Chapter 9 - Niat buruknya Saga

Tawaran dari Bella seketika membuat Saga merasa bahwa wanita itu mencoba untuk terus berbuat baik walaupun secara terpaksa.

Tidak ingin menjawab permintaan dari Bella, dan justru memilih untuk segera pergi dari hadapan wanita itu tanpa berkata sepatah kata pun. Alhasil, membuat Bella merasa geram ketika melihat tatapan sombong yang sedang Saga perlihatkan.

"Arghh! Kalau bukan dia sekarang menjadi suamiku maka akan aku cubit-cubit sekujur tubuhnya itu," gerutu Bella dalam batinnya. Ia hanya bisa melepaskan kekesalannya itu secara diam-diam.

Selepas Saga pergi, dan Bella memilih untuk membersihkan tubuhnya sendiri sembari menikmati hangatnya pancuran air yang ke luar dari shower. Kebosanan dalam hatinya sedikit terobati ketika ia sedang rajin membersihkan tubuh menggunakan banyaknya luluran khas buatan sendiri.

Berbeda dengan Niko, ia sekarang berjalan dengan santai masuk ke dalam mobilnya.

Mengambil ponselnya sembari menghubungi seseorang. "Hallo, Sam. Aku sedang menuju ke rumah sakit sekarang. Apa keluarga dari ayahnya Bella masih berada di sana?"

"Benar, Tuan Saga. Salah satu putrinya sedang berjaga di dalam," sahut Sam dari balik ponsel.

"Ya sudah tetap awasi, lima belas menit lagi aku akan sampai."

Panggilan itu pun terhenti.

Tak berapa lama, Saga pun tiba di rumah sakit tempat adiknya juga di rawat. Sebelum turun, ia tidak lupa memakai topi hitam dengan kacamata hitam agar dirinya tidak dikenal oleh banyak orang. Sebab, semua orang hanya tahu bahwa Saga masih berada dalam keadaan yang lemah, dan tidak dapat berjalan.

Menghampiri Sam dan Bian yang sedang duduk di depan pintu kamar adiknya. Mereka berdua pun memberikan hormat ketika kedatangan tuannya.

"Bagaimana? Apa pria tua itu masih dalam keadaan kritis?" tanya Saga.

"Tidak lagi, Tuan Saga. Sebab, kami sudah menaruh alat perekam suara untuk mendapatkan informasi, dan seperti pria tua itu telah sadar," sahut Bian dengan kebenaran yang sedikit membuat Saga kecewa.

"Sial! Ternyata nyawanya kuat juga," gumam Saga. "Tapi, sebenarnya dia sakit apa?"

"Terkena serangan jantung, Tuan Saga. Namun, kami juga mendengar bahwa beberapa kali putrinya menangis, dan pria tua itu terus memanggil nama Nona Bella. Mungkin dia merindukannya." Sam memberikan informasi.

"Bagus, berarti kita bisa menggunakan cara yang lebih mudah agar semakin membuat jantungnya itu melemah. Tapi, ngomong-ngomong bisakah kalian mengalihkan perhatian dari putrinya itu? Apa ada ide?" tanya Saga sambil menatap kearah dua pria tangan kanannya.

Sam dan Bian sama-sama terdiam, dan menatap satu sama lain. Mereka sedang mencoba mencari ide baru. Tapi, ternyata ide tersebut tidak dapat ia temukan.

"Tuan Saga, masalah ini terlalu sulit," sahut Bian dengan perlahan agar tidak membuat atasannya marah.

Membuat Saga merasa kecewa, namun ia juga tidak bisa memaksakan kehendak seseorang untuk bisa berpikir keras.

"Kalian terlalu lemah." Singkat kata, namun mampu membuat Sam dan Bian merasa ketakutan.

Alhasil, Saga memilih untuk mencari kesempatan agar bisa masuk ke dalam ruangan tersebut. Ia pun akhirnya menemukan sebuah ide baru. Tanpa mengajak kedua asisten pribadinya itu, Saga segera berjalan kearah seorang perawat demi bisa melancarkan segala rencananya.

Demi bisa menjalankan rencananya dengan sukses, ia pun menuliskan sebuah surat agar terlihat benar-benar nyata.

"Suster, bisa saya meminta pertolongan sebentar?" tanya Saga.

"Ya, perlu bantuan apa, Tuan?" Dengan polosnya suster mengiyakan.

"Begini, di dalam ruangan itu sekarang ayah dari wanita yang ingin mengirimkan surat ini. Tapi, dia tidak bisa masuk begitu saja karena ada masalah keluarga. Untuk itu tolong titipkan surat ini supaya adiknya dapat mengetahui. Surat ini dari kakaknya bernama Bella. Tolong ya, Sus." Saga meminta pertolongan dengan tatapan yang penuh belas kasihan.

"Baiklah kalau begitu, Tuan. Akan saya berikan."

"Terima kasih banyak, Sus. Ini ada sedikit uang belanja untukmu, terimalah."

"Ya ampun, terima kasih juga, Tuan."

Raut wajahnya Saga terlihat senang ketika berhasil membuat suster tersebut menuruti permintaannya. Ia pun menunggu di luar sampai adiknya Bella bisa ke luar.

Elena Ozawa sedang asyik-asyiknya mengotak-atik ponselnya, dan ia sedikit terkejut ketika kedatangan seorang suster ke dalam ruangan ayahnya di rawat.

"Permisi, Mbak. Ini ada titipan dari seorang pria. Katanya dari kakaknya. Kalau begitu saya permisi dulu ya."

"Baik, Suster."

Membuat Elena merasa heran dengan titipan itu, dan begitupun dengan ayahnya.

"Apa itu, nak?" tanya Ayah Freedy.

"Aku juga tidak tahu, Yah. Katanya dari kakak, tapi aku belum melihatnya," sahut Elena.

"Dari kakak? Mungkin itu memang benar dari kakakmu. Sudah cepat bacakan surat itu karena pasti kakakmu juga sedang merindukan ayah." Ayah Freedy begitu tidak sabar ketika mendengar kabar dari putri pertamanya.

"Aneh, kalau memang dari kakak, dia kan bisa menghubungiku." Elena merasa sedikit heran, tapi ia juga tidak berniat untuk membuat ayahnya kecewa karena sudah terlalu senang.

"Mungkin saja ponsel kakakmu sedang mati atau dia sedang sibuk. Sudah, Nak, buka cepat surat itu," paksa sang ayah.

"Baiklah." Dengan perlahan Elena melihat isi surat tersebut, dan ia segera membacakannya agar bisa membuat ayahnya juga bisa mendengar. "Maafkan aku, Yah. Sebab, belum sempat menjenguk ayah sakit sekarang, tapi tenanglah aku akan datang setelah ini. Namun sekarang, tolong minta adik untuk menjemput ku. Terlebih tidak ada taksi yang lewat sejak tadi, di jalan alamat ini." Tertulis dari Bella putri kesayangan ayah.

"Ya sudah sekarang kamu jemput kakakmu ya. Dia pasti ingin sekali datang melihat keadaan ayah sekarang," ucap Ayah Freedy. Padahal, Elena belum sempat menyelesaikan bacaannya.

"Tapi, apa Ayah tidak akan kenapa-kenapa kalau di sini sendirian? Sedangkan Fiona juga akan datang bergantian denganku nanti malam," tanya Elena dengan perasaannya yang sedikit tidak nyaman.

"Nak, jangan khawatirkan Ayah. Di sini banyak dokter dan suster. Utamakan kakakmu dulu. Ya sudah cepat jemput kakakmu. Dia pasti sudah lelah menunggu apalagi tidak ada sepeda motor yang bisa ia pakai." Ayah Freedy terus memaksa.

"Baiklah, kalau begitu Elena pergi dulu ya."

Membuat Ayah Freedy sangat senang ketika mendengar kabar dari anaknya. Walaupun ia takut membuat Bella merasa sedih dengan melihat keadaannya yang sedang terbaring lemah. Namun, untuk sekali lagi putrinya Bella yang mengembalikan raut wajah keceriaan untuknya.

"Mungkin nanti aku bisa menjelaskan semuanya tentang alasan pernikahanmu, Bella. Dengan semua kejahatan yang bukan aku lakukan ketika lima tahun yang lalu," batin Ayah Freedy.

Dari luar ruangan, Saga bersama dengan kedua tangan kanannya itu sedang mengintai Elena ke luar. Hingga wanita itu pun pergi.

"Bian, kamu tetap berjaga di depan kamar adikku. Sam yang akan berjaga di depan kamar pria tua itu. Ayo cepat kita harus segera bergegas."