Alice masih duduk di samping ranjang Ayden dengan setia, jemarinya menunjukkan gerakan lemah. Samar namun terasa. Perlahan, Aydan mulai membuka mata. Ia siuman.
"Aku disini, Ayden. " bisik Alice lirih, Ayden menjawab dengan matanya. Seulas senyum terkembang di bibir pucatnya.
"Alice, sejak kapan kau berada di sini. M—maafkan aku. Aku sangat mengantuk, mereka memberiku obat tidur, dan suntikan penahan sakit."
Netranya nanar menatap anak lelaki yang sudah beranjak besar tersebut. Tubuh gempalnya berubah kurus. Kulit kecoklatannya berubah putih pucat hingga menampakkan pembuluh darah yang berwarna kehijauan.
"Baru saja, aku sangat merindukanmu, bagiamana kabarmu?"
"Kurang baik, semua tulang-tulangku seperti diremukkan. Kepalaku juga sangat sakit, aku sudah tidak bisa makan apapun setelah kemoterapi kemarin. Suster Venna bilang kalau, terapi yang dilakukan tidak berjalan sesuai harapan. Apa itu berarti aku akan mati? Alice?" Suara Ayden bergetar.