri, berteriak memastikan. Sejenak Alter mematung, baru sadar bahwa rombongan geng lawannya di arena yaitu RAVELION sudah tidak tampak lagi di kawasan sekitar sini. Begitu pun Choco yang hilang jejak.
Tidak. Jangan. Semoga perkiraan Alter meleset. Ia merasakan insting buruk.
"Ck, repot."
***
"Emm!"
Choco meringis tertahan, gadis itu tidak dapat menggerakkan kaki dan tangannya lagi sebab diikat oleh tali. Ternyata ia dan Farez diseret oleh Matthew bersama anggota RAVELION ke sebuah bangunan kosong pinggiran kota.
Badan Choco terduduk di lantai bangunan kosong dan kumuh itu, bersama Farez di sebelahnya yang diikat juga dengan mulut tertutup lakban. Sementara Matthew, cowok bejat itu mengurungnya.
Tempat ini telah dijaga oleh RAVELION tanpa celah sedikit pun.
"Ha, jadi ini doang kemampuan lo?" seloroh Matthew. "Payah."
Sial, kalau saja mulut Choco tidak dilakban, pasti sekarang ia akan menghajar habis-habisan.
Matthew berjongkok, mendongakkan dagu Choco dengan ujung balok kayu yang dibawanya. Dia tertawa sinis, bak psikopat.
"Ayo, lawan gue. By one. Bisa nggak?"
Cowok ini ....
Sinting!
"Si Alter beneran tolol, otaknya miring ke kanan. Matanya katarak apa gimana cewek model begini dipilih jadi partner?" hardik Matthew berdecak.
Lalu dengan tenaga penuh, balok kayu panjang yang dia genggam diayunkan kuat, memukul tulang kering Farez. Hingga laki-laki itu terdengar menjerit di balik lakban. Bahkan kacamatanya rusak diinjak anggota RAVELION.
Choco bergetar hebat.
"Dasar lemah," lontar Matthew, puas menyiksa Farez dengan ratusan pukulan balok kayu.
"Boss, boss!"
"Apa?" Matthew menggeram, aktivitasnya terganggu akibat bawahannya berlari menengahi.
"Gawat, boss! Gawat!"
"Gawat apaan, bego?! Lo punya mulut gak guna amat," desak Matthew kesal.
"Alther."
"Alther?"
"Dia di sini."
Otomatis Matthew mengernyit, sebelah alis terangkat heran. Jelas-jelas lokasi bangunan kosong bekas mall ini terletak jauh dari pusat kota. Bahkan warga sekitar tak berani datang karena dianggap angker.
Bagaimana bisa Alter, rival abadinya yang mengalahkannya tadi di arena, datang dadakan?
"Gak mungkin—"
"MATTHEW! KELUAR LO!"
Seluruh perhatian orang-orang yang menempati bangunan itu, terkunci pada sesosok tubuh tegap dan kekar terbalut jaket hitam DARK ZELOX. Teriakannya bergema, berjalan masuk sambil menyeret balok kayu.
Choco melotot. 'Alther?!'
Orang yang barusan datang mengusik ketenangan, memberi seringaian.
Matthew menggeram rendah.
"Ternyata lo beneran datang, Alter."
Bersambung