Kedatangan pria misterius yang memakai topeng tersebut sangat-sangat membuat Bella merasa cemas dan was-was. Ia terus bersembunyi dibalik penutup jendela kamarnya, namun tidak ia sadari bahwa penutup jendela itu tidak sampai menyentuh lantai, dan tentunya ujung kakinya terlihat jelas dari luar.
Masih merasa bahwa dirinya tidak sampai ketahuan, dan Bella terus berharap jika pria tersebut secepatnya pergi. Namun justru tidak sesuai dengan permintaannya.
Pria misterius sudah menatap kearah kakinya Bella yang terlihat, namun ia dengan sengaja bermain-main karena seolah-olah dirinya belum mengetahui keberadaan Bella.
Merebahkan tubuhnya dengan sendirinya, pria bertopeng tersebut tersenyum tipis sembari bertanya. "Mau sampai kapan kamu bersembunyi, Bella? Ayo sini ke luar dan hadapi aku."
Masih tetap membuat Bella berpikir jika dirinya belum ketahuan, dan ia terus berusaha untuk bersembunyi sampai-sampai menahan nafasnya sendiri agar penutup jendela tersebut tidak bergerak.
Tetapi sayangnya pria bertopeng itu dengan langkahnya yang cepat untuk mendekat, dan membuka penutup jendela tersebut secepat kilat.
Sontak membuat Bella terkejut hingga ketakutan begitu terlihat jelas di wajahnya. Tak ingin terus-menerus berada dalam ancaman tersebut, dan Bella berusaha untuk berlari kearah pintu.
Menggedor-gedor pintu dari dalam, dan berharap ada seseorang yang dapat membantunya. Namun sayangnya, pria misterius bertopeng justru yang mendekat. Membuat pria tersebut menutup mulutnya Bella dengan kuat menggunakan tangannya.
"Jangan berpikir untuk lari dariku, Bella. Kamu tidak akan selamat, dan aku akan mengikuti mu meskipun ke neraka sekaligus hahahaha. Kau akan menjadi sasaran ku selanjutnya setelah membuat ayah dan adikmu tiada," ancam pria bertopeng itu.
Tubuhnya Bella terdiam dengan tiba-tiba saat ia mendengar ancaman untuk keluarganya. Tentu saja ia sangat ketakutan jika harus kehilangan adiknya juga.
"Tolong aku, siapapun tolong aku," batinnya Bella yang berusaha keras agar bisa mengucapkan kata itu terdengar, namun sayangnya mulutnya tertutup rapat hingga membuatnya meminta pertolongan dari dalam hatinya.
"Tidak bisakah kamu tenang sedikit? Tanganku pegal tahu." Pria misterius itu berusaha untuk menahan rasa kebas di tangannya saat terlalu lama menahan mulutnya Bella.
Menjadikan kelemahan pria tersebut agar bisa lepas, dan tepat ketika kekuatan pria itu melemah. Dengan sekuat tenaganya ia berusaha untuk mengigit telapak tangan pria misterius itu hingga mengeluarkan setetes darah.
Persetan dengan persoalan rasa kebaikan hatinya, dan Bella akhirnya lepas. Ia berusaha ke luar dari kamarnya untuk dapat meminta pertolongan. Namun sayangnya tak ada satu orang pun yang ia lihat.
"Masa Saga! Tolong buka pintu kamarmu, Mas!" Bella berusaha menggedor-gedor pintu, dan ternyata pintu tersebut tak terkunci. Dengan cepat Bella berusaha berlari masuk ke dalam agar ia bisa bertemu.
Kehadiran Saga tak ada di dalam kamarnya, dan sekarang semakin membuat Bella ketakutan apalagi kamarnya dengan Saga berdekatan. Memutuskan untuk segera ke luar dari sana, dan mencoba berlari untuk mencari Bian dan Sam.
Namun sialnya, bagaikan rumah mati yang tak berpenghuni. Bella benar-benar merasa bingung ketika tak seorangpun yang ia lihat. Begitupun dengan para pelayan, padahal biasanya banyak pelayan yang berlalu lalang di dalam rumah itu.
"Di mana semua orang?! Tolong aku!" Bella menjerit keras, ia sampai kewalahan ketika harus mencari pertolongan.
"Tidak mungkin aku sendirian di sini kan?" gumamnya.
Ketakutan semakin bertambah, dan membuat Bella begitu kebingungan. Hingga tanpa ia pikirkan ia terus berlari agar bisa ke luar dari rumah itu. Namun tiba-tiba saja ia terjatuh ketika langkahnya tak ia perhatikan.
Kesadaran Bella secara perlahan mulai menghilang, dan tak sadarkan diri.
Berbeda dengan pria misterius itu yang sedang merasakan sakit akibat gigitan Bella yang sangat kuat. Rasanya seperti ditusuk-tusuk ke tulang. Dengan cepat Saga melepaskan penyamarannya untuk bisa mengobati lukanya ini. Namun saat itu, Sam datang menghampirinya.
"Tuan Saga, wanita itu sudah pingsan."
"Kembali bawa dia ke dalam kamarnya, dan pastinya kamarnya tidak berantakan sebelum kamu ke luar, terutama tetap kunci pintunya agar ia merasa bahwa semua ini hanyalah khayalannya saja," perintah Saga.
"Siap, Tuan Saga. Tapi, ngomong-ngomong apa Tuan sedang membutuhkan bantuan untuk mengobati tanganmu? Sepertinya Tuan kalah dengan wanita lemah seperti Bella," tanya Sam dengan menawarkan bantuan tetapi juga sedikit ejekan. Hingga membuatnya menahan senyum ketika ia menyadari bahwa ternyata tuannya juga tetap manusia yang lemah.
"Tutup mulutmu." Sudahlah pergi sana." Saga kesal ketika ia harus dijadikan bahan olokan.
Gigitan giginya Bella yang tepat berada di tulang Saga, mampu membuat tangannya sedikit sulit untuk diayunkan. Tetapi ia berharap rasa sakit ini tidak berlangsung lama.
Setelah mengobati lukanya, Saga merasa bahwa Bella bukanlah wanita yang lemah seperti yang ia selalu pikirkan. Buktinya ia bisa memberikan sakit yang kuat, namun Saga terus berpikir agar bisa menemukan cara baru untuk dapat membuat Bella semakin merasa terancam saat tinggal dengannya.
"Tapi, apa ya? Jika aku bertindak keras setiap saat maka Bella akan semakin curiga denganku, dan terlihat Saga yang ia kenal juga selalu bersikap dingin. Apa sebaiknya aku berusaha menjadi pria yang lemah lembut seperti kebanyakan wanita menginginkannya? Ah rasanya berlebihan, tapi aku coba saja," gumamnya.
Menatap kearah pantulan cermin, Saga tiba-tiba saja berkata. "Ah, tampan juga aku. Andai saja kemalangan tidak menimpa keluargaku lima tahun yang lalu mungkin hidupku tidak akan seperti ini, dan semua ini gara-gara keluarganya Bella, arghh!"
Sang berteriak dengan keras, namun tiba-tiba saja Sam mengetuk pintu kamarnya.
"Masuk."
"Tuan Saga, ada seorang tamu wanita yang sedang menunggumu di luar," ucap Sam.
"Tamu wanita? Malam-malam begini? Siapa dia?" Saga terlihat kebingungan hingga ia dengan cepat mengambil kursi rodanya.
"Grace Aurelia."
"Grace? Kau tidak sedang menipuku, Sam?" Saga semakin tidak percaya dengan semua ini.
"Sungguh, aku tidak berani membohongi tuanku sendiri. Tuan Saga, apa aku menyuruhnya untuk masuk atau tetap di luar?"
"Suruh dia masuk, dan katakan bahwa aku telah tiada," sahut Saga dengan perlahan.
Sedikit membuat Sam kebingungan, namun ia tidak berani untuk bertanya banyak hal ketika melihat tatapan Saga yang terlihat kesal. Ia pun memilih untuk segera menjawab dengan anggukan kecil, dan pergi ke luar.
Dibalik pintu kamar, Sam semakin merasa bingung dengan jawaban yang akan ia berikan nantinya. "Ya ampun, kenapa pekerjaanku ini berat sekali? Bagaimana mungkin aku mengatakan tuanku telah tiada kepada seorang wanita yang dulunya memiliki peran penting dalam hidup Tuan Saga? Aku semakin gelisah."
Dengan sengaja Sam berjalan pelan-pelan agar ia bisa membuat wanita itu semakin lama menunggunya, sebab sesungguhnya ia merasa tidak tega untuk memberitahukan hal ini kepada Grace.
Entah mengapa hatinya begitu tidak sanggup, dan dengan sengaja Sam kembali kearah kamar tuannya.
"Um, maafkan aku, Tuan Saga. Apa tidak sebaiknya Tuan mencoba berpikir sekali lagi? Grace tidak akan mungkin bisa percaya secepat itu."