Chapter 7 - Ngeselin banget

Membuat Bella berdiri mematung dengan pikirannya yang terus-menerus mencoba berpikir. Ia semakin cemas dan merasa bimbang dengan sosok pria bertopeng yang sama sekali tidak dapat ia kenali. Ditambah pria itu selalu memakai pakaian serba hitam hingga membuatnya sulit untuk tetap mengenali.

Kecurigaan mengarah kepada Sam, sebab hanya pris itu yang berada di rumah bersama dengannya. Namun, Bella tahu tidak bisa menjatuhkan tuduhan dengan sembarang tempat.

"Tapi, aku tidak memiliki bukti apapun, ditambah pria bertopeng lebih tinggi dari tubuhnya Sam. Arghh! Ini benar-benar memuakkan," geram Bella sambil ia menghentakkan kakinya.

Terdengar suara hentakan kaki, dan membuat Sam segera berjalan mendekat, sebab ia tidak berada jauh.

"Nona Bella, kamu baik-baik saja?"

Sontak membuat Bella terkejut ketika pria itu datang mendekat kearahnya. Ia hanya tidak menyangka orang yang sedang ada dipikirannya sedang berada dekat.

"Ya aku baik-baik saja, tapi karena kamu ada di sini. Jadi, bisakah kamu jelaskan tentang semalam kamu pergi ke mana?" tanya Bella.

Keningnya Sam berkerut di saat mendengar hal itu, ia pun merasa bingung dengan pertanyaan yang sedang ditanyakan. Namun, ia teringat dengan suatu hal tentang niat Tuan Saga.

"Semalam? Aku berada di rumah samping, Nona Bella. Kebetulan aku dan Bian tinggal bersebelahan dengan Tuan Saga. Sebab, kami memang diutuskan untuk selalu berada dekat. Tapi, kenapa Nona Bella sampai bertanya seperti itu? Apa ada sesuatu yang terjadi?" Sam menjawab dengan santai.

"Jadi, kalau begitu siapa juga?" batinnya Bella yang semakin dibuat bingung dengan semua jawaban yang sedang ia butuhkan.

Membuat Bella terdiam, dan segera melangkah pergi. Namun, tangannya tiba-tiba saja digenggam dari arah belakang.

"Tunggu dulu." Saga mencoba menghentikan.

Melihat kedatangan Saga, Sam segera berjalan pergi, namun tidak dengan Bella.

"Hey, aku dengar sejak tadi kamu terus bertanya kepada asisten pribadiku. Apa kamu diam-diam menyukai salah satu dari mereka?" tanya Saga dengan tiba-tiba.

"Apa maksudmu? Memangnya wanita seperti apa aku ini?" cetus Bella sampai membuatnya menatap tajam kearah suaminya.

"Oh ya? Lalu kenapa kamu seperti itu? Jangan-jangan kamu sudah sering ya menggoda banyak pria?" Saga kembali menjatuhkan tuduhan dengan seenak jidatnya.

Semakin dibiarkan, semakin pula bertingkah. Bella segera melepaskan tangannya yang sedang digenggam, ia pun menarik nafasnya dengan memburu sebelum menjatuhkan jawaban.

"Wahai, Tuan Saga yang terhormat! Aku tidak akan melakukan hal serendah itu, apalagi tubuhku masih suci," cetus Bella. Namun, tiba-tiba saja ia teringat, hatinya bahkan deg-degan. "Ya ampun, aku sangat percaya diri sekali, bagaimana kalau seandainya dia meminta haknya sebagai suami? Dan ternyata aku berbohong, bahwa semalam kesucian ku telah terenggut," batinnya

"Lalu kenapa wajahmu sampai tegang begitu?" Saga bertanya sampai memicingkan matanya.

"Um, i-itu ... tidak ada! Aku hanya merasa kelelahan. Sebaiknya aku pergi dulu." Bella berusaha menghindar, tapi lagi-lagi tangannya kembali ditahan.

"Dorong kursi rodaku," perintah Saga.

Dengan terpaksa Bella pun mengiyakan perintah tersebut, tapi ia kebingungan harus mendorong kursi roda itu kearah mana. "Tuan Saga, kamu ingin aku bawa ke mana?"

"Ke dalam kamar kita berdua."

"Ta-tapi untuk apa?" Bella sampai gelagapan.

"Kenapa kamu takut sekali, Bella? Bukannya kamu sendiri yang bilang masih suci? Ya sudah aku ingin membuktikannya sekarang."

Bella sampai tidak bisa berkata-kata lagi, namun batinnya berkata. "Gawat! Jelas-jelas bercak darah itu adalah darah keperawanan ku. Bagaimana kalau sampai terbukti aku berbohong?"

"Anu, Tuan Saga. A-aku sedang datang bulan."

"Benarkah? Sini aku periksa?" Saga segera menarik pinggangnya Bella dengan kuat.

"Ee ... Tunggu dulu! Tuan Saga, jangan melihatnya, aku masih belum terbiasa dengan orang lain. Meskipun kita sudah menikah, tapi tolong berikan aku waktu sampai bisa berani denganmu," sahut Bella sembari menundukkan kepalanya karena ia merasa sangat tidak percaya diri.

Tidak segera menjawab sahutan dari Bella, namun Saga justru tersenyum tipis sambil batinnya berkata. "Mau kamu memberikan alasan seribu kali pun, aku tetap sudah melihat tubuhmu, Bella."

"Um, ya baiklah aku akan memberikan waktu untukmu. Tapi, jangan lupakan status mu sebagai istriku," sahut Saga dengan sedikit ancamannya.

"Ya pasti aku akan ikhlas memberikan hak mu karena semua itu memang sudah menjadi tugasku sebagai seorang istri." Bella tahu, dan ia menurut.

"Ya sudah sekarang siapkan air hangat untukku mandi, Bella."

Kembali membuat Bella kebingungan dengan permintaan yang sedang diajukan oleh Saga. Ia pun bertanya. "Apa di sini kamu kekurangan pelayan? Sepertinya ada sepuluh pelayan di rumah ini."

"Ya aku kekurangan pelayan untuk melayaniku. Bukankah kamu istriku? Jadi, ingatlah kamu istriku dan patuh dengan suamimu," jelas Saga sembari ia menahan senyumnya karena sudah berhasil membuat Bella merasa kesal.

Menghembuskan nafasnya dengan memburu, dan Bella menjawab. "Ya baiklah." Menjawab dengan nada suara yang lemas.

"Yang ikhlas dong." Saga tahu Bella sangat keberatan.

"Iya ini udah ikhlas!" Menjawab dengan suara yang lantang di saat Bella melangkah pergi."

Tanpa Saga sadari ia bisa tertawa kecil ketika melihat Bella menampilkan wajahnya yang cemberut. Entah kenapa kini ia merasa semakin ingin mengerjai wanita itu, walaupun ia tahu batasan untuk tidak menimbulkan rasa sayang terhadap Bella.

Sangat sedang asyik-asyiknya terkekeh, Bian pun datang mendekat sembari ia memberikan hormat seperti biasanya. Namun, Bian sedikit terheran ketika melihat raut wajah atasannya begitu bahagia.

"Ehem! Lagi kesemsem ya?" Ledek Bian dengan pertanyaannya.

"Mau gaji mu dipotong bulan ini?" Saga segera mengancam dengan memberikan tatapan mematikan.

"Eee ... Jangan dong, Tuan Saga. Yaelah enggak lucu banget kalau becanda main potong gaji. Iya deh maaf ... Tapi, ngomong-ngomong kayaknya lagi senang banget ya sama Nona Bella?" Semakin membuat Bian ingin kembali meledak tuannya.

"Iya lanjut terus ... Dua persen bulan ini lenyap!" tegas Saga dengan memperlihatkan senyum manisnya, dan ditambah kedipan matanya.

Membuat Bian hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar ketika merasa jijik melihat senyuman manis dari atasannya.

"Um, Tuan Saga, aku ingin memberikan kabar kalau ternyata sekarang keadaan ayahnya Bella semakin kritis. Jadi, apa langkah yang kedua kita mulai sekarang atau tidak?"

"Aku rasa kita bisa lebih bersabar karena pastinya kedua putri dari Freedy masih setia berada di rumah sakit kan?"

"Ya sepertinya begitu, Tuan Saga." Bian pun mengiyakan.

"Ya sudah kamu tetap awasi, dan nanti segera lakukan rencana kita di waktu yang tepat. Lalu culik salah satu adiknya Bella," perintah Tuan Saga dengan tatapannya yang kembali terlihat tajam.

"Tapi, Tuan Saga. Adiknya yang mana harus aku culik?" Bian semakin membingungkan.

"Aku bilang salah satu, Bian! Salah satu ... terserah deh siapa saja boleh, penting ada." Saga menahan kesalnya ketika Bian sering sekali tidak nyambung.